Be With You (The Series)
SERIE PERTAMA : KATHERINE
Oleh : A. Rafianti
Catatan : Cerita ini hanya cerita fiksi. Jika ada kesamaan nama, lokasi, peristiwa yatau kejadian ang sama itu hanya kebetulan saja.
Catatan lain : Be With You (The Series) merupakan cerita berupa novel fiksi online yang berdiri sendiri sendiri, tidak ada kaitan antara satu serie dengan serie lainnya, hanya judulnya yang sama. 😉
Selamat Membaca 👀😊😊
BAB SATU
KATHERINE
Dari jendela kamarnya di rumah pertanian keluarga Guilarmo, Katherine
memperhatikan pemandangan di hadapannya dengan takjub.
Saat ini bulan sedang penuh. Sinar dan cahayanya menerpa daun daun jeruk di
beberapa tempat. Nampak berkilauan bersatu padan dengan sinar lampu yang
menerangi beberapa jalan setapak di perkebunan jeruk keluarga Guilarmo yang
luas.
Kalau musim petik jeruk seperti ini, Katherine senang sekali pergi ke de cortijo, nama perkebunan sekaligus
ranch keluarga Guilarmo di Huelva, sebelah timur Seville, untuk ikut memanen
jeruk. Tidak dibayarpun sebenarnya tidak masalah bagi Katherine karena Katherine hobi
melakukannya, tapi mandor di de cortijo
Mr. Romano tetap membayar Katherine seperti membayar pekerja lainnya sehingga
Katherine punya uang tambahan.
Pekerjaan Katherine yang utama sebenarnya menjadi customer service di perusahaan bunga La Amaryllis kepunyaan Laurie Ortega, tante-nya Marvin Guilarmo.
Laurie Ortega adalah adik perempuan satu satunya dari ayah Marvin, Santiago
Guilarmo. Ayah Marvin sudah meninggal sepuluh tahun lalu karena sakit saat
Marvin berusia duapuluh delapan tahun.
Marvin adalah anak tunggal sehingga Marvin mewarisi seluruh harta kekayaan
peninggalan ayahnya dan Marvin juga yang melanjutkan usaha ayah Marvin di
bidang transportasi. Ayah Marvin punya sebuah maskapai penerbangan yang
menyewakan beberapa jenis pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi.
Dibawah pengelolaan Marvin, usaha itu berkembang pesat, bahkan usaha
transportasinya kini merambah di bidang penyewaan boat dan beberapa jenis perahu layar. Marvin bahkan punya beberapa kapal
pesiar yang disewakan yang beroperasi di wilayah perairan Eropa.
Ibu Marvin nyonya Annabel sudah menikah lagi tiga tahun yang lalu dan
sekarang tinggal di Madrid bersama suami barunya dan dua anak tirinya dari
suami barunya. Ibu Marvin tidak mempunyai anak lagi dari suami keduanya,
sehingga Marvin anak nyonya Annabel satu satunya.
Marvin sudah pernah menikah dan mempunyai dua orang anak perempuan yang
cantik cantik dari dua isteri yang berbeda. Isteri pertama Marvin, Cassandra,
memberi Marvin anak perempuan yang kini berusia tujuh tahun bernama Mirella.
Cassandra adalah teman masa kecil Marvin, tapi Cassandra tak tahan dengan
kesibukan Marvin yang selalu sibuk mengurusi bisnisnya sehingga waktu untuk
keluarganya hanya sedikit. Mereka bercerai setelah delapan tahun menikah.
Isteri kedua Marvin adalah seorang supermodel asal Italia. Namanya Cecil. Dari
Cecil Marvin punya seorang anak perempuan cantik yang diberi nama Madelaine
atau biasa dipanggil Maddy yang kini berusia tiga tahun. Namun seperti
pernikahan pertamanya yang gagal, pernikahan kedua Marvin juga mengalami
kegagalan. Menurut gosip yang beredar, Cecil yang biasa keliling dunia karena
pekerjaannya sebagai seorang supermodel merasa bosan harus tinggal di Mansion
keluarga Guilarmo di Seville dan menjadi ibu rumah tangga biasa.
Kehidupan Cecil biasanya gemerlap dan dipenuhi ke-glamour-an. Ia biasanya bersosialita dengan banyak selebritis
terkenal di seluruh dunia. Dengan kata lain,
menikah dengan Marvin, Cecil merasa tertekan karena tidak menjadi pusat
perhatian media dan orang orang di seluruh dunia lagi. Marvin bercerai dengan
Cecil setelah empat tahun menikah.
Kedua mantan nyonya Guilarmo kini hidup sangat nyaman dan sangat mewah dengan
fasilitas rumah mewah, mobil mahal dan tunjangan cerai yang sangat besar dari
Marvin setiap bulannya.
Sesekali mereka datang menemui anak anak mereka ke Mansion Marvin di
Seville atau ke rumah pertanian de
cortijo karena hak asuh anak anak
perempuan Marvin ada pada Marvin.
Kini Marvin punya kekasih
lagi, ia adalah anak seorang politikus terkenal. Namanya Samantha. Dan sudah
bisa dipastikan keberadaan Samantha di hati Marvin sekarang membuat seluruh
gadis di seluruh dunia patah hati. Termasuk para karyawan nyonya Laurie Ortega di La Amaryllis yang juga merupakan
teman teman Katherine. Atau pelayan pelayan dan gadis gadis lainnya di sekitar wilayah rumah pertanian de cortijo.
Mereka Semua sangat mengidolakan Marvin dan berharap kisah cinderella menerpa
diri mereka. Ya mereka berharap bisa jadi Nyonya Guilarmo yang ketiga. Sayang
harapan tinggal harapan, kabarnya Marvin akan menikah lagi yang ketiga kalinya
dengan Samantha. Tapi sudah setahun berlalu sejak kabar itu muncul, Marvin
belum menikah lagi hingga sekarang.
Katherine belum pernah bertemu dengan Marvin maupun
Samantha. Padahal cukup sering Marvin dan Samantha pergi ke de cortijo dan cukup sering juga
Katherine pergi ke de cortijo tapi mereka
tak pernah bertemu.
Katherine datang mereka baru pergi, Katherine pergi mereka baru datang,
begitu seterusnya sehingga Katherine belum berkesempatan kenal dengan Mr.
Guilarmo secara langsung. Ia hanya tahu tentang Marvin di televisi, majalah,
surat kabar dan internet.
Padahal aku tinggal di de
cortijo sudah kayak rumah sendiri. Ujar Katherine geli, dalam hati. Katherine bahkan punya kamar favorit
sendiri di de cortijo. Kamarnya ada
di sayap timur, di lantai tiga. Dan Katherine maupun tamu tamu lain di de cortijo tak perlu khawatir kekurangan kamar, karena
kamar di sana sangat banyak.
Hanya anak anak Marvin yang sering Katherine temui di de cortijo sehingga Katherine cukup akrab dengan mereka, terutama
dengan Mirella yang lebih besar dari adiknya. Mirella kadang ikut Katherine
memetik murbai liar di semak semak tidak jauh dari istal. Kadang Mirella juga naik
kuda poni sambil kuda poninya dituntun Katherine mengelilingi lapangan kuda
yang luas.
Yang lucu dari anak anak Marvin adalah mereka begitu mirip satu sama lain.
Rambut mereka sama sama cokelat terang, mata mereka hijau muda. Padahal ibu
mereka sangat berbeda. Rambut Cassandra hitam legam dengan mata cokelat muda
sementara rambut Cecil pirang terang dengan mata biru. Kedua anak Marvin sangat
mirip dengan ayahnya yang punya rambut cokelat muda dan mata hijau gelap.
Perkebunan jeruk dan ranch de cortijo
dimana Katherine sekarang menginap adalah salah satu rumah pertanian milik
Marvin dari beberapa rumah pertanian miliknya di beberapa negara di dunia.
Katherine pernah mendengar para pelayan di de
cortijo memperbincangkan hal itu.
“Kalau aku boro boro punya beberapa ranch,
bisa punya satu saja harus menabung seumur hidupku.” Ujar Lupita, salah satu
pelayan di de cortijo sambil tertawa,
membuat pelayan pelayan yang lain ikut tertawa.
Katherine senang sekali berteman dengan mereka, ngobrol dengan mereka atau
membantu mereka masak. Bahkan ketika de
cortijo kedatangan banyak tamu dan pelayan pelayan di sana jadi sangat
sibuk untuk menyediakan sarapan, makan siang atau makan malam untuk tamu tamu yang
terus berdatangan, Katherine selalu membantu mereka bila ia kebetulan sedang
kesana.
De cortijo seperti menjadi rumah semua orang. Semua
kenalan nyonya Laurie Ortega atau kenalan Marvin atau kenalan Cassandra atau
kenalan Cecil, atau bahkan sekarang, kenalan Samantha boleh datang dan bebas
berkunjung ke de cortijo dan menginap
di sana untuk beristirahat atau bersantai. Jadi tak perlu heran kalau pelayan
di sana selalu sibuk melayani para tamu yang terus berdatangan.
Seperti musim petik jeruk sekarang, tamu tamu yang datang jumlahnya
biasanya dua kali lipat dari hari hari biasa. Mereka juga boleh mengambil jeruk
yang mereka inginkan sebanyak yang mereka ingin bawa pulang. Tapi tentunya
mereka tahu diri, mereka rata rata tidak membawa banyak. Mereka hanya membawa untuk keperluan
konsumsi mereka selama beberapa hari saja.
Jeruk jeruk itu menurut Mr. Romano biasanya dikirimkan ke pasar pasar
tradisional di Huelva, Seville, Cordoba, Granada dan Almeria.
Katherine cukup beruntung menjadi salah satu kenalan nyonya Laurie Ortega yang
diperbolehkan berkunjung ke de cortijo kapanpun
Katherine mau. Karena nyonya Laurie Ortega termasuk pilih pilih orang. Ia biasanya
membatasi orang orang yang dekat dengannya saja atau orang yang ia percaya yang
boleh bergaul dengan keluarga besar Guilarmo di de cortijo. Ia juga sangat menyayangi cucunya; Mirella dan
Maddy Guilarmo sehingga tidak sembarangan orang boleh bergaul dengan kedua cucunya yang
lucu dan cantik tersebut.
Karena Marvin saat ini tidak punya isteri, yang banyak berperan sebagai
nyonya rumah di de cortijo adalah nyonya Laurie. Padahal nyonya Laurie punya Villa sendiri di La Amaryllis. Ia tinggal bersama suaminya, Paul Ortega dan anak perempuan
semata wayang mereka Pamela Ortega di Villa mereka di La Amaryllis.
Flor Amaryllis |
Tapi karena yang bekerja kebanyakan penduduk setempat, hanya Katherine dan ketiga teman Katherine lainnya yang tinggal di rumah yang khusus disediakan Laurie Ortega untuk karyawannya itu.
Dan secara bergantian Katherine mengajak ketiga temannya yang tinggal di rumah karyawan La Amaryllis; Ursula, Deborah dan Jane untuk datang ke de cortijo. Tapi karena akhir pekan ini mereka bertiga sedang
mengunjungi keluarga mereka, Katherine terpaksa pergi sendiri. Katherine pergi ke de Cortijo dengan menggunakan mobil perusahaan La Amaryllis.
Pelayan pelayan di de cortijo rata
rata sangat suka pada Katherine. Katherine adalah salah satu karyawan nyonya Laurie Ortega yang sangat disayang oleh nyonya Laurie Ortega. Sehingga mereka semua
juga sayang pada Katherine. Nyonya Laurie Ortega juga yang memperkenalkan Katherine
pada mereka pertama kalinya empat tahun lalu.
Katherine pergi ke perkebunan jeruk di de
cortijo ini juga atas ijin Nyonya Ortega. Katherine sudah bekerja memetik
jeruk selama dua hari. Besok sore ia harus kembali ke pekerjaannya di La Amaryllis. Dengan kata lain Katherine
pergi ke de’cortijo selama akhir
pekan saja.
Akhir pekan depan Katherine akan kembali lagi. Apa saja bisa ia lakukan di
sini. Tidak memetik jerukpun ia suka jalan jalan di jalan jalan setapak
perkebunan untuk memetiki buah murbai yang tumbuh liar.
murbai |
Nyonya Grida, kepala koki keluarga Guilarmo di de’cortijo suka mencampur murbai murbai itu dengan masakannya yang
lezat, atau bikin salad murbai.
salad murbai |
Sebenarnya, kalau Nyonya Laurie Ortega mengijinkan, Katherine ingin tinggal di de cortijo selamanya. Ia betah tinggal
di sini. Udaranya segar dan bersih. Kicau burung terdengar nyaring di pagi
hari.
Katherine suka sekali pedesaan. Sayang Ny. Ortega tidak mengijinkan.
Entah kenapa. Dan Katherine maklum, karena dulu, empat tahun yang lalu, Ny. Ortega-lah yang mengajak Katherine ke Seville untuk bekerja untuknya di La Amarilis, bukan di de cortijo. Katherinepun dengan senang
hati meninggalkan tanah kelahirannya di Long Island untuk bekerja di perusahaan
bunga nyonya Ortega di bukit La Amaryllis,
Seville, Andalusia, Spanyol.
Katherine Aurora Reeve adalah anak ketiga dari enam bersaudara dari
keluarga Reeve.
Keluarga Reeve hidup di sebuah rumah sederhana di Long Island tepatnya di Nassau County. Ayah
Katherine bekerja sebagai mekanik di sebuah bengkel sementara ibunya menjadi
pelayan restoran di suatu restoran cepat saji yang terletak tidak jauh dari
rumah mereka.
Gaji sedikit dengan enam orang anak dan hidup di kota besar, adalah hal
yang cukup menyulitkan bagi suami isteri Reeve. Untuk itu, mereka menyarankan
pada anak anak mereka bila mereka ingin uang jajan tambahan, mereka bisa
bekerja di waktu luang mereka.
Itulah awal mula kenapa Katherine jadi pekerja keras seperti sekarang.
Sejak Elementary School, Katherine sering jualan orange juice
di taman bermain dekat rumahnya.
Jeruk jeruk itu Katherine ambil dari kebun jeruk keluarga McGregor, salah satu keluarga terkaya di wilayah di mana Katherine tinggal.
Jeruk jeruk itu Katherine ambil dari kebun jeruk keluarga McGregor, salah satu keluarga terkaya di wilayah di mana Katherine tinggal.
Katherine diperbolehkan mengambil jeruk yang sudah jatuh dari pohon oleh
keluarga itu, asal jangan memetik jeruk yang masih segar karena mau di jual ke
supermarket supermarket yang jadi partner bisnis keluarga McGregor. Katherine
bisa masuk ke perkebunan jeruk keluarga MacGregor karena neneknya bekerja di
sana sebagai salah satu pelayan.
Dari hasil keuntungannya menjual orange juice tiap akhir pekan atau hari
libur lainnya, Katherine lalu menabung uangnya. Uang itu Katherine belikan kebutuhan
dirinya seperti baju, sepatu, peralatan sekolah dan lain lain. Jadi sejak kecil
Katherine sudah mandiri.
Katherine punya dua orang kakak; satu kakak laki laki; Adam, dan satu kakak perempuan;
Camilla. Serta tiga orang adik yang semuanya perempuan.
Berbeda dengan Katherine, Adam dan Camilla termasuk orang orang yang malas,
mereka hanya suka menghabiskan uang yang diberikan orangtua mereka tanpa
berusaha untuk mencari uang sendiri.
Memasuki high school, ayah
Katherine, diberi kepercayaan untuk menjadi wali bagi sepupu Katherine,
Chayenne.
Chayenne usianya sama dengan Katherine. Chayene adalah anak tunggal dari Susan, kakak perempuan ayah Katherine. Susan menikah dengan pria kaya raya, dan mereka hanya punya anak tunggal yaitu Chayenne.
Ayah Katherine menjadi wali Chayenne karena orangtua Chayenne meninggal
dunia karena kecelakaan.
Sejak menjadi wali asuh untuk Chayenne, keluarga Reeve akhirnya pindah ke
rumah Chayenne yang besar.
Dari situlah, Katherine mulai merasa kehilangan kasih sayang orangtuanya,
karena ayah dan ibunya sangat memanjakan Chayenne, mengingat kekayaan Chayenne
yang banyak, yang notabene membuat kehidupan keluarga Revee menjadi sangat
terjamin.
Namun karena hal itu pula, Chayenne jadi banyak tingkah. Ada saja ulah
Chayenne yang membuat Katherine marah atau jengkel.
Puncaknya adalah ketika Katherine punya pacar di sekolahnya yang bernama
Jack. Chayenne menggoda Jack terang terangan. Dan ketika percekcokan diantara
Katherine dan Chayenne terjadi, ayah dan ibu Katherine bukannya membela Katherine
tapi malah membela Chayenne. Mereka malah menyuruh Katherine mengalah untuk
Chayenne.
Chayenne dan Jack bukan saja berpacaran, tapi langsung
bertunangan, karena Chayenne sangat mencintai Jack. Sementara Jack dijanjikan
ayah Katherine suatu jabatan penting di perusahaan Chayenne bila kelak menikah dengan
Chayenne.
Katherinepun pergi dari rumah Chayenne ketika high school nya selesai. Ia pergi karena marah pada orangtuanya,
karena merasa sudah diperlakukan tidak adil.
Keluar dari rumah Chayenne Katherine tinggal lagi di rumah orangtua mereka yang kecil, yang mereka tinggalkan saat mereka semua pindah ke rumah Chayenne, tapi kakak laki laki Katherine juga ikut ikutan keluar dari rumah Chayenne dan tinggal di rumah mereka dulu.
Pada mulanya Katherine betah tinggal dengan Adam, tapi lama lama ia mulai terganggu ketika Adam sering mengundang teman teman prianya ke rumah mereka. Mereka rata rata bersikap sopan pada Katherine, hanya saja Katherine tak tahan kalau mereka sudah menyetel musik dengan suara keras sehingga istirahatnya jadi sering terganggu.
Pada mulanya Katherine betah tinggal dengan Adam, tapi lama lama ia mulai terganggu ketika Adam sering mengundang teman teman prianya ke rumah mereka. Mereka rata rata bersikap sopan pada Katherine, hanya saja Katherine tak tahan kalau mereka sudah menyetel musik dengan suara keras sehingga istirahatnya jadi sering terganggu.
Akhirnya Katherine mancari kos sendiri. Ia membiayai kos yang ditinggalinya
dengan bekerja serabutan. Apa saja Katherine lakukan; jadi babbysitter, jadi pelayan toko, kurir makanan, pelayan restoran,
dan yang lainnya. Terakhir, Katherine bekerja di sebuah toko buku sebelum
akhirnya bertemu dengan sahabatnya, Brooke, yang pergi meninggalkannya saat
mereka duduk di Junior high school.
Brooke saat itu harus ikut ibunya ke London karena ibunya menikah lagi dengan
orang Inggris. Ayah kandung Brooke sudah meninggal ketika Brooke masih kecil.
Melihat Katherine bekerja sebagai kasir di sebuah toko buku kecil Brooke
akhirnya menawari Katherine untuk ikut dengannya ke London. Dia akan minta ayah
tirinya untuk menawari Katherine pekerjaan. Katherine girang bukan main, ia
lalu mengurus passport dan segala sesuatu yang diperlukan dan ikut Brooke ke
London.
Di London, Katherine menyangka bahwa ayah tiri Brooke orang biasa saja
dengan kehidupan biasa, tapi ayah tiri Brooke ternyata seorang bangsawan dan
tinggal di sebuah mansion yang megah. Ayah tiri Brooke punya satu anak
perempuan dari isterinya yang sudah meninggal yang bernama Angela. Angela sudah
menikah dan memiliki dua anak laki laki yang lucu, dan tidak tinggal lagi di
mansion keluarganya yang besar sehingga di mansion itu hanya ada Brooke, ayah
tiri Brooke; Daniel Williams, ibu Brooke, -
Katherine memanggilnya bibi Alice – Katherine dan belasan pelayan, supir,
tukang kebun dan yang lainnya.
Katherine bukan saja diterima dengan tangan terbuka di keluarga Williams tapi ayah
tiri Brooke memaksa Katherine kuliah di tempat Brooke kuliah dan membiayai
semua biaya kuliah Katherine. Katherinepun menerima tawaran itu dengan senang hati. Tapi berbeda dengan Brooke yang kuliah di bidang art design Katherine mengambil jurusan manajemen
Administrasi.
Katherine kuliah sambil bekerja. Pagi ia bekerja bekerja di perusahaan property
milik keluarga Williams sebagai sekretaris eksekutif Daniel Williams dan malam ia kuliah, sementara
Brooke bekerja di bidang periklanan karena tidak tertarik bekerja di perusahaan
milik ayah tirinya.
Katherine kemudian menjadi kepercayaan Mr Williams. Tamu tamu penting yang
ingin bertemu Mr. Williams harus diseleksi terlebih dulu oleh Katherine.
Katherine menjadi orang yang sangat disegani dan dihormati oleh para
karyawan di perusahaan tersebut.
Gaji Katherine sama besarnya dengan gaji para direktur di perusahaan
tersebut. Walau para direktur di perusahaan itu merasa tidak suka dengan hal itu karena merasa bosnya bertindak tidak adil, tapi mereka tak bisa protes pada bos mereka.
Katherine menabung gaji besarnya dengan baik. Ia tidak harus keluar uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena sehari hari ia tinggal di mansion keluarga Williams sehingga semua keperluannya terjamin. Setiap pulang dan pergi bekerja Katherine selalu naik limousine bareng ayah tiri Brooke.
Katherine menabung gaji besarnya dengan baik. Ia tidak harus keluar uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena sehari hari ia tinggal di mansion keluarga Williams sehingga semua keperluannya terjamin.
Katherine bekerja di sana kurang lebih tiga tahun. Pekerjaaannya sangat
baik. Ia disukai oleh setiap orang.
Tapi kejadian yang hampir sama dengannya di Long Island dulu menerpa diri Katherine lagi.
Katherine punya kekasih, namanya Brian. Brian adalah rekan bisnis ayah tiri
Brooke. Katherina dan Brian bertemu di tempat Katherine bekerja. Mereka baru
berkencan selama beberapa bulan saat akhirnya Katherine memperkenalkan Brooke
pada Brian di suatu acara karena secara tak sengaja mereka bertemu di acara
tersebut.
Seperti mengalami de ja vu,
Brooke ternyata merebut Brian dari Katherine seperti Chayenne merebut Jack
dulu. Dan sama dengan Chayenne dan Jack dulu, Brian dan Brooke pun bertunangan.
Katherine akhirnya pergi dari mansion keluarga Williams dan kembali ke negaranya. Tapi ia
tidak pulang ke rumah orangtuanya, melainkan menginap di sebuah penginapan
kecil yang terletak di sebuah bukit milik suami isteri Jones: Mila Jones dan Rich Jones.
Rumah asri keluarga Jones sangat besar dan indah, dikelilingi kebun bunga di
sekelilingnya. Ada kolam renang dan Jacuzzi segala.
Sejak Katherine meninggalkan keluarganya, Katherine jarang mengunjungi ayah dan ibunya, kecuali pada saat thankgiving,
Katherine menyempatkan diri untuk datang, selebihnya, dia sibuk bekerja.
Ayah dan ibunya kini sudah tinggal sendiri di sebuah rumah yang cukup
nyaman dan asri di pinggir sebuah danau. Ayah Katherine tidak harus bertanggung
jawab pada diri Chayenne lagi karena Chayenne sudah menikah dengan Jack.
Kakak laki laki Katherine, Adam, mengelola usaha bengkel sendiri, dan tetap
tinggal di rumah kecil mereka dulu, ia sudah menikah dan memiliki satu anak.
Camilla juga sudah menikah dan tinggal di California. Tapi belum memiliki anak. Dua adik perempuan
Katherine Amanda dan Cheryl masing masing kuliah di New York dan Boston. Mereka
tinggal di asrama tempat mereka kuliah. Adik Katherine yang paling kecil Candy,
masih tinggal bersama orangtua mereka. Candy sekarang duduk di tingkat akhir high school.
Di rumah penginapan Jones yang asri Katherine akhirnya menenangkan diri.
Dia belum mau melakukan apa apa karena memang tidak tahu harus melakukan apa. Ia trauma dengan
semuanya. Ia merasa jalan hidupnya begitu tragis. Karena orang orang yang dekat
dengannya tega mengkhianatinya. Mungkin Chayenne dulu memang tidak terlalu
akrab dengannya. Tapi Brooke?
Tapi Katherine kemudian mencoba untuk bisa memaafkan Brooke, karena tanpa
Brooke ia tak mungkin bisa kuliah di tempat mahal dan punya tabungan yang
sangat banyak seperti sekarang. Tabungan yang Katherine punya adalah hasil dari Katherine bekerja selama tiga tahun di Williams property.
Katherine bahkan tidak harus bekerja selama lima tahun kedepan kalau
Katherine mau karena uangnya cukup untuk membiayai kehidupan Katherine sehari
hari. Keliling dunia pun Katherine bisa kalau Katherine mau. Tapi itu belum mau
Katherine lakukan. Katherine berencana untuk membuka semacam restoran karena ia
hobi memasak. Tapi jenis makanan yang akan ia jual yang masih dipikirkan
Katherine.
Katherine menyewa kamar yang ditempatinya di penginapan Jones untuk jangka waktu sebulan. Setelah itu Katherine mau melihat situasi apa ia perlu menyewa atau membeli apartemen atau tidak.
Kamar Katherina ada di lantai atas. Ada perapian di kamar itu sehingga saat hujan turun Katherine bisa menghangatkan diri di depan perapian tersebut sambil menikmati camilan yang banyak.
Katherine hobi sekali makan. Ia merasa perutnya lapar terus sehingga ia
sering ngemil. Salah satu makanan favorit Katherine di penginapan Jones adalah
croissant keju campur jagung manis yang sangat renyah dan lezat.
cheese croissant |
Katherine tak pernah bosan memakan itu. Ia pikir Mila Jones atau kokinya
yang bikin makanan itu sehingga Katherine ingin belajar bagaimana cara
membuatnya, tapi ternyata makanan itu dikirimkan oleh sebuah toko roti home
industri yang terletak di bawah bukit. Toko roti itu mengirimkan roti roti yang dipesan penginapan Jones setiap hari, fresh from the oven.
Katherinepun minta alamat toko roti tersebut dan pergi ke sana dengan
bersepeda. Sepedanya adalah sepeda Alicia Jones, puteri dari Mila Jones
yang seumuran Katherine yang Katherine pinjam.
Di toko kue itu Katherine lalu berkenalan dengan Mrs. Green, yang membuat dan memproduksi
croissant kesukaan Katherine. Katherine lalu membujuk Mrs. Green untuk
mengajarinya bikin croissant favoritnya.
Pada mulanya Mrs. Green tidak setuju, tapi melihat keteguhan Katherine yang
tiap hari bolak balik ke toko kuenya dengan naik sepeda, Mrs. Green pun akhirnya mau mengajari
Katherine. Hingga akhirnya Katherine membantu Mrs. Green bukan hanya bikin
Croissant tapi juga bikin roti dan kue lainnya.
Katherine bahkan akhirnya beli sepeda sendiri saking tiap hari bolak balik
ke toko Mrs. Green. Katherine takut sepeda Alicia rusak karena tiap hari
dipakai untuk naik turun bukit.
Mrs. Green merasa senang dibantu Katherine seperti itu. Ia punya lima orang karyawan yang membantunya, tapi karena pesanan kuenya bertambah tiap hari, maka kehadiran Katherine benar benar meringankan pekerjaannya.
Mrs. Green merasa senang dibantu Katherine seperti itu. Ia punya lima orang karyawan yang membantunya, tapi karena pesanan kuenya bertambah tiap hari, maka kehadiran Katherine benar benar meringankan pekerjaannya.
Dan ketika akhir bulan ia memberi Katherine cek seperti ia memberi
karyawannya yang lain cek, Katherine hanya bisa bengong. Ia tulus membantu Mrs.
Green tanpa minta dibayar. Katherine pun menolak cek yang disodorkan Mrs. Green
padanya tapi Mrs. Green memaksa Katherine untuk menerimanya, akhirnya Katherine
menerimanya juga.
Suatu hari, ada seorang wanita cantik separuh baya datang ke toko kue Mrs.
Green. Ia memborong beberapa croissant, long bread, cheese cake, banana cake
marmer dan yang lainnya.
“Untuk apa beli kue sebanyak ini nyonya,” tanya Tammy, kasir Mrs. Green.
“Oh, untuk persediaanku.” Nyonya itu tertawa. “Aku mau menginap di
penginapan Jones di atas sana. Dan karena sekarang musim hujan, pasti cuacanya
dingin dan pasti akan terasa lapar melulu.”
“Wah, asik sekali. Aku selalu suka penginapan Jones. Tempatnya asri.
Jacuzzinya enak loh nyonya, Anda bisa berendam sepuasnya disana. Tubuh Anda
seperti dipijit pijit oleh air hangat.”
Tammy tertawa.
“Ya, aku jadi tak sabar untuk melakukannya.”
“Anda di sini sedang liburan?” tanya Tammy lagi.
“Ya. Rumahku lagi direnovasi, jadi aku liburan dulu.”
“Rumah Anda di sekitar sini?”
“Tidak, rumahku di Sevilla.”
“Sevilla?” Tammy tampak bingung, “Perumahan yang ada di sebelah Timur danau
sana?”
“Bukan, bukan disana,” wanita itu tertawa, “Tapi Sevilla, Andalusia,
Spanyol.”
“Wah wow, pantes logat anda beda.” Tammy tertawa lagi, “maaf saya tidak
tahu.”
“Tidak apa apa. Baiklah saya pergi sekarang. Apa jalannya ke penginapan
masih jauh?”
“Ehm.. Anda tinggal mengikuti jalan itu saja. Kira kira dua kilometer dari
sini ada pertigaan, Anda belok ke kanan.”
“Baik, nanti saya bilang supir saya.”
“Ya, tapi nyonya, sebentar, teman saya Katherine juga menginap di sana.
Biar saya panggilkan Katherine untuk memberi tahu arah jalan pada Anda.”
Katherine tak pernah menyangka perkenalannya dengan Laurie Ortega akan
membawanya ke sebuah perkebunan cantik bernama de cortijo, Katherine bahkan tinggal lebih lama di Seville daripada
di London dulu saking betahnya. Di London Katherine tinggal selama tiga tahun, sementara di Seville Katherine sudah tinggal selama empat tahun lebih. Ia kini bahkan sudah fasih berbahasa Spanyol.
Sejak menunjukkan jalan pada Laurie Ortega di perbukitan di sekitar penginapan Jones dulu, Laurie Ortega ternyata akhirnya terus terusan minta diantar
Katherine ke sana kemari. Ia bahkan bersedia membayar Katherine asal Katherine mau menjadi asisten pribadinya selama Laurie liburan di sana. Katherinepun jadi guide
dadakan Laurie Ortega. Mereka sering makan malam di luar, berbelanja ini
itu, jalan jalan ke tempat tempat cantik untuk foto foto dan kegiatan lainnya.
Bahkan di saat hujan deras dan mereka tidak mau pergi kemana mana karena
cuaca yang dingin, Laurie Ortega masih minta ditemani Katherine untuk ngobrol dan
bercerita.
“Jadi kau belum tahu mau melakukan apa?” tanya Laurie saat ia bertanya apa
yang sesungguhnya Katherina lakukan di penginapan keluarga Jones.
“Aku sudah yakin mau buka toko roti seperti Mrs. Green,” seru Katherine
antusias, “aku sudah belajar bikin croissant, roti gandum tawar, pizza, aneka
bolu lezat. Ah.. toko kueku nanti mudah mudahan selaris toko kue Mrs. Green.”
“Mudah-mudahan. Tapi kau belum belajar membuat tortas de aceite.”
“Apa itu?” tanya Katherine heran.
“Roti manis khas hometown-ku.”
“Roti manis?”
“Iya, rotinya berbentuk pipih. Rasanya manis dan crunchy, sangat renyah.
Bahannya dari tepung terigu, gula, air, minyak zaitun, biji anis dan biji
wijen. Nah itu rasa originalnya, rasa tambahannya ada rasa jeruk, rosemary,
kayu manis dan gula.”
“Memang. Dan koki keponakanku di de cortijo pintar sekali bikin tortas
de aceite. Kau bisa belajar padanya.”
"de Cortijo?" Katherine heran.
"Iya, semacam rumah pertanian. Nama tempatnya disebut de cartijo, Gerda, kepala koki yang bekerja di de Cortijo pintar bikin tortas de aceite. Kau harus belajar darinya."
"de Cortijo?" Katherine heran.
"Iya, semacam rumah pertanian. Nama tempatnya disebut de cartijo, Gerda, kepala koki yang bekerja di de Cortijo pintar bikin tortas de aceite. Kau harus belajar darinya."
“Ini menarik sebenarnya, tapi.."
“Tidak ada tapi. Ketika liburanku berakhir di sini, kau juga harus ikut aku ke
Seville.”
"Tapi.. " Katherine tampak bingung, "aku mau buka toko roti sendiri seperti Mrs. Green."
"Iya, setelah belajar membuat tortas de aceite kau bisa membuka toko rotimu sendiri. Tortas de aceite termasuk makanan khas loh. Resepnya turun menurun. Cerita di balik makanan ini juga menarik. Dulu, lebih dari 100 tahun lalu ada seorang wanita yang bernama Ines Rosales. Ia berasal dari kota kecil Castilleja de la Cuesta di region Sevilla. Nah, Ines mulai membuat dan menjual camilan tortas de aceite di stasiun kereta api. Kegiatan tersebut dilakukan pada tahun 1910an. Resep tortas de aceite diperoleh Ines dari keluarganya secara turun temurun. Roti tipis ini kemudian menjadi sangat terkenal di Sevilla. Sepeninggal Ines, bisnisnya tetap menjadi bisnis keluarga hingga anak laki lakinya menjual perusahaan itu di tahun 1982. Pemilik baru bisnis Ines tetap mempertahankan brand Ines Rosales dan resep tradisional tortas de aceite. Hingga saat ini pabrik Ines Rosales mampu menjual 12 juta paket sweet olive oil tortas atau tortas de aceite ke seluruh dunia." Laurie Ortega kemudian tersenyum, "tapi yang namanya Grida persis sepertimu, dia selalu ingin membuat sesuatu. Ia mencoba coba bikin tortas de aceite sendiri dan ternyata buatannya enak."
"Sepertinya menarik. Baiklah Nyonya, aku akan ikut Anda ke Seville."
"Tapi.. " Katherine tampak bingung, "aku mau buka toko roti sendiri seperti Mrs. Green."
"Iya, setelah belajar membuat tortas de aceite kau bisa membuka toko rotimu sendiri. Tortas de aceite termasuk makanan khas loh. Resepnya turun menurun. Cerita di balik makanan ini juga menarik. Dulu, lebih dari 100 tahun lalu ada seorang wanita yang bernama Ines Rosales. Ia berasal dari kota kecil Castilleja de la Cuesta di region Sevilla. Nah, Ines mulai membuat dan menjual camilan tortas de aceite di stasiun kereta api. Kegiatan tersebut dilakukan pada tahun 1910an. Resep tortas de aceite diperoleh Ines dari keluarganya secara turun temurun. Roti tipis ini kemudian menjadi sangat terkenal di Sevilla. Sepeninggal Ines, bisnisnya tetap menjadi bisnis keluarga hingga anak laki lakinya menjual perusahaan itu di tahun 1982. Pemilik baru bisnis Ines tetap mempertahankan brand Ines Rosales dan resep tradisional tortas de aceite. Hingga saat ini pabrik Ines Rosales mampu menjual 12 juta paket sweet olive oil tortas atau tortas de aceite ke seluruh dunia." Laurie Ortega kemudian tersenyum, "tapi yang namanya Grida persis sepertimu, dia selalu ingin membuat sesuatu. Ia mencoba coba bikin tortas de aceite sendiri dan ternyata buatannya enak."
"Sepertinya menarik. Baiklah Nyonya, aku akan ikut Anda ke Seville."
Di awal awal kedatangan Katherine di Hualve, Andalusia, Katherine banyak
belajar membuat tortas de aceite di de cortijo pada Ny. Grida, kepala koki
di sana.
Ny. Grida orangnya ramah dan suka sekali ngobrol. Apa saja ia obrolkan.
Berbincang bincang dengan Ny. Grida, Katherine merasa nyaman. Ia merasa punya
seorang ibu yang baik dan memperhatikan dirinya, karena ibu Katherine dulu
tidak begitu padanya. Ibu Katherine tidak terlalu memperhatikan Katherine, ia
lebih memperhatikan Chayenne dan ketiga adik perempuannya daripada Katherine.
Katherine dibiarkan tumbuh sendiri tanpa perhatian yang cukup dari kedua orangtuanya
karena ayahnya juga saat itu sibuk bekerja meng-handle perusahaan yang ditinggalkan ayah Chayenne.
Ny. Grida usianya seumuran dengan usia ibu Katherine. Ia punya dua orang
anak laki laki yang juga seumuran Katherine, nama anak anaknya Ramos dan Ramirez.
Suami Ny. Grida, Eduardo Perez adalah orang yang bertanggung jawab atas
kuda kuda Mr. Guilarmo di de Cortijo.
Kedua anaknya juga bekerja di de Cortijo.
Mereka sekeluarga tinggal beberapa kilometer dari de Cartijo, jadi nyonya Grida pulang pergi ke de Cortijo tidak menginap. Ia
menginap bila banyak tamu di de Cortijo. Kalau
menginap ia biasanya akan tidur di salah satu kamar pelayan yang berjejer di
belakang rumah utama de Cortijo yang
terdiri dari tiga lantai.
Di awal awal kedatangannya, Katherine di tempatkan sendiri di sebuah kamar.
Saat itu oleh nyonya Laurie Katherine diperbolehkan memilih kamarnya sendiri. Dan
kamar itulah yang jadi kamar Favorite Katherine hingga sekarang.
Katherine tinggal selama satu bulan di de
Cortijo bersama nyonya Laurie karena rumah nyonya Laurie masih direnovasi.
Katherine pernah bertemu dan berkenalan dengan suami nyonya Laurie, Paul Ortega. Ia
sangat ramah dan baik pada Katherine. Mr. Ortega hanya sesekali datang ke de Cortijo menemui isterinya, karena ia
lebih sibuk menjalankan bisnis bunga segar La
Amaryllis. Tadinya nyonya Laurie juga bekerja di usaha bunga yang dirintisnya
itu, tapi nyonya Laurie memutuskan untuk berhenti kerja dan menyerahkan
pengelolaan bisnisnya pada suaminya.
Bisnis bunga nyonya Laurie terbilang maju dan sukses. Setiap hari ada saja
pesanan yang datang. Rata rata yang pesan adalah rekan bisnis keluarga Guilarmo
serta sahabat dan kenalan nyonya Laurie sendiri.
Katherine hanya sempat bertemu sekali dengan Pamela, anak Nyonya Laurie.
Penampilan Pamela jauh dari perkiraan Katherine karena yang Katherine bayangkan
Pamela orangnya manis, cantik, lembut. Tapi ternyata ia bertato dengan model
rambut sangat pendek. Pamela sangat berbeda dengan ibunya, kalau ibunya sangat
ramah pada Katherine, Pamela sangat tidak ramah.
Ia berkenalan sekedarnya dengan Katherine lalu tak memperdulikan Katherine
lagi.
Setelah sebulan tinggal di de Cortijo,
akhirnya Katherine pamit pulang. Selama Katherine tinggal di de Cortijo, menurut Ny. Grida, tuannya
yaitu Mr. Guilarmo sedang ada bisnis di London sehingga ia bolak balik ke sana
sehingga Katherine tidak berkesempatan bertemu dengannya atau berkenalan
dengannya.
Setelah dari de Cortijo,
Katherine bertekad akan membuka toko roti dan kue seperti kepunyaan Mrs. Green.
Katherinepun akhirnya pulang ke rumah orangtuanya. Itu pertama kalinya
Katherine datang ke rumah orangtunya di rumah mereka yang baru di pinggir
danau.
Rumahnya cukup besar dan nyaman. Ayah Katherine masih bekerja di perusahaan
Chayenne yang sudah diambil alih kepemimpinannya oleh Jack, suami Chayenne, sementara ibunya
tidak bekerja lagi.
Ayah Katherine mendesain sendiri rumahnya. Rumah itu terdiri dari tiga
lantai. Lantai pertama ada ruang tamu, ruang tivi, meja makan besar yang cukup
menampung semua keluarga Reeve, dapur yang luas, garasi yang luas dan kolam
renang di belakang rumah.
Di dekat kolam renang diletakkan beberapa kursi kayu panjang yang atasnya
ditutupi payung besar. Keluarga Reeve biasanya mengadakan acara barbeque di
sana.
Semua kamar tidur ada di lantai dua. Mr. Reeve membangun kurang lebih
sepuluh kamar tidur. Satu kamar untuk suami isteri Reeve, enam kamar untuk anak
anak mereka dan tiga kamar untuk kamar tamu. Di lantai tiga, selain ada gudang
yang besar, juga ada balkon yang cukup luas. Di balkon itu ditaruh sofa sofa
empuk untuk beristirahat ditutupi oleh kanopi yang besar. Mrs. Reeve menanam
beraneka macam bunga berwarna warni di sana. Tanaman hias Mrs. Reeve ditanam di pot atau pot gantung.
Pertama kali Katherine datang, ibunya langsung memeluk Katherine sambil
menangis. Ia benar benar merindukan Katherine. Ia hanya bisa berjumpa
dengan anaknya setahun sekali karena Katherine menemuinya hanya setahun sekali.
Kali ini, ia berharap Katherine pulang untuk waktu yang lama dan betah
tinggal di kamar barunya.
Ia lalu menunjukkan kamar Katherine yang cukup luas.
“Ini akan menjadi kamarmu sampai kapanpun. Kelak kalau kau sudah menikah,
kau boleh membawa suami dan anak anakmu menginap di sini jika kau sedang
pulang.”
Katherine hanya tersenyum dan mengangguk. Ia sekarang lebih banyak diam.
Tidak seperti dulu yang cerewet.
“Adam juga kalau datang ke sini tidur di kamarnya dengan isteri dan
anaknya.”
“Eric sudah punya adik?” tanya Katherie tentang keponakan laki lakinya yang
tampan.
“Belum. Dia tambah besar. Dia jago berenang sekarang.”
Diawal awal kepulangannya ke rumah orangtuanya Katherine lebih banyak diam
di kamar. Tapi kalau cuaca sedang cerah ia senang menghabiskan waktu di balkon
rumahnya di lantai tiga.
Disana ia menyusun rencana untuk mulai menjalankan bisnis toko kue dan roti
seperti yang dia inginkan. Laptopnya selalu terbuka dan Katherine selalu asik
mengetik sesuatu di laptopnya. Katherine sibuk mengkalkulasi biaya biaya yang
harus dikeluarkan. Dari mulai menyewa gedung, menyiapkan gaji karyawan, modal
awal untuk berbelanja perlengkapan memasak, modal awal untuk belanja bahan
bahan kue, dan lain lain.
Tapi pertama tama aku harus
mencari lokasi yang tepat dan strategis dulu. Renung Katherine.
Ibunya sering menemani Katherine mengetik tanpa banyak tanya. Ia sering
membuatkan Katherine minuman cokelat panas, sementara Mrs. Grayson sering menyediakan
camilan untuk Katherine.
Mrs. Grayson adalah asisten rumah tangga ibu Katherine. Ia membantu ibu Katherine
membereskan dan membersihkan rumah serta memasak, tapi ia tidak tinggal di
rumah keluarga Reeve. Kalau malam ia pulang ke rumahnya sendiri.
Baru tiga minggu Katherine berada di rumahnya, Ny. Laurie tiba tiba
meneleponnya.
“Aku merindukanmu Sayang,” ujar Ny. Laurie. “Aku rindu ngobrol denganmu.”
“Kalau rindu, aunty bisa telepon aku seperti sekarang,” Katherine
tertawa. Seperti permintaan Laurie ketika Katherine mau pulang dulu, Ny. Laurie
meminta Katherine menganggapnya keluarga dan memanggilnya aunty.
“Tidak, ini berbeda. Berbicara di telepon sambil berbicara berhadap hadapan
pasti berbeda. Aku perlu teman ngobrol Katherine, sungguh.”
“Puteri aunty, Pamela, dia kan
bisa ngobrol dengan Aunty.”
“Ah, dia selalu sibuk dengan teman temannya. Dia hampir tidak punya waktu
untukku.”
“Kenapa dulu aunty tidak memberi Pamela adik? Sehingga ada banyak
anak yang bisa menemani aunty.”
“Huh, kau pikir aku tidak berusaha!” Ny. Laurie tertawa. “Tapi ya karena
dikasihnya cuma satu oleh Tuhan, ya aku syukuri saja.”
“Iya sih,” gumam Katherine.
“Sayang, kau bekerja di de Amaryllis saja
ya? Kau tidak perlu khawatir tentang penginapan. Ada rumah khusus untuk para
karyawan untuk menginap di sana. Rumah itu disediakan untuk karyawan yang rumahnya jauh atau yang rumahnya di luar kota.”
“Aunty aku kan mau buka toko roti dan kue seperti Mrs. Green.”
“Ah, nanti saja, itu gampang. Nanti saja. Ayolah sayang, nanti kalau akhir
pekan kita bisa belanja bareng, masak bareng.”
“Aunty aku tidak bisa.. aku..”
“Kau belum melihat lihat tempat tempat indah di Spanyol kan? Aku akan
mengajakmu jalan jalan dengan diantar supirku.”
Satu satunya tempat disana
yang aku sukai hanya de Cortijo. Ujar Katherine dalam hati.
“Mungkin lain waktu Aunty. Aku
juga sekarang baru pulang ke rumah orangtuaku. Mereka berharap aku tinggal lama
di sini dan..”
“Aku akan memberimu gaji besar Katherine.”
“Uang bukan masalah. Aku punya cukup uang Aunty. Itulah kenapa aku ingin membuka toko roti dan kue ini. Aku
sedang mengkalkulasi biayanya. Aku punya modal untuk usaha ini.”
“Aku akan memberimu gaji dua kali lipat.”
“Aunty.”
“Tiga kali lipat Katherine. Tapi kau jangan bilang pada teman-teman di sini
gajimu segitu. Itu menjadi rahasia kita berdua.”
“Aunty.”
“Segeralah packing sayang. Aku nanti akan menjemputmu di bandara.”
Mrs. Reeve menangis terisak isak ketika melihat Katherine membereskan baju
bajunya ke dalam koper. Ia menangis histeris saat Katherine bilang baru
menerima pekerjaan dan akan bekerja di Spanyol dan entah kapan bisa pulang lagi
ke rumah.
“Kukira rumah ini sudah cukup nyaman untukmu. Kau tahu, aku dan ayahmu
cukup sulit mencari lokasi yang cocok. Lalu kami jatuh cinta pada tempat ini
dan..”
“Masalahnya bukan dirumah ibu,” Katherine menghentikan gerakannya dan
menatap ibunya bingung.
“Lalu masalahnya dimana?”
Ya, masalahnya dimana? Pikir Katherine lagi. Ia sudah punya
cukup uang sehingga tidak harus bekerja lagi. Apalagi bekerja di negeri orang.
Dia bisa membuka usaha di sini seperti yang ia inginkan. Dan dia yakin dia akan
sangat senang menjalankan usaha itu.
“Kau masih membenci ibu kan? Kau masih membenci ibu karena dulu membela
kepentingan Chayenne?”
“Tidak ibu, tidak seperti itu.”
“Demi Tuhan Katherine. Ibu sudah meminta maaf. Jangan membenci ibu terus
terusan seperti ini.”
“Tidak, aku tidak membenci ibu, aku juga sudah memaafkan ibu.”
“Tapi kenapa kau pergi lagi?”
“Aku tidak tahu, aku merasa... aku merasa harus pergi. Aku janji akan
sering mengunjungi ibu. Atau ibu yang berkunjung ke tempatku. Mau? Ya ibu dan
ayah perlu jalan jalan dan liburan sekali kali. Aku akan menunggu kalian di
sana kalau kalian pergi ke sana.”
“Terserah kau saja.”
La Amaryllis adalah sebuah bukit yang cantik yang
dikelilingi kebun bunga. Bunga bunga segar yang dijual La Amaryllis dalam bentuk rangkaian bunga, dipetik langsung dari
kebun bunga perusahaan.
Letak kebun bunga itu ada di sekitar perbukitan Villa keluarga Ortega. Terbentang
luas dari sisi Timur ke sisi Barat. Ada berbagai macam bunga di sana, ada bunga
tulip, bunga matahari, bunga ros, bunga bougenville, bunga lavender dan
tentunya bunga Amaryllis. Beberapa bunga tumbuh dan berkembang di rumah kaca,
beberapa diantaranya lagi ditanam di alam terbuka. Penanaman bunga bunga itu
disesuaikan dengan suhu dimana bunga bunga itu biasa tumbuh.
Katherine betah kerja di La Amaryllis.
Seperti yang dijanjikan oleh Nyonya Laurie, gajinya tiga kali lipat lebih besar
dari teman temannya. Gaji itu langsung Katherine terima di rekening bank
pribadinya dan menjadi rahasia antara Kathrine dan Nyonya Laurie. Teman teman
kerja Katherine tak pernah tahu tentang hal ini.
Seperti di London dulu Katherine tidak harus keluar banyak uang karena ia
tidak harus menyewa penginapan atau apartemen karena tempat tinggal sudah
disediakan. Makan siang juga sudah disediakan perusahaan sehingga Katherine dan
teman teman hanya harus mengeluarkan uang untuk sarapan dan makan malam.
Karena rumah tempat tinggal mereka bentuknya seperti rumah biasa yang
terdiri dari sepuluh kamar dengan satu dapur, satu ruang makan dan satu ruang
tamu dan kamar mandi sendiri sendiri di kamar mereka, maka biasanya mereka
patungan menyediakan bahan baku makanan untuk sarapan dan makan malam mereka. Kulkas
di dapur mereka selalu terisi penuh dengan buah buahan, susu, aneka minuman dan
sayuran segar. Katherine yang terbiasa memasak untuk mereka, baik sarapan
maupun makan malam. Tidak ada yang menyuruh Katherine melakukan itu, ia
melakukannya karena suka melakukannya dan karena keinginannya sendiri, dan
teman temannya sangat berterimakasih untuk hal itu.
Biaya yang Katherine keluarkan selama tinggal di La Amaryllis selain untuk keperluan makan tadi biasanya untuk keperluan
sehari hari seperti keperluan beli perlengkapan mandi dan kosmetik. Untuk baju
Katherine termasuk jarang berbelanja baju karena baju karyawan bentuknya
seragam dan sudah disediakan oleh perusahaan. Bentuk seragamnya sederhana,
hanya jeans, kaos dan sepatu kets. Sehingga sangat nyaman jika digunakan sehari
hari untuk bekerja. Hanya di bagian marketing yang mengenakan baju resmi karena
mereka harus keluar perusahaan untuk bertemu dengan para client untuk memasarkan
produk bunga mereka. Client client tersebut
biasanya adalah para Wedding Organizer
atau Event Organizer. La Amaryllis banyak melakukan kerjasama
dengan mereka dengan menyediakan bunga bunga yang mereka minta.
Dengan sedikitnya pengeluaran Katherine selama bekerja di La Amaryllis, maka otomatis
Katherine bisa menabung uangnya lagi seperti saat ia bekerja di Williams Property dulu, sehingga dengan
otomatis juga tabungan Katherine jadi tambah banyak.
Katherine kadang tak mengerti
dengan jalan hidupnya. Untuk urusan percintaan ia kurang berhasil, tapi untuk
urusan karir ia terbilang cukup berhasil. Tapi semua itu Katherine nikmati dan
syukuri. Katherine masih belum mau berkencan dengan siapapun lagi. Ia masih
trauma dengan kejadian yang menimpa dirinya.
Ia sudah berhasil melupakan Jack.
Ia juga sudah berhasil melupakan Brian. Dan tidak mencintai mereka lagi. Tapi
Katherine merasa ia tak akan bisa menghandle
semuanya lagi kalau ia harus mengalami kejadian yang sama untuk yang ketiga
kalinya. Itulah kenapa ia bersikap sangat hati hati jika berurusan dengan
perasaan. Dan jika berurusan dengan para pria. Padahal ada beberapa teman pria
Katherine di tempat kerja yang mengajak Katherine hang out atau mengajak kencan secara langusng tapi Katherine selalu menolak tawaran mereka dengan halus.
Hanya karena dua pria brengsek
seperti Jack dan Brian, maka Katherine cenderung takut pria lainnya seperti
mereka; tidak setia dan materialistik. Jack dan Brian mengejar uang karena keduanya
menikahi wanita kaya raya seperti Chayenne dan Broke.
Katherine sebenarnya sadar, tidak
semua pria sama seperti Jack atau Brian, tapi tetap saja ia belum mau membuka
hatinya lagi untuk siapapun.
Diawal kedatangan Katherine di rumah karyawan La Amaryllis, yang tinggal di rumah karyawan itu delapan orang dan
kesemuanya karyawan wanita karena hanya karyawan wanita yang boleh menginap di
sana. Tapi seiring berjalannya waktu, ketika mereka satu persatu ada yang
menikah, jumlah karyawan wanita yang tinggal di sana tinggal empat orang;
Katherine, Ursula, Deborah dan Jane, karena
karyawan yang sudah menikah juga tidak boleh tinggal di sana. Rumah itu
disediakan bagi mereka yang masih lajang.
Ursula, Deborah dan Jane sangat baik dan menyenangkan. Tiap akhir pekan
atau saat mereka libur mereka gantian mengajak Katherine main ke rumah mereka
yang terletak di luar Seville, hanya Katherine yang tidak bisa mengajak mereka
main ke rumahnya karena rumah Katherine berbeda benua alias sangat jauh.
Katherine punya kamar sendiri di rumah karyawan La Amaryllis. Rumah karyawan itu terletak beberapa kilometer dari
kantor utama. Katherine dan teman teman yang menginap di rumah karyawan pulang
pergi ke tempat kerja dengan menggunakan mobil perusahaan.
Sesekali mobil itu pula yang digunakan Katherine pergi ke De Cortijo. Katherine menyetir sendiri
mobil perusahaan yang digunakannya. Kadang Katherine punya keinginan untuk beli
mobil sendiri agar ia bisa bebas pergi ke tempat yang ia suka tanpa harus antri
menggunakan mobil perusahaan, karena seperti dirinya, teman temannya yang lain juga suka
menggunakan mobil itu untuk keperluan mereka.
Tapi niat Katherine untuk beli mobil tidak jadi dilaksanakan karena
Katherine tidak tahu berapa lama ia akan kerja di La Amaryllis. Kelak kalau Katherine harus kembali ke negaranya,
mobil itu masih harus ia jual dan ia malas melakukan itu. Akhirnya jika Katherine
sedang tidak bisa mengendarai mobil perusahaan ke de Cartijo, ia ke sana biasanya naik bis atau kereta.
Diantara waktu luangnya yang lain Katherine sering menemani Nyonya Laurie
berbelanja. Terkadang mereka berdua jalan jalan melihat lihat obyek wisata di
Seville seperti museum, taman, pusat pusat kesenian dan obyek wisata lainnya.
Tapi hanya Katherine yang sering diajak Nyonya Laurie jalan jalan, Nyonya Laurie tak
pernah mengajak karyawan wanitanya yang lain jalan jalan. Katherine kadang
merasa tak enak dengan hal itu, tapi teman temannya tidak ada yang iri dengan
keakraban Katherine dengan Nyonya Laurie.
Waktu yang dihabiskan Nyona Laurie dengan Katherine malah lebih banyak
dibandingkan waktu yang Nyonya Laurie habiskan dengan Pamela.
Walau Pamela tinggal bersama orangtuanya, tapi ia lebih sering pergi
keliling dunia bersama teman temannya. Pamela tidak mau bekerja. Pekerjaannya
hanya menghabiskan uang.
Suara kicau burung dan ringkikan kuda di kejauhan sudah menjadi suara yang
khas yang biasa Katherine dengar di pagi hari di de Cartijo.
Katherine bangun dengan enggan. Ia malas memikirkan nanti sore harus pulang kembali ke La Amaryllis karena besok ia harus
kerja seperti biasanya.
Rasanya ia masih ingin tinggal di de
Cartijo memanen jeruk sampai jeruknya habis dipanen.
Ingat jeruk jeruk itu Katherine akhirnya bangun dari tempat tidur. Ia harus
mandi dulu lalu sarapan dan pergi ke kebun untuk memetik jeruk.
Baru saja Katherine mau pergi ke kamar mandi, pintu kamarnya tiba tiba
diketuk seseorang. Katherine segera membuka pintunya, dan Lupita masuk sambil
membawakan sarapan untuk Katherine.
“Wah, kau baik sekali, aku kan bisa turun dan sarapan sendiri di dapur.”
“Itulah masalahnya," Lupita tersenyum, "dapur sedang ramai.”
“Ramai?”
“Iya. Miss Cassandra baru datang dengan teman temannya. Mereka sekarang
lagi sarapan di dapur, ya aku khawatir kau nanti merasa tak enak saja kalau sarapan di dapur bersama mereka.”
“Kenapa sarapannya di dapur sih? Ya walau di sana ada meja makan panjang
dari kayu dan kursi kayu yang panjang untuk sarapan yang bisa menampung orang banyak, tapi kan ruang makan lebih enak tempat duduknya, lebih
empuk.”
“Entahlah, aku juga jadi merasa terganggu. Aku dan teman teman
kan pagi pagi begini biasanya bergosip di sana.”
Katherine tertawa, “ya sudah nanti aku sarapan di kamar. Makasih ya Lupita
sudah membawakan sarapan untukku.”
“Iya, sama sama.”
Katherine baru menuang air dingin ke dalam gelas dan baru mau minum ketika
beberapa orang masuk ke dapur de Cartijo yang
luas. Hari ini cuacanya cukup panas sehingga Katherine terus terusan merasa
haus.
“Aku sudah cukup bahagia ketika mendengar kabar kau akan menikah lagi
Cassie, tapi kemudian batal lagi, please deh.”
Katherine mengintip dari celah kulkas yang dibukanya siapa yang sedang
ngobrol, ternyata Cassandra dan teman temannya.
“Yah mungkin aku dan Alex memang belum berjodoh. Tidak apa apa. Tidak
masalah kok buatku.”
“Herannya lagi, Marvin sampai saat ini juga belum menikah lagi. Kenapa kau
tidak rujuk saja dengannya lagi. Kau sebenarnya sangat cocok dengannya.”
“Apa?” teman teman Cassandra yang lain berteriak kaget.
“Samantha mau dikemanain. Kau ini aneh aneh saja idenya Pat.” Cassandra
tertawa.
“Tidak aneh ah, kupikir ya siapa tahu kalian bisa bersama lagi. Siapa
tahu.”
“Kalo bicara Marvin aku menyerah.” Ujar Cassandra lagi. “Ada satu hal yang
kalian tidak ketahui. Marvin tak pernah mencintaiku.”
“Apa?!” teman temannya berteriak berbarengan.
“Tidak mencintaimu, tapi pernikahan kalian bertahan sampai delapan tahun?”
“Aku justru heran bisa bertahan selama itu.” Cassandra kembali tertawa.
“Marvin menikahiku karena ingin punya pewaris, ia perlu seorang dua orang atau
tiga orang ahli waris untuk melanjutkan kerajaan bisnis keluarga Guilarmo. Aku
mau menikah dengannya karena aku jatuh cinta padanya. Aku sangat mencintainya.
Saat itu kupikir cintaku yang besar untuknya cukup untuk kami berdua dalam mengarungi bahtera rumah tangga kami, tapi
ternyata tidak cukup. Marvin sangat sulit kuraih. Hatinya, pikirannya,
perasaannya. Saat dekat dengannya, atau
bahkan saat berada di pelukannya aku tetap merasa begitu jauh. Karena Marvin tidak pernah benar benar membiarkan aku masuk ke ke dalam hatinya secara utuh. Kalian tahu, semacam ada batasan gitu. Dan batas itu selalu membentang lebar diantara kami, tak bisa kudobrak atau apa. Dan ketika akhirnya
aku merasa putus asa karena tidak tahu harus bagaimana lagi memperjuangkan
cinta kami, akhirnya aku menyerah. Dan kami bercerai. Tapi menurutku memang itu yang
terbaik. Kurasa, kami sekarang bahagia dengan kehidupan kami masing masing.”
Katherine cukup terkejut dengan pembicaraan Cassandra dan teman temannya dan tentang curahan hati Cassandra tentang diri Marvin.
Katherine tidak bermaksud untuk menguping. Tapi perbincangan itu terjadi dengan
sendirinya. Ia jadi bingung dengan apa yang harus dilakukannya, sehingga ia
terus berdiri di depan kulkas tanpa ada seorangpun yang tahu ia di sana. Ia
berharap ada orang lain yang masuk ke dapur sehingga Cassandra dan teman
temannya bisa cepat cepat pergi dari dapur.
“Aku tetap tak percaya kalau Marvin tak mencintaimu. Masa sih Cassie,
please deh.”
“Aku rasa dia berusaha untuk belajar mencintaiku. Dan terus berusaha. Tapi
entahlah, sepertinya usahanya tak berhasil.”
“Mungkin usahanya kurang sungguh sungguh!” seru temannya diiringi derai
tawa teman temannya yang lain.
“Mungkin, entahlah.” Gumam Cassandra lagi.
Sial. Katherine kebingungan. Kapan sih mereka pergi? Aku harus kembali ke kebun. Katherine
pernah berkenalan dengan Cassandra beberapa tahun lalu. Saat perkenalan itu
terjadi ia dan Mirella sedang naik kuda. Cassandra kemudian ikut berkuda dengan
mereka. Tapi sebatas itu, selebihnya, mereka tidak terlalu akrab, hanya say hello kalau ketemu, lalu sibuk
dengan urusan sendiri sendiri. Tidak pernah ngobrol akrab atau apa. Jadi sekarang, Katherine juga malas untuk say hello dengan Cassandra lagi atau sekedar berbasa basi.
“Tapi kupikir,” suara Cassandra terdengar lagi. “Marvin belum bertemu
wanita yang tepat saja. Wanita yang benar benar memahami dirinya. Yang membuat
dirinya atau hatinya merasa nyaman.”
“Jadi sama sepertimu, Cecil juga tidak membuat dirinya atau hatinya nyaman?”
“Oh ayolah Pat. Pernikahanku bahkan lebih lama dari Cecil. Kau tahu Cecil
seperti apa. Dia sangat manja. Amat sangat manja. Dan apa ya, aku susah
menggambarkannya. Aku bahkan dulu tak paham bagaimana Marvin bisa sampai
menikahinya. Cecil bukan tipe Marvin sama sekali. Marvin suka wanita yang
mandiri tidak seperti Cecil yang selalu menggantungkan hidupnya pada bantuan
orang lain. Kau lihat sekarang berapa banyak personnal assistennya? Kau lihat
berapa banyak bodyguard yang dia
punya? Jumlah bodyguardnya bahkan
ngalahin bodyguard Mirella dan Maddy.
Dia pikir siapa yang akan menculik dia? Terus kalau dia diculik seseorang, Marvin mau
nyediain uang tebusan gitu untuk membebaskannya?”
Teman teman Cassandra langsung tertawa, tapi tawa mereka terhenti ketika
Nyonya Grida masuk ke dapur diiringi Lupita dan tiga pelayan lainnya.
“Maaf mengganggu Miss Cassandra, kami mau menyiapkan makan siang.” Ujar Nyonya Grida
sopan.
“Ya, baiklah. Aku ke ruang depan sekarang. Dan tolong bawakan salad buah
untukku.”
“Baik.”
Katherine langsung bernafas lega ketika dilihatnya Cassandra dan teman
temannya berlalu dari dapur.
Sial. Tadi terlalu banyak
yang aku dengar. Gerutu
Katherine dalam hati. Ia sebenarnya tak pernah perduli dengan urusan orang lain
dan tidak mau terlalu ikut campur. Tapi apa yang didengarnya membuat ia
bertanya tanya kenapa hidup Marvin dan kisah cintanya serumit itu.
BAB DUA
RAMOS
Ramos memperhatikan kepergian Katherine dari atas kuda yang sedang
dinaikinya dengan tatapan kecewa. Ia selalu kecewa kalau melihat Katherine
keluar dari area de Cartijo. Ia
selalu ingin Katherine berada disini. Karena ia bisa melihat wajah cantiknya
atau senyum ramahnya setiap saat.
Katherine orangnya benar benar menyenangkan. Ia ramah dan sopan pada semua
orang. Matanya selalu berbinar indah bila ia sedang menceritakan sesuatu yang
menyenangkan. Dan matanya akan terlihat
sedih kalau ia bercerita tentang sesuatu yang tidak ia sukai. Mata Katherine
sangat ekspresif. Ramos hampir tahu Katherine sedang sedih atau gembira hanya
dengan memperhatikan tatapan matanya.
Katherine pergi dengan mengendarai mobil pick up milik perusahaan La
Amaryllis. Dan Ramos paling tidak
suka kalau Katherine datang ke de Cortijo
dengan mengendarai mobil sendiri seperti itu karena ia tak punya alasan untuk mengantar
Katherine ke stasiun atau ke terminal bis kalau Katherine harus kembali ke La Amaryllis.
Bahkan suatu kali, ketika cuaca sedang tidak bersahabat, Ramos pernah
mengantar Katherine pulang sampai ke rumah karyawan La Amaryllis di Seville. Saat itu Ramos benar benar khawatir Katherine kenapa kenapa di jalan padahal hari sudah malam.
Sampai di rumah karyawan La Amaryllis Katherine langsung membuatkan minuman
coklat panas untuknya dan sup makaroni panas sebagai ucapan terimakasih.
hot chocolate drink |
Dari situlah ia mulai jatuh cinta pada Katherine. Dan Ramos tak percaya
perasaannya pada Katherine masih tetap sama seperti empat tahun lalu.
“Ia tak akan pernah tahu perasaanmu kalau kau tidak mengungkapkannya,” Ramirez,
adik Ramos tiba tiba sudah berada di samping Ramos. Kuda yang Ramirez naiki menjejeri kuda Ramos. “Mau sampai kapan kalau kau terus memendam perasaan seperti ini,” ujar Ramirez
lagi. “Harus ada akhir dari semua ini. Kau tahu, ibu dan ayah terus menuntut
kita untuk segera menikah. Tidak penting diantara kita siapa duluan, yang
penting kita berdua cepat cepat memberi mereka cucu. Dan aku mempersilahkan kau
untuk menikah lebih dulu,” Ramirez tiba tiba tertawa. “Jadi, tunggu apalagi.
Lamar Katherine sekarang juga, nyatakan perasaanmu dan ajak Katherine menikah.”
“Kau gila. Berkencan denganku saja Katherine belum tentu mau, ini menikah?”
teriak Ramos kesal.
“Kau tak akan pernah tahu kalau kau tidak mencoba mengajak dia kencan.
Ayolah Ramos, aku sangat mendukungmu. Aku juga ingin punya kakak ipar cantik
seperti dia!”
Katherine memegang handphone-nya
dengan perasaan bingung. Ramos baru mengajaknya pergi makan malam. Dan dia
tidak mau pergi makan malam dengan Ramos karena kalau ia menerima, Ramos akan
berharap banyak padanya, padahal Katherine tak mau itu terjadi. Tapi ia bingung
cara menolak permintaan Ramos karena selama ini Ramos selalu baik dan
memperhatikan dirinya.
Katherine tahu selama ini Ramos diam diam menyukainya. Dan Katherinepun
menyukai Ramos, tapi hanya sebatas teman, tidak lebih dari itu.
“Katherine, aku menunggu jawabanmu. Makan seafood bareng di pinggir pantai dengan langit malam yang indah dan
cerah yang ditaburi bintang bukan permintaan yang aneh kan?”
Katherine langsung memijit kepalanya yang tiba tiba terasa sakit, “Begini
Mr. Perez.”
“Ramos, kau biasanya memanggil namaku saja. Ada apa denganmu?” Protes Ramos
langsung. Ia tidak suka Katherine bersikap formil seperti itu padanya. Seperti
ada batasan.
“Maap, begini Ramos. Aku mau pergi denganmu hanya sebagai teman, ok? Ma..
maksudku, kau tahu, kalau lebih dari itu aku tak bisa..”
“Kau punya pacar Katherine?”
Katherine diam. Ia ingin menghentikan harapan Mr. Perez pada dirinya dengan
mengatakan iya, tapi Katherine tidak mau berbohong.
“Tidak.”
“Syukurlah.” Ramos langsung menarik nafas lega. “Jadi aku tak perlu
khawatir kalau nanti ada seseorang yang menonjokku dengan tiba tiba.”
“Ramos, tapi..”
“Tidak masalah sebagai temanpun Katherine. Aku akan menjemputmu besok jam
delapan malam. Ok?” Jadi supirmu, jadi
bodyguardmu pun tak masalah buatku asal aku bisa bersamamu. Lanjut Ramos
dalam hati.
Katherine makan dengan lahapnya. Ia sudah menghabiskan dua piring tigres, satu piring paella dan segelas cokelat hangat. Masih ada camilan olive tapenade yang belum ia habiskan.
Tigres adalah sekumpulan seafood yang
dicacah dan dihaluskan, ditambah dengan bumbu-bumbu pilihan menjadi bahan
bakunya. Cara masaknya dengan dipanggang bersamaan dengan keju parmesan.
tigres |
Sementara olive tapenade adalah roti dengan olesan gilingan daging ikan segar
dan potongan tomat diatasnya.
Olive tapenade |
Katherine suka sekali makan dan
ia selalu menikmati betul makanan apapun yang ada di hadapannya, seperti malam
ini.
Ramos tersenyum lebar
memperhatikan Katherine makan. Ia masih tak percaya Katherine sekarang berada
di hadapannya walau sebagai teman.
Persetan dengan teman
yang dimaksud Katherine. Ujar Ramos dalam hati. Yang penting malam ini aku
bahagia bisa bersamanya.
Sejak awal Katherine merasa
keputusannya menerima ajakan Ramos makan malam adalah salah. Katherine tahu
akan ada dampak dari keputusannya itu, dan benar saja. Teman temannya di La Amaryllis mulai ribut
memperbincangkan kencan Katherine dengan Ramos. Mereka mulai menggoda
Katherine.
Dan julukan ‘si gunung es mulai
cair pun’ disematkan teman teman Katherine pada diri Katherine. Menurut mereka
Ramos tampan sekali, dan ia cocok sekali jadi pacar Katherine.
Oh tentu saja. Gerutu Katherine dalam hati. Jack juga tampan sekali. Dan Brian juga tampan sekali. Tapi lihat apa
yang sudah diperbuat “mereka yang tampan sekali” itu padaku?
Sikap skeptis Katherine ternyata terus berlanjut. Dan Katherine tidak
bisa dipaksa untuk menyukai Ramos lebih dari sekedar teman.
Perasaan Katherine sekarang benar
benar tersiksa, dan hal itu diperparah dengan senyum manis nyonya Grida padanya
ketika tadi menyapa Katherine dengan kata-kata “calon menantuku yang cantik”
saat Katherine baru tiba di de Cortijo
sore tadi.
Ya Tuhan, sepertinya seluruh
dunia tahu aku pergi makan malam dengan Ramos kemarin malam. Bahkan Lupita pun tahu!
“Oh, itu indah sekali. Aku nanti
jadi pendamping pengantinmu ya jika kau menikah nanti,” celoteh Lupita saat
membawakan Katherine minuman jahe hangat. Katherine terbiasa minum jahe hangat
kalau mau tidur agar badannya terasa hangat.
hot ginger drink |
“Tidak ada yang akan menikah
Lupita. Khayalanmu terlalu tinggi.”
“Tapi Ramirez bilang kau akan
jadi kakak iparnya.”
“Biar saja Ramirez berpendapat
begitu. Tapi aku tidak akan jadi kakak iparnya.”
“Jadi kau tidak akan menikah
dengan Ramos?” Lupita terlihat kecewa.
“Tidak, kan tadi aku sudah bilang tidak.”
“Nyonya Grida pasti kecewa
sekali.”
“Ya, aku menyesal nyonya Grida
kecewa.”
“Padahal Nyonya Grida baik
sekali.”
“Lupita,”
“Ya?”
“Aku mau tidur sekarang. Selamat
malam. Mimpi yang indah.”
Lupita lalu keluar dari
kamar Katherine dengan wajah cemberut.
BAB
TIGA
MADDY
Pagi yang cerah. Matahari
bersinar hangat menerobos jendela kamar Katherine di de Cartijo. Katherine tidur sangat nyenyak semalam.
Dan ketika terbangun tadi, yang
ada di pikiran Katherine adalah ia tidak akan menerima ajakan Ramos lagi, kemanapun,
karena itu akan menimbulkan gossip yang tidak tidak seperti yang didengarnya
sekarang.
Hmm.. aku menyesal harus membuat Nyonya Grida kecewa. Padahal dia baik
sekali. Habis mau bagaimana lagi. Aku kan
nggak suka pada Ramos. Ujar Katherine dalam hati.
Katherine merasa lega karena hari
ini keluarga Perez sedang pergi ke Granada
karena ada saudara mereka yang sedang melangsungkan pernikahan di sana . Jadi ia tak harus
bertemu Ramos hari ini. Dan ia bebas
melakukan kegiatan yang ia sukai.
Melihat matahari yang bersinar
hangat, Katherine berencana untuk jalan jalan saja di jalan jalan setapak
sekitar perkebunan untuk mencari murbai seperti yang biasa ia lakukan.
Katherine lalu mandi dan berganti
baju. Ia sedang ingin berpenampilan feminine sehingga ia mengenakan dress putih panjang dengan pita pink,
sepatu boot dan topi lebar.
“Ya ampun Katherine, kau cantik
sekali pagi ini.” Amanda, salah satu pelayan yang menjadi teman baik Lupita
tersenyum lebar menatap Katherine ketika Katherine memasuki dapur. “Aku
terbiasa melihat kau memakai jeans dan kaos saja.”
“Dia kan sedang jatuh cinta,” Lupita menimpali,
“makanya penampilannya cerah seperti hatinya.”
“O ayolah Lupita jangan mulai
lagi, jangan menggodaku terus seperti ini.”
Lupita tertawa, “ini keranjangmu,
petik murbai yang banyak ya. Kita bikin salad buah murbai special nanti siang.”
Katherine menerima keranjang
kecil yang diberikan Lupita lalu keluar dari dapur menuju halaman yang luas.
Di depan teras Katherine merasa
heran ketika melihat sebuah mobil memasuki pekarangan de Cartijo. Mobil itu kemudian berhenti tidak jauh dari Katherine.
Tidak lama kemudian, Nyonya Annabel,
ibu Marvin keluar dari mobil sambil menggendong Maddy, cucunya, diikuti Sarah
dan Carmen, dua babysitter Maddy.
“Apa kabar Nyonya Annabel, senang
bertemu Anda lagi,” sapa Katherine sopan. Katherine pernah berkenalan dengan
Nyonya Annabel saat Nyonya Annabel berkunjung ke de Cartijo. Saat itu Nyonya Laurie yang memperkenalkan Nyonya Annabel
padanya.
“Kabarku baik Katherine,
terimakasih.” Senyumnya ramah. “Kau mau kemana?”
Katherine tertawa, “jalan jalan
di sekitar sini. Siapa tahu ada buah murbai masak yang bisa dipetik.”
“Ya, cuacanya memang enak untuk
jalan jalan.”
“Aku ikut!” teriak Maddy yang
berada dalam gendongan Nyonya Annabel. Maddy langsung memberontak ingin turun.
“Aku ingin memetik buah murbai.”
“Sayang, kita baru sampai, kita
istirahat dulu,” kata Nyonya Annabel pada cucunya.
“Tidak, aku ingin ikut.”
“Aku akan mengajaknya kalau Anda
tidak keberatan,” ujar Katherine.
“Baiklah, hati hati ya.” Nyonya
Annabel lalu menurunkan Maddy dari gendongannya. Maddy berteriak senang saat
Katherine menuntunnya. Katherine cukup sering jalan jalan dengan Maddy seperti
itu sehingga Maddy tidak takut padanya.
“Sarah, Carmen, bawa perlengkapan
Maddy ke kamarnya,” ujar Nyonya Annabel kemudian pada kedua babysitter Maddy.
Di sepanjang jalan yang mereka
lalui Maddy terus berceloteh. Kadang celotehannya diiringi nyanyian. Ia dan
Katherine akhirnya menyanyikan lagu lagu yang diajarkan guru Maddy di sekolah.
Maddy bersekolah di suatu playgroup di
Seville. Maddy dan Mirella, kakaknya, bersekolah di suatu sekolah swasta bonafid yang penjagaan sekolahnya cukup
ketat.
Mereka sesekali datang ke de Cartijo. Dan sama seperti sekolah
Maddy yang penjagaannya ketat, wilayah de
Cartijo juga dibatasi dan dikelilingi pagar besi yang sangat tinggi
sehingga tidak semua orang bisa dengan mudah masuk ke wilayah de Cartijo.
Bahkan di pintu gerbang masuk, ada pos security tersendiri yang dijaga tiga orang security untuk menyeleksi siapa siapa saja tamu yang boleh masuk ke
de Cartijo dan apa keperluan mereka
di de Cartijo. Itulah kenapa
Katherine merasa aman mengajak Maddy jalan jalan seperti ini. Padahal biasanya
selain didampingi dua babbysitternya
kemana mana Maddy dijaga dua bodyguard.
Ketika keranjang murbainya sudah
penuh, Katherine mengajak Maddy pulang. Tapi Maddy tidak mau, ia sekarang mulai
memetiki bunga liar.
Nyonya Annabel sedang menikmati
kopinya ketika Marvin tiba tiba duduk dihadapannya, di ruang keluarga de Cartijo.
“Ya Tuhan Marvin, kapan kau
datang? aku tidak mendengar suara mobilmu.”
“Ibu, apa yang sudah ibu
lakukan,” seru Marvin langsung tanpa menjawab pertanyaan ibunya. “Ibu membawa
Maddy ke sini tanpa memberitahuku.”
“Kau tadi sedang tidur, aku tidak
mau mengganggu tidurmu.”
“Tapi Ibu bisa menungguku
bangun.”
“Kalau menunggumu ibu bisa siang
sampai sini. Nanti sore ibu harus mengajak Maddy pulang lagi karena besok Maddy
sekolah. Mirella masih bersama ibunya? Dia tidak ikut denganmu?”
“Masih. Mirella baru diantar
pulang nanti malam, kakek neneknya dan adik adik Cassandra ingin bertemu, katanya
Mirella sudah lama tidak mengunjungi
mereka.”
“Ya sudah, aku mau bilang Lupita
untuk membuatkan kau minuman. Kau mau minum apa?”
“Tidak usah. Aku mau bertemu
Maddy.” Marvin langsung berjalan ke kamar anaknya.
“Marvin, Maddy sedang..”
Tapi Marvin keburu hilang dibalik
pintu.
Kedatangan Mr. Guilarmo yang tiba
tiba membuat Sarah dan Carmen berteriak saking kagetnya. Mereka sedang
membereskan mainan Maddy ketika Mr. Guilarmo masuk ke kamar Maddy.
“Maddy tidur?” Tanya Marvin
langsung
“Ti..tidak Mr. Guilarmo.”
“Tidak? Lalu dia dimana?”
“Dia sedang jalan jalan.”
“Jalan jalan dimana?”
“Di luar sana tuan, di halaman.”
“Di halaman? Dan apa yang kalian
lakukan disini? MADDY BERSAMA SIAPA?”
“Marvin, jangan panik. Maddy baik
baik saja.” Nyonya Annabel menyusul Marvin ke kamar Maddy.
“Inilah yang aku khawatirkan dari
Ibu. Ibu selalu bersikap sembrono seperti ini.”
“Baik, ibu akan menyuruh
seseorang untuk mencari Maddy dan menyuruh Maddy pulang sekarang juga.”
“Tidak usah, biar aku cari
sendiri saja.”
Marvin mengernyitkan kening
ketika akhirnya melihat Maddy. Maddy sedang bersama seorang wanita berbaju
putih, memetiki bunga liar sambil bernyanyi twinkle twinkle little star.
Marvin heran bagaimana mungkin
Maddy bisa akrab seperti itu dengan seseorang. Maddy termasuk susah akrab
dengan orang lain. Kecuali dirinya, ibunya, neneknya dan babbysitternya Maddy tidak akan mau tangannya digenggam erat
seperti itu. Bahkan bibi Laurie atau paman Paul selalu tidak berhasil jika
ingin menggendong Maddy. Lebih parahnya lagi, Maddy suka menjerit ketakutan
kalau melihat Pamela. Jadi tidak heran kalau sekarang Maddy dan Pamela bermusuhan.
Marvin baru mau melanjutkan
langkahnya ketika Ramirez tiba tiba datang menghampirinya.
“Mr. Guilarmo, aku tidak tahu
Anda akan datang hari ini. Anda mau berkuda, biar saya siapkan kuda Anda.”
“Nanti saja Ramirez. Kau tahu
siapa wanita yang bersama Maddy sekarang?”
Ramirez memperhatikan arah yang
ditunjuk Marvin dan langsung tersenyum lebar. “Oh.. dia Miss. Reeve, karyawan
Nyonya Laurie di La Amaryllis. Ia
cukup sering ke sini kok sehingga ia cukup akrab dengan nona Maddy. Nona
Mirella juga sering minta ditemani naik kuda kalau kebetulan mereka bertemu
disini.”
“Begitu?”
“Iya.” Ramirez kemudian tertawa,
“Anda tahu tuan, kakakku sangat
menyukainya. Aku berharap suatu hari nanti mereka bisa berjodoh dan menikah.
Aku ingin punya kakak ipar cantik seperti dia. Keponakanku nanti juga pasti
cantik seperti dia.”
“Ayah!” Maddy tiba tiba berteriak
memanggil Marvin.
Marvin langsung melambaikan
tangannya pada Maddy.
Katherine yang mendengar Maddy
berteriak memanggil ayahnya langsung berdiri dan membersihkan ilalang ilalang
yang menempel di bajunya.
Akhirnya, aku bertemu juga dengan Mr. Guilarmo yang terkenal itu.
“Terimakasih sudah mengajak
anakku jalan jalan.” Ujar Marvin ketika sudah berhadapan dengan Katherine.
“Sama sama Mr. Guilarmo. Maddy
senang melakukannya.” Katherine tersenyum.
“Aku memetik murbai. Aku memetik
murbai,” Maddy menjerit jerit senang.
“Iya. Ayah lihat.”
“Katherine, nanti sore aku boleh
ikut mobilmu?” Tanya Ramirez pada Katherine.
“Biar aku yang menyetir.”
“Memang kau mau kemana?”
“Granada . Aku tadi tidak ikut keluargaku ke sana , baru nanti sore aku
menyusul.”
“Tapi aku tidak bisa mengantarmu
sampai Granada .”
“Tidak apa apa, dari Seville aku naik bis
saja.”
“Oke, tidak masalah.” Katherine
lalu membereskan keranjang murbainya. “Aku mau ke dapur dulu,” ujar Katherine
kemudian ke arah Marvin. Senang bertemu
dengan Anda Mr. Guilarmo, anak anak
Anda sangat lucu dan cantik, aku sangat menyukai mereka, lanjut Katherine
dalam hati.
Marvin mengangguk, “ya,
silahkan.”
“Bye bye Maddy cantik.”
“Bye bye Katie cantik.”
Katherine tertawa. Ia berlalu
sambil melambaikan tangan pada Maddy. Maddy sedang sangat senang menirukan kata
kata orang lain. Dan Katherine benar benar menyukainya. Ia sangat lucu dan
menggemaskan.
Sampai di dapur, Katherine
langsung menyerahkan keranjang murbainya pada Lupita. “Ini murbaimu. Aku mau
ganti baju dulu.”
“Kau cantik dengan baju itu,
kenapa ganti sih.”
“Bajuku kotor kena lumpur,”
Katherine tersenyum.
“Ya sudah, makan siang bantu aku
masak ya. Nyonya Grida sedang tidak masuk kerja. Nyonya Annabel dan Mr.
Guilarmo sedang ada di sini. Aku takut masakanku tidak enak. Nyona Grida yang
tahu betul selera mereka seperti apa.”
“Baiklah, nanti aku membantumu
menyiapkan makan siang.”
Katherine bolak balik di kamarnya
dengan gelisah. Dia tak tahu kenapa
hatinya jadi berdebar kencang seperti ini. Sejak bertemu Marvin untuk pertama
kalinya barusan, Katherine merasa badannya meriang.
Tatapan mata dan senyum Mr. Guilarmo membuatnya meleleh. Ya Tuhan, senyum Mr. Guilarmo menarik sekali. Aku tahu dari dulu aku menyukainya dengan
mendengar cerita tentang dirinya, dengan membaca atau mendengar berita tentang
dirinya di televisi atau media massa lainnya,, tapi aku tak menyangka efek
bertemu langsung dengannya akan seperti ini. Tapi rasa sukaku muncul sebenarnya
setelah aku jatuh cinta pada anak-anaknya di awal awal kedatanganku di de
Cartijo.
Katherine sekarang jadi maklum,
kenapa Lupita, Amanda, Juana, Isabella dan gadis gadis lain di de Cartijo dan sekitarnya selalu
bersemangat bila sudah berbicara tentang diri Marvin.
Katherine akhirnya mencoba
menghalau tentang diri Marvin di pikirannya, lalu ia turun ke bawah untuk
membantu Lupita menyiapkan makan siang.
Siang ini Lupita mau bikin soup
cream dengan taburan roti gandum, dilengkapi dengan irisan bebek panggang.
Katherine bersedia bikin roti gandum karena ia dulu pernah belajar pada Mrs.
Green.
Untuk dessertnya Lupita akan membuat creme brulle dan lemon pie.
“Aku heran, kenapa Miss. Samantha
tidak ikut Mr. Guilarmo ke sini,” ujar Isabel sambil mengaduk telur dan terigu.
Isabella sedang membuat lemon pie.
Yah, mulai lagi.. gerutu Katherine dalam hati. Katherine belum
pernah bertemu dengan Samantha. Ia hanya pernah melihat Samantha diwawancara di sebuah televisi sehubungan dengan kegiatan ayahnya di bidang politik.
“Jangan mulai deh,” seolah tahu
pikiran Katherine, Amanda tertawa,
sambil tangannya sibuk mempersiapkan salad buah.
“Tidak, aku serius. Biasanya Miss.
Samantha selalu ikut kalau Mr. Guilarmo pergi ke sini.”
“Ya, benar, aku setuju denganmu
Isabel.” Juana yang sedang membuat minuman sangria
ikut berkomentar.
“Sudah, jangan bergosip. Fokus
pada kerjaan kalian.” Lupita yang biasanya senang bergosip kali ini sedang
tidak senang bergosip karena ia bertanggung jawab atas para pelayan di sana kalau Nyonya Grida
sedang pergi. Dan saat ini Lupita sedang stress mempersiapkan makan siang.
Biasanya ia tidak bertanggung jawab seperti ini. Biasanya ia hanya menuruti
perintah Nyona Grida untuk melakukan ini itu.
“Jangan.. jangan..” suara Juana
kembali terdengar, “Mr. Guilarmo dan Miss. Samantha sudah putus.”
“Juana!” Lupita, Amanda dan Isabel
teriak berbarengan.
Katherine masih duduk di depan
jendela di kamarnya sambil memperhatikan suasana sore di halaman de Cartijo yang luas. Ia selalu suka
pemandangan alam di sekitar de Cartijo
baik sore hari, pagi hari ataupun malam hari. Ia selalu suka de Cartijo.
Nyonya Annabel, Marvin dan Maddy
sudah kembali ke Seville
sejam yang lalu. Mobil mereka berjalan beriringan saat keluar pintu gerbang de Cartijo.
Katherine tidak tahu kapan bisa
bertemu Mr. Guilarmo lagi. Mr. Guilarmo lebih sering menghabiskan waktunya di Seville daripada de
Cortijo, sementara Katherine tidak pernah sekalipun berkunjung ke rumah
keluarga Guilarmo di Seville , karena dia memang
tidak pernah ada keperluan apa apa di sana .
Bahkan Nyonya Laurie yang sering bolak balik dari villa keluarga Ortega ke
mansion keluarga Guilarmo tidak pernah mengajaknya.
Tadi Katherine bertemu dengan Mr.
Guilarmo lagi saat makan siang. Katherine membantu Lupita menyediakan ini dan
itu untuk keluarga Guilarmo saat makan siang. Setelah makan siang, Marvin
menemani Maddy tidur di kamar Maddy sampai akhirnya mereka pulang.
Entah kenapa, ada rasa kecewa di
hati Katherine melihat kepergian mereka. Katherine selalu menyukai Maddy dan
tak pernah bosan bercanda dengannya. Ia selalu kangen pada Maddy dan Mirella.
Sekarang giliranku pulang. Katherine akhirnya meraih handuknya. Ia
ingin mandi dulu sebelum kembali ke Seville .
Perjalanan dari de Cartijo ke Seville ditempuh kurang
lebih selama dua jam. Kalau jam enam Katherine berangkat dari de Cortijo berarti sampai di kamarnya di
La Amaryllis jam delapan malam.
Katherine malas mandi lagi kalau sudah jam segitu. Ia ingin cepat cepat tidur.
Katherine tersenyum saat ingat
Lupita. Lupita biasanya selalu tak suka kalau melihat Katherine mau pulang. Ia
bilang ia sering kesepian kalau rumah de
Cartijo kosong. Tapi Lupita juga suka mengeluh kalau banyak tamu di de Cartijo karena katanya ia jadi capek.
Katherine jadi bingung mau Lupita apa.
Katherine memanjakan diri dengan
mandi air hangat. Badannya yang terasa pegal pegal jadi segar kembali.
Katherine kalau mandi lumayan lama, bisa satu jam-an. Karena ia suka berendam
sambil tiduran.
Keluar dari kamar mandi Katherine
merasa takjub dengan langit yang tiba tiba sudah berubah warna. Dari terang
benderang menjadi gelap pekat padahal masih jam lima sore. Dan di kamar mandi ia hanya satu
jam.
Dia sungguh sungguh tak percaya,
sejam yang lalu langit cerah dan sejam kemudian hitam pekat.
Sedang bingung memperhatikan
perubahan cuaca di luar kamarnya yang begitu drastis, Nyonya Laurie tiba tiba
menelepon Katherine.
“Katherine, Lupita barusan
meneleponku katanya disana mau hujan. Langitnya gelap.”
“Iya aunty. Aku lagi memperhatikan dari jendela kamar.”
“Kalau begitu kau menginap lagi
semalam di sana .
Besok tidak usah kerja dulu. Besok pagi kalau sudah cerah kau baru pulang.”
“Tapi aunty..”
“Keselamatanmu lebih penting
Katherine. Aku takut terjadi apa apa di jalan. Jalanan bisa sangat licin kalau
sedang hujan deras.”
“Ramirez katanya mau menemaniku
ke Seville . Ia
yang mengemudi.”
“Sudahlah, kau tetap saja
menginap. Biarkan saja Ramirez pergi. Ok?”
“Baiklah aunty.”
“Kau besok pulang naik kereta
saja. Berikan kunci mobil pada Ramirez biar Ramirez membawa mobil ke kantor.”
“Oke.” Katherine tersenyum sambil
bernafas lega karena tidak harus pulang sore ini.
Tengah malam Katherine terbangun
karena merasa haus. Katherine melihat jam di handphonenya. Ternyata jam dua belas malam lebih lima belas menit. Katherine tadi lupa membawa
beberapa botol air mineral ke kamarnya. Biasanya ia suka membawa air mineral
kalau mau tidur, karena tengah malam suka terbangun seperti ini dan suka merasa
haus.
Katherine akhirnya bangun dan
memakai jaket kamarnya dan sandalnya. Di luar hujan sedang turun dengan
derasnya disertai angin kencang dan
diselingi suara geludug dan petir sesekali.
Rumah sangat sepi karena selain
memang sudah tengah malam, de Cartijo
sedang tidak kedatangan tamu. Padahal biasanya kalau ada tamu, jam segini masih
ada saja orang bercakap cakap atau menonton televisi atau kegiatan lainnya.
Kamar Lupita, Jane, Amanda dan
yang lainnya ada di belakang rumah, terpisah dengan rumah utama. Jadi agak
susah jika harus membangunkan mereka, harus melalui pintu dapur ke arah luar
dulu baru sampai ke kamar mereka.
Tapi Katherine tak pernah takut
di rumah sendirian seperti ini. De
Cartijo sudah seperti rumahnya sendiri.
Katherine akhirnya pergi ke dapur
dan menyalakan lampu dapur. Ia lalu minum air putih.
“Lupita, kaukah itu, aku perlu
kopi dan…” Marvin masuk ke dapur dan kata katanya terhenti ketika melihat
Katherine. Wajahnya terlihat kaget, “maaf, kukira Lupita.”
Katherine seperti bermimpi
melihat Marvin berdiri dihadapannya seperti itu. Seingat dia, tadi sore ia melihat
mobil Marvin meninggalkan de Cartijo.
“Aku haus,” Katherine tersenyum,
“anda ingin kopi? Biar aku buatkan.”
“Tidak, tidak usah, aku bikin
sendiri saja.”
“Anda yakin?”
“Ya.”
“Baiklah, aku mau kembali ke
kamar sekarang.” Katherine ingin cepat berlalu dari hadapan Marvin karena
dadanya tiba tiba berdegup kencang. Tubuh Katherine juga tiba tiba meriang lagi seperti tadi pagi, saat ia
bertemu Marvin pertama kalinya. Efek bertemu Marvin ternyata selalu membuat
tubuhnya meriang.
“ehm.. Miss Reeve.” Panggil
Marvin ketika melihat Katherine mau meninggalkan dapur.
“Ya?”
“Kupikir, well, kalau kau tidak keberatan, kau bisa membuatkan kopi untukku.”
Katherine mengernyitkan kening
bingung, tadi Mr. Guilarmo menolak dibuatkan kopi, sekarang ingin dibuatkan?
“Baiklah,” Katherine akhirnya
kembali ke meja dapur ke arah alat pembuat kopi diletakkan. “Tapi saya tidak
tahu selera kopi Anda seperti apa.”
“Tidak terlalu manis.”
“Baik,” ujar Katherine sambil
tersenyum dan mulai sibuk mencari kopi dan gula.
Marvin masih berdiri di dekat
Katherine, memperhatikan gerak gerik Katherine.
“Anda bisa menunggu kopi Anda di dalam rumah, nanti saya antarkan kopi
Anda.” Ujar Katherine karena merasa risi diperhatikan terus.
“ehm… kupikir aku lapar juga. Aku
akan masak sesuatu. Coba kulihat ada apa saja di kulkas.”
Katherine bengong. Tengah malam begini Mr. Guilarmo mau masak?
“Biar aku bikin sesuatu, Mr.
Guilarmo. Anda ingin dibuatkan apa?” Katherine memperhatikan Marvin yang
mengeluarkan telur, keju, bawang bombai, daging asap dan susu dari dalam kulkas.
Katherine tahu dapur di de Cartijo
selalu penuh dengan persediaan bahan makanan, jadi apa saja bisa dibuat.
“Tidak usah, biar aku saja.
Setelah kopiku selesai, kau duduk saja di sana ,
aku akan masak sesuatu untuk kita berdua.”
Katherine langsung mencubit
tangannya, ia yakin ia sedang bermimpi. Tapi tangannya terasa sakit. Jadi ia
tidak sedang bermimpi.
“Aku tidak terbiasa makan larut
malam seperti ini Mr. Guilarmo.”
“Tidak apa apa kalau tidak mau makan, kau bisa
menemaniku makan.” Kini Marvin mengambil semangkuk macaroni kering dari stoples
macaroni. Lalu ia merebus macaroni itu dan mulai sibuk mengiris daging asap dan
bawang bombai.
~ ~
Katherine memperhatikan Marvin
makan dengan perasaan tak menentu. Marvin sedang makan macaroni schotel
bikinannya, ditemani secangkir kopi buatan Katherine. Ia makan dengan lahap. Ia
duduk di hadapan Katherine.
“Kau yakin tidak mau
mencicipinya?” tanya Marvin, “masih banyak kok, ayolah.”
Katherine memperhatikan macaroni schotel yang masih tersisa
separuh. Macaroni schotel itu ditaruh
di mangkuk kaca besar yang tahan panas. Asap masih terlihat menguap ke udara,
aroma keju bakar cukup tercium kuat menggugah selera.
macaroni schotel |
Sejenak dia tergoda untuk
mencicipi masakan Mr. Guilarmo. Karena kapan lagi ia punya kesempatan mencicipi
masakannya. Mr. Guilarmo selama ini yang Katherine tahu, tidak pernah memasak
sendiri, ia punya koki khusus untuk memasakkan apapun untuknya baik di de Cartijo atau di rumahnya di Seville . Katherine jadi
penasaran dengan rasa masakan Mr. Guilarmo. Tapi Katherine merasa yakin kalau
ia mencicipi, nanti ia tak akan bisa menelannya karena ia merasa gugup sekali.
“Masakanku mungkin tidak begitu
enak, tapi kupikir lumayanlah.” Marvin akhirnya bangkit dari duduknya,
mengambil piring dan sendok, memotong macaroni
schotel bikinannya satu potongan besar dan menyodorkannya ke hadapan
Katherine. “Sepotong macaroni schotel
yang lezat ini tidak akan membuatmu gemuk,” Marvin tersenyum ke arah Katherine.
Lalu ia berjalan ke arah dispenser, menuangkan air untuk Katherine dan
meletakkan segelas air putih di hadapan Katherine. “Dan ini air minummu.”
“Terimakasih Mr. Guilarmo.”
“Sama sama.”
Katherine akhirnya menyendok macaroni schotel bikinan Marvin,
memasukkannya ke mulutnya, mengunyahnya dan ternyata ia bisa menelan. Macaroni schotel bikinan Mr. Guilarmo
ternyata lezat sekali.
Tampan, kaya raya, dan pintar masak. Oh Tuhan, aku meleleh lagi. Teriak
hati Katherine.
“Tidak terlalu buruk kan rasanya?” ujar
Marvin sambil memperhatikan Katherine makan.
“Ini enak. Anda belajar masak
dimana? Anda terbiasa masak?”
“Kalau aku sedang ada kerjaan di
luar rumahku; di kota
lain atau negara lain misalnya, aku biasanya tidur di apartemenku. Aku kurang
suka tidur di hotel, entah kenapa. Di apartemen menurutku lebih privacy saja
sifatnya jika dibandingkan di hotel.”
Katherine menghela nafas lambat
lambat, ia pernah mendengar dari Lupita kalau Mr. Guilarmo punya beberapa
apartemen di beberapa Negara yang biasa ia kunjungi.
“Nah, di apartemen itulah aku
biasanya masak sendiri.”
“Anda melihat resep masakannya
dari buku atau majalah?”
“Ya, buku, majalah, televisi
kadang aku menelepon kokiku untuk menanyakan bumbu ini apa, atau bumbu masakan
itu apa.”
Katherine tersenyum, ia senang
sekali mendengarkan Mr. Guilarmo bercerita.
“Aku suka masakan sendiri karena
kupikir itu menyehatkan. Kau jadi mengetahui bahan bahan yang kau gunakan segar
atau tidak. Yah, pokoknya sangat menyehatkan.”
“Iya, aku setuju.” Ujar
Katherine.
“Memasak itu sebenarnya mudah.
Kau tinggal membeli bahan bahannya, lakukan petunjuk seperti resep yang ingin
kau masak, selesai. Kalau masalah rasa kurang asin atau kurang manis atau
kurang pas, kau bisa terus mencoba masakan yang sama berulang ulang sampai
rasanya pas sesuai yang kau inginkan.”
“Ya, kukira begitu.”
“Rumahmu di Seville? Keluargamu
tahu kau menginap di sini?” Tanya Marvin tiba tiba membuat Katherine kaget.
Katherine kesal, ia lebih tertarik mendengar cerita tentang Mr. Guilarmo tentang
teknik memasak daripada bercerita tentang dirinya.
“Tidak, aku tinggal di rumah
karyawan La Amaryllis.”
“Rumahmu jauh?”
“Ya, jauh. Nyonya Laurie baik
sekali. Selain memperbolehkan aku menginap di rumah karyawan, ia juga
memperbolehkan aku main ke sini. Aku cukup sering datang ke sini. Tapi aku baru
berkesempatan bertemu Anda sekarang.”
“Ya, aku juga. Senang bertemu
denganmu Miss. Reeve.”
“Senang bertemu Anda juga Mr.
Guilarmo.”
“Kata Ramirez, kakaknya sangat
menyukaimu dan ingin menikahimu.”
Untuk kedua kalinya Katherine
merasa kaget. Ia tak menyangka Mr. Guilarmo sudah mendengar gossip tentang
dirinya. “I.. itu cuma gossip Tn. Guilarmo.”
“Gosip?”
“Ya.”
“Jadi kau tidak akan menikah
dengan Ramos?”
“Tidak.”
Lalu hening. Marvin dan Katherine
sama sama terdiam cukup lama.
Tapi keheningan itu pecah saat
pintu dapur yang menghubungkan dapur dengan kamar pelayan terbuka dan Lupita
masuk, Lupita kaget melihat Katherine sedang duduk berhadap hadapan dengan Mr.
Guilarmo, sambil di hadapan mereka ada makanan dan ada dua piring makan yang
sudah hampir kosong.
“Aku melihat lampu dapur menyala,
dan kata salah satu security di depan
yang sedang berjaga malam ini, Anda kembali ke sini jam sepuluh malam tuan
Guilarmo, kupikir saat melihat lampu dapur nyala, anda perlu bantuanku.”
“Ya, tadi aku perlu bantuanmu
untuk bikin kopi, sekarang tidak lagi.”
“Oh, begitu, maap tuan, saya
tidak tahu kalau Anda kembali lagi ke sini.”
“tidak apa apa. O, ya Lupita,”
“Ya tuan?”
“Bisakah kau tutup pintu
dapurnya? Udaranya dingin sekali. Kalau kau mau masuk, silahkan masuk, kalau
mau kembali ke kamarmu juga silahkan.”
Katherine langsung berharap
Lupita masuk dan menemaninya ngobrol.
“Kalau Anda tidak perlu
bantuanku, aku akan kembali ke kamarku.” Lupita memilih pergi. Ia tersenyum
lebar pada Katherine sambil mengedipkan mata.
“Baik.” Ujar Marvin.
Lupitapun berlalu sambil menutup
pintu.
“A.. aku juga akan kembali ke
kamarku Mr. Guilarmo. Terimakasih banyak atas masakannya yang lezat.”
“Ya. Terimakasih juga atas
kopinya.”
“Sama sama.” Katherine berlalu
dari hadapan Marvin dengan setengah berlari.
~ ~
“Marvin, Ya Tuhan, ini jam tiga
pagi. Aku sedang tidur jam tiga pagi. Ada
apa meneleponku jam segini?” Nyonya Laurie Ortega berteriak kaget ketika
keponakan kesayangannya meneleponnya.
“Bibi, aku ingin tahu tentang seseorang.
Ia karyawan Bibi di La Amaryllis.”
“Bisakah mencari tahunya besok
siang dan bukan jam tiga pagi?”
“Tidak bisa, harus sekarang. Aku
ingin tahu tentang Miss Reeve, keluarganya tinggal dimana dan..”
“Kau bertemu Katherine?” Nyonya
Laurie tampak kaget. “Kapan?”
“Kemarin.”
“Marvin, aku peringatkan. Jangan
macam macam dengan Katherine.”
“Jangan macam macam gimana sih,
aku jadi bingung.”
“Ya, jangan macam macam.
Katherine sangat special untukku.
Kalau kau berani macam macam dengannya, kau harus berhadapan denganku. Aku tak
ingin Katherine patah hati.”
“Siapa juga yang mau bikin dia
patah hati. Bibi jangan menuduhku tidak adil seperti ini dong.”
“Tidak adil? Kau pikir bibi tidak
tahu berapa banyak gadis yang sudah kau buat patah hati. Lalu bagaimana dengan
Samantha?”
“Aku sudah putus dengan Samantha
setahun lalu.”
“Apa?” teriak nyonya Laurie
kaget. “Bagaimana mungkin? Kalian masih suka tampil bersama.”
“Ya, aku memang minta bantuannya
untuk sesekali tampil di depan publik bersama sama. Aku malas kalau kehidupan
pribadiku dikorek korek dan jadi konsumsi publik. Kalau media tahu aku putus
dengan Samantha aku pasti akan digosipkan punya hubungan dengan A atau B atau
C, aku jadi malas. Jadi amannya orang tidak tahu kalau hubunganku dengan
Samantha sudah berakhir.”
“Apa yang terjadi Marvin? Kenapa
kalian bisa sampai putus?”
“Ayahnya punya banyak kepentingan
padaku Bi. Dia ingin aku jadi penyumbang dana tetap untuk partai politik yang
dipimpinnya. Dia ingin aku terlibat dalam politik, masuk jadi anggota di
partainya. Padahal aku tidak suka politik. Ia juga ingin aku jadi partner bisnis sahabat sahabatnya. Dan
aku tidak bisa membiarkan hal ini terus berlanjut. Aku tidak suka mencampur
baurkan antara bisnis dan kehidupan pribadiku.”
“Aku bisa bayangkan,” Nyonya
Laurie menghela nafas pelan, “Keadaan akan bertambah parah kalau kemarin
kemarin kau jadi menikahi Samantha. Ayah mertuamu bisa mengaturmu ini itu.”
“Ya, itulah salah satu alasan kenapa
aku tidak jadi menikah dengan Samantha.”
“Tapi kau mencintai Samantha.”
“Tidak Bibi, aku tidak
mencintainya, aku hanya menyukainya dan belajar mencintainya. Tapi tidak
berhasil.”
“Dari dulu begitu terus.”
“Tapi kalau Miss Reeve lain,
kurasa..”
“Tidak Katherine Marvin, kubilang
jangan Katherine.”
“Aku jatuh cinta pada pandangan
pertama padanya, bibi Laurie. Aku serius.”
“Aku tidak percaya. Jatuh cinta
pada pandangan pertama hanya ada di telenovela atau novel novel, tidak padamu.”
“Bibi, yang merasakannya kan aku!”
“Sudahlah Marvin, aku mau tidur
lagi. Kalau ada apa apa dengan Katherine, kau orang pertama yang akan kucari.”
“Bibi!”
Tapi nyonya Laurie sudah
memutuskan hubungan teleponnya dengan Marvin.
Marvin lalu menaruh handphone-nya di atas meja di samping
tempat tidur. Ia serius dengan kata katanya pada Bibi Laurie. Ia merasa jatuh
cinta pada pandangan pertama pada Katherine. Senyum Katherine memikat hatinya.
Ia sangat menyukai senyumnya, dan keseluruhan diri Katherine. Katherine
kemarin, waktu pertama kali bertemu dengannya, tampak cantik sekali dengan gaun
putih, sepatu boot dan topi lebarnya.
Marvin pikir pada mulanya ia
hanya merasa kagum saja. Tapi dalam perjalanan pulang menuju Seville kemarin sore, ia terus terusan
gelisah memikirkan Katherine. Ia merasa sangat ingin kembali ke de Cartijo dan bertemu Katherine lagi. Tadinya
ia ingin sekali mengajak Katherine ke Seville
bareng naik mobilnya, tapi Katherine juga bawa mobil jadi ia batal mengajaknya.
Setelah mengantarkan Maddy pulang
dan menunggui Maddy dan Mirella tidur, akhirnya Marvin memutuskan kembali ke de Cartijo. Ia tak menyangka bahwa
Katherine ternyata masih menginap di de
Cartijo.
Saat Marvin bertemu Katherine di
dapur, Marvin merasa itu kesempatan untuknya untuk bisa ngobrol lebih akrab
lagi. Untuk itulah ia bela belain masak tengah malam. Padahal ia sama sekali
tidak lapar. Ia hanya ingin ngobrol dengan Katherine.
Marvin akhirnya meraih handphonenya lagi, lalu menelepon Lupita
untuk menanyakan nomor telepon Katherine.
~ ~
Katherine terbangun ketika
pintunya diketuk orang. Sesaat ia bingung ia ada dimana, tapi lalu ia ingat ada
di de Cortijo. Ia merasa baru tidur lima menit yang lalu, tapi
ternyata hari sudah pagi, dan sinar terang sudah menembus jendela kamarnya.
“Sebentar,” teriaknya. “Akan kubukakan pintunya.”
Katherine lalu melirik jam di handphonenya, ternyata jam 7.30 pagi,
dan ia heran ketika melihat ada pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal.
Aku ada rapat jam 10. Kita ke Seville
bareng jam 8 pagi. Kutunggu setelah selesai sarapan. Aku akan mengantarmu
pulang ke La Amaryllis. Marvin.
Ya Tuhan, Katherine panik, dia
hanya punya waktu setengah jam untuk mandi dan sarapan.
Tapi kenapa aku harus panik? Renung Katherine kemudian. Aku kan
tidak harus ikut mobil Mr. Guilarmo ke Seville .
“Katherine,” ketukan di pintu
masih terdengar. Lupita terdengar meneriakkan namanya dengan kesal.
“Iya,” Katherine buru buru
membuka kunci pintu.
“Ada apa denganmu? Apa yang terjadi?” Lupita langsung
menerobos masuk ke kamar Katherine.
“Apa yang terjadi?” Katherine
balik bertanya.
“Pertama. Aku melihat kau makan macaroni
schotel bareng Mr. Guilarmo di dapur JAM DUA PAGI. Kedua. JAM EMPAT PAGI Mr. Guilarmo meneleponku menanyakan nomor handphone-mu. Ketiga, Jam setengah delapan pagi alias saat ini, Mr. Guilarmo menyuruhku melihat ke kamarmu apakah kau
sudah bangun atau belum karena katanya kalian akan pulang bareng ke Seville sebentar lagi. Oh,
Katherine, setahuku kau akan menikah dengan Ramos, kenapa kau selingkuh
darinya?”
“Hahaha, lucu sekali. Kau jangan
panik Lupita. Tidak terjadi apa apa antara aku dan Mr. Guilarmo, ok? Tarik
nafas dalam dalam, karena semua kecurigaanmu itu tidak beralasan. Dan tolong
bilang pada Mr. Guilarmo, kalau aku pulang naik kereta saja ke Seville tidak bareng dia.”
“Tidak,” Lupita langsung
menggeleng. “Aku tak berani, kau saja yang bilang sendiri. Kau tak tahu Mr.
Guilarmo, kalau ada maunya, ia akan berusaha keras mewujudkan kemauannya itu.
Jadi kalau kau tidak mau pulang bareng dengannya, aku khawatir dia akan
menyeretmu keluar dari kamar ini dan memasukkan kau ke dalam mobilnya dengan
paksa.”
“Begitu?”
“Ya, begitu.”
“Jadi menurutmu aku harus mandi
sekarang?”
“Kukira itu ide yang bagus.”
~ ~
Ramos berlari lari kecil ke arah
Lupita saat mobil Marvin berlalu beberapa meter dari rumah de Cartijo. Ramos sudah pulang dari Granada dan sudah kerja lagi seperti biasanya
di de Cartijo.
“Kukira, aku melihat Katherine di
mobil Mr. Guilarmo. Tapi aku pasti salah lihat.”
“Tidak Ramos, kau tidak salah
lihat. Katherine memang berada di dalam mobil Mr. Guilarmo yang mewah dan mahal
itu. Dan menurutku sebaiknya mulai sekarang kau harus melupakan Katherine dan
menghentikan harapanmu tentang diri Katherine.”
“Kenapa?” Tanya Ramos kaget.
“Karena bos kita menyukai
Katherine”
“Apa?!”
~ ~
BAB EMPAT
LA ROSA
Katherine termenung di kamarnya di La Amaryllis. Ia tak bisa tidur walau
sudah mencobanya. Padahal biasanya jam sepuluh malam seperti ini, ia sudah
terlelap. Tapi entah kenapa malam ini hatinya sedang tak tenang dan pikirannya
gelisah.
Ia sedang ingat Marvin. Sudah hampir tiga minggu sejak
Marvin mengantarnya pulang ke Seville, ia belum bertemu Marvin lagi padahal
Katherine ingin bertemu dengannya lagi. Berbincang bincang dengan Marvin
ternyata sangat menyenangkan.
Saat Marvin mengantarnya pulang, mereka ngobrol
macam macam. Mereka saat itu berbicara banyak hal, tentang film, cuaca, makanan
favorit, dan yang paling Katherine suka adalah tempat tempat favorit di
berbagai belahan dunia yang biasa dikunjungi keluarga Guilarmo kalau liburan.
Dua akhir pekan kemarin Katherine tidak bisa ke de Cartijo. Padahal kalau dia ke de Cartijo siapa tahu ia bisa bertemu Marvin
lagi.
Akhir pekan pertama ia menginap di Cordoba, di
rumah keluarga Ursula karena kakak Ursula menikah, dan Katherine serta kedua
temannya yang lain di rumah La Amaryllis ini;
Jane dan Deborah turut diundang ke pernikahan tersebut.
Akhir pekan kedua Katherine diminta bosnya di La Amaryllis ikut pameran di salah satu
acara pameran Wedding Organizer. Pameran itu rutin diadakan oleh bagian
promosi La Amaryllis setiap
minggunya. Tapi karena akhir pekan kemarin dua karyawan di bagian promosi
sedang cuti, maka Katherine diminta bantuannya untuk menggantikan mereka.
Mudah
mudahan, akhir pekan besok aku bisa ke de Cartijo lagi. Ujar Katherine dalam hati.
Katherine baru menarik selimutnya sambil
merebahkan badan dan bersiap untuk tidur ketika handphonenya bunyi.
Tanpa melihat siapa yang menelepon, Katherine
langsung menjawab.
“Hallo,”
“Apa kabar Miss. Reeve?”
Suara
Marvin. Katherine
terlonjak dan langsung duduk di tempat tidur.
“Kabar baik.” Dada Katherine berdegub kencang.
“Dua akhir pekan kemarin aku ke de Cartijo kau tidak kesana. Sedang
sibuk?”
Ya
Tuhan Mr. Guilarmo mencariku di de Cartijo. Ya Tuhan.
“Katherine?”
“Oh, ya.. ya kemarin aku ada Pameran di eksibisi
house.. dan kemarinnya lagi aku ke Cordoba.”
“Cordoba?”
“Iya.”
“Ada acara apa di Cordoba?”
“Ehm, kakak temanku di rumah karyawan ini, namanya
Ursula, menikah dua minggu yang lalu, rumahnya di Cordoba, jadi aku dan teman
teman ke sana. Kami menginap.”
“Menginap? Menghadiri pernikahan seseorang tidak
perlu menginap segala kan?”
Katherine bengong. Ya, suka suka dia-lah mau menginap atau tidak.
“Ehm.. kami disana membantu ibunya Ursula bikin
kue dan roti.”
“Ooh.”
“Apakah anak anak Anda kemarin ikut Anda ke de Cartijo? Aku suka mereka. Mereka anak
anak yang manis.” Katherine cepat cepat mengalihkan pembicaraan. Ia tak
tertarik membicarakan pernikahan kakak Ursula. Ia lebih tertarik berbicara
tentang Maddy dan Mirella.
“Ya, dua minggu yang lalu mereka ikut, tapi minggu
kemarin Maddy sedang diajak pergi oleh ibunya, kakeknya dan neneknya. Mirella
sedang sibuk latihan balet karena katanya seminggu lagi ada pentas balet di
sekolahnya. Bicara soal Mirella, maukah kau membantuku menyiapkan pesta ulang
tahun Mirella yang kedelapan bulan depan?”
Katherine terkejut. Ia tak menyangka Marvin akan meminta
bantuannya.
“Kita bisa berdiskusi mengenai hal ini di luar jam
kerjamu,” ujar Marvin lagi.
“Ya, tidak masalah Mr. Guilarmo.”
“Baiklah kalau begitu, besok pulang kerja, supirku
akan menjemputmu ke tempat kerjamu dan mengantarmu ke rumahku, kita akan
membicarakan mengenai hal itu di sini, kau makan malam di rumahku saja.”
“Tapi..”
“Sampai besok malam Katherine.” Ujar Marvin
mengakhiri pembicaraan.
Katherine termenung. Besok malam ia berjanji akan
mengantar Jane membeli baju. Kegiatan jalan jalan ke mal ini biasa mereka
lakukan jika mereka punya waktu luang.
Jane pasti akan kecewa kalau Katherine tidak bisa
mengantarnya. Tapi permintaan Marvin juga membuatnya bersemangat. Tidak ada
yang membuatnya sangat bersemangat kecuali bertemu dengan anak anak Marvin yang
manis dan cantik.
~ ~
Marvin meletakkan handphonenya di meja kerjanya di rumahnya di Seville sambil
tersenyum. Ia sangat menyukai Katherine, tapi mengingat Bibi Laurie yang
mengancamnya agar jangan macam macam pada Katherine, ia jadi bersikap sangat
hati hati. Biasanya, jika ia menyukai seseorang, ia akan langsung mengajak
wanita yang disukainya kencan. Hanya dalam waktu singkat. Tidak harus menunggu
sampai tiga minggu seperti yang ia lakukan pada Katherine. Itupun bukan ajakan
kencan, tapi hanya ajakan untuk bertemu
dan berdiskusi.
Katherine sangat spesial untuknya. Ia tak mau
terburu buru. Ia ingin mengenal Katherine lebih jauh. Ia ingin bersahabat dengan Katherine. Makanya dua
akhir pekan kemarin ia selalu datang ke de
Cartijo berharap bisa bertemu Katherine lagi disana, tapi Katherine
ternyata tidak datang. Akhirnya ia mencari cara bagaimana agar bisa bertemu Katherine
lagi walau bukan di de Cartijo. Dan
ia menemukannya. Ulang tahun Mirella adalah alasan yang tepat bagi Marvin agar
bisa bertemu Katherine lagi. Ia bisa saja menyewa EO untuk menghandle acara ulang tahun Mirella seperti
yang biasa dilakukan Cassandra, ibu Mirella, tapi kali ini hal itu tidak
dilakukannya. Ia ingin Katherine yang menghandle
acara ulang tahun Mirella bersama sama dengannya.
~ ~
Katherine berniat untuk ganti baju dulu dan tidak
memakai baju kerja ketika supir keluarga Guilarmo sudah menjemputnya ke kantor La Amaryllis. Ia bahkan menunggu
Katherine sejak setengah jam lalu.
Katherine jadi serba salah. Kalau ia ganti baju
dulu, supir yang menjemputnya akan menunggunya semakin lama. Dan Katherine
kasihan padanya kalau harus menunggu lagi. Maka akhirnya ia pasrah. Ia pergi ke
kediaman keluarga Guilarmo di Seville tanpa mengganti baju kerjanya.
Kediaman keluarga Guilarmo di Seville ternyata
lebih indah dari yang Katherine bayangkan. Sama dengan di de Cartijo di pintu depan ada pos penjagaan yang diisi kurang lebih
tiga security untuk menyeleksi siapa
siapa saja tamu yang boleh masuk menemui tuan rumah atas perintah tuan rumah.
Dan sama dengan di de Cartijo di
sekeliling rumah kediaman keluarga Guilarmo di Seville dibatasi oleh pagar besi
yang tinggi, sehingga orang orang tidak bisa masuk wilayah tersebut dan tetap
harus melalui pintu gerbang utama.
Setelah melewati pintu gerbang, di sisi kiri dan
kanan jalan ada pohon pinus berjejer rapi berselang seling dengan pohon palem.
Mendekati rumah, di sebelah kirinya ada danau buatan yang cukup besar dimana
angsa angsa sedang berenang di danau tersebut. Semakin mempercantik danau
tersebut, bunga teratai tampak tumbuh di atasnya dengan bunga teratainya yang
sedang bermekaran.
Di sebelah kanan yang dilalui Katherine ada fountain tinggi dimana di sekeliling fountain tersebut terdapat aneka bunga
ros yang berwarna warni. Karena banyaknya bunga ros itulah, Lupita sering
menjuluki kediaman keluarga Guilarmo di Seville dengan sebutan La Rosa.
Setelah turun dari mobil yang menjemputnya,
Katherine lalu diantar seorang pelayan menemui Marvin di ruang santai.
Katherine merasa gugup ketika akhirnya bertemu
Marvin lagi. Marvin tersenyum padanya sambil menyalami dirinya.
“Apa kabar Miss. Reeve?”
“Kabar baik,” Katherine ikut tersenyum.
“Maaf merepotkanmu.”
“Tidak repot kok.”
“Kalau tidak sekarang aku menghubungimu, besok
besok sepertinya aku tak punya banyak waktu.”
“Iya, tidak apa apa.”
“Kau pasti lelah sekali pulang bekerja tidak
istirahat tapi langsung kesini.”
“Tidak juga, aku sering kok pulang kerja jalan
jalan ke mal atau semacam itu. Sampai rumah biasanya diatas jam sepuluh.”
“O, ya?”
“Ya.”
“Biasanya pergi dengan teman pria atau...”
Katherine tiba tiba merasa pipinya panas.
“Teman wanita.”
“Oke,” Marvin tersenyum, “silahkan duduk, santai
saja di sini. Aku mau panggilkan anak anak dulu, mereka pasti senang bertemu
denganmu.”
“Ya, aku juga senang bertemu dengan mereka lagi.”
~ ~
BAB LIMA
De Cartijo
Katherine tak menyangka, ulang tahun Mirella
membuat ia dan Marvin jadi semakin dekat. Mereka berdua merencanakan semuanya
secara bersama sama. Dari mulai menetapkan tema ulang tahun sampai melaksanakan
tema tersebut.
Biasanya, yang sudah sudah, Mirella selalu
merayakan ulang tahunnya di hotel atau resort, atau tempat lainnya yang bukan
di rumah. Tapi Katherine sangat menyukai La
Rosa sehingga menurut Katherine La
Rosa adalah tempat yang tepat untuk merayakan ulang tahun Mirella.
Maka dihiaslah La
Rosa dengan menggunakan atribut sirkus. Karena tema yang diusulkan
Katherine untuk ulang tahun Mirella yang ke delapan adalah sirkus. Bahkan untuk
membuat segala sesuatunya tampak nyata, Marvin mendatangkan rombongan sirkus
langsung dengan kereta karavannya.
Tenda untuk atraksi sirkuspun dibangun di halaman La Rosa yang luas, disana segala jenis
atraksi dipertontonkan kecuali tentu saja, membawa binatang buas seperti
harimau dan yang lainnya. Binatang yang ada di sirkus itu hanya kuda. Para
pemain sirkus selain mempertunjukkan bagaimana ia melompat dari satu kuda ke
kuda yang lain tanpa terjatuh. Lalu ada juga atraksi berjalan di atas seutas
tali, dan atraksi akrobat lainnya.
Makanan, minuman, souvenir, balon, mainan dan
boneka dijejerkan dengan rapi di meja meja panjang di sepanjang danau buatan.
Semua souvenir, balon, mainan dan boneka boleh dibawa pulang oleh tamu- tamu
Mirella bila mereka pulang nanti.
Tamu undangan yang hadir di ulang tahun Mirella
selain keluarga besar Guilarmo dan kerabat dekat keluarga Guilarmo juga
keluarga besar dari ibu Mirella, Cassandra. Teman sekolah Mirella yang diundang
adalah teman teman sejak Mirella duduk di playgrup
hingga ia sekolah di elementary school,
tidak lupa hampir seratus anak kurang mampu dari rumah-rumah sosial atau rumah yatim piatu turut diundang.
Keluarga Guilarmo ingin berbagi kebahagiaan dengan anak anak tersebut.
Dan mereka memang sangat bergembira bisa melihat
pertunjukan sirkus secara langsung dan bukan hanya melihat dari televisi saja
seperti yang selama ini mereka lakukan.
Sekarang, setelah ulang tahun Mirella sukses,
Katherine memutuskan untuk pergi ke de
Cartijo lagi untuk beristirahat. Udara di de Cartijo selalu menjadi charger
bagi Katherine untuk kembali merasa segar, karena udaranya benar benar bersih.
Sayang Marvin dan anak anak tidak bisa ikut ke de Cartijo karena di playgroup Maddy sedang dilaksanakan
acara pentas musik sehingga Marvin menghadiri acara tersebut karena Maddy
terlibat dalam suatu pertunjukkan musikal dan ia berperan sebagai kelinci.
Sejak bangun tidur Katherine memutuskan untuk
olahraga berkuda. Katherine bisa naik kuda karena dulu, saat ia tinggal dengan
keluarga Williams di London, ia terbiasa ikut ke rumah pertanian keluarga
Williams di Edinburg dan belajar kuda di sana. Kalau tidak mengenal mereka, Katherine
tidak mungkin bisa berkuda seperti sekarang. Keluarga Williams pergi ke rumah
pertanian mereka setiap ada waktu luang dan ada kesempatan.
Rumah pertanian mereka mirip kastil kastil yang
biasa Katherine lihat di film film dongeng. Berada di sana, membuat Katherine
seperti berada dalam negeri dongeng.
Katherine menjuluki rumah pertanian keluarga
Williams dengan kastil impian. Karena
selain bentuk kastilnya indah, pemandangan di sana juga sangat cantik. Dan tiba
tiba Katherine merasa kangen kastel impian
dan ingin pergi ke sana lagi.
Sejak meninggalkan keluarga Williams, ia benar benar
putus hubungan dengan keluarga tersebut. Bahkan menelepon mereka pun Katherine
tak pernah. Kadang Katherine merasa tidak enak pada Paman Daniel dan Bibi Alice
karena mereka sudah sangat baik pada Katherine, tapi kemarin kemarin Katherine
masih marah pada semuanya. Pada keadaan yang menimpa dirinya. Pada situasinya
yang kurang beruntung. Sekarang ia tak marah lagi. Jika nanti ia punya
kesempatan, ia akan mengunjungi Paman Daniel dan Bibi Alice lagi. Karena
masalah Katherine sebenarnya adalah dengan Broke bukan dengan orangtuanya.
Katherine menghentikan laju kudanya. Entah kenapa,
hari ini ia tak terlalu bersemangat berkuda. Ia lalu turun dari kuda
kesayangannya yang ia juluki brown, karena
bulunya yang coklat mengkilat. Dan mulai menuntun Brown pergi ke kandangnya.
“Brown baru olah raga sebentar, sudah kau ajak
istirahat?” Ramos heran melihat Katherine yang kembali dengan cepat.
“Ya, aku lagi malas keliling keliling. Harusnya
Brown memang berlari lari lagi.” Ujar Katherine.
“Ya. Tapi sebaiknya kau beri dia ini dulu.” Ramos
menyerahkan apel pada Katherine, dan Katherine langsung memberi Brown apel.
“Dia makan lahap sekali,” Katherine tertawa.
“Ya, apel memang kesukaannya.” Ramos ikut tertawa.
“Aku kangen bisa berbincang bincang akrab seperti ini denganmu lagi Kath,”
lanjut Ramos membuat tawa Katherine langsung terhenti.
Sejak isu antara dirinya dan Ramos muncul,
Katherine memang jadi sering menghindari Ramos.
“Aku rindu padamu. Aku rindu pada kebiasaan kita
yang mengurusi kuda kuda di sini sambil tertawa tawa seperti ini. Kau bahkan
sekarang tidak pernah menyikat bulu brown
lagi. Sama seperti aku, brown selalu
merindukanmu.”
‘Ramos, aku..”
“Aku tahu, kau tidak mau dihubung-hubungkan
denganku. Kau tidak mau dianggap sebagai kekasihku. Tapi bisakah kita tetap
berteman? Aku benar benar kehilangan
moment kebersamaan kita seperti dulu. Aku benar benar menyukai pertemanan kita.
Persahabatan kita. Aku sangat ingin bersahabat denganmu.”
“Aku juga suka berteman.” Ujar Katherine,
“tapi...”
“Apa ini karena Mr. Guilarmo?”
“Apa maksudmu?”
“Ya, karena kau dekat dengannya, kau jadi tidak
mau dekat dengan pegawai seperti aku dan..”
“Tidak, tidak begitu Ramos. Aku hanya menghindari
isu yang tidak tidak tentang kita. Aku takut ibumu punya harapan banyak padaku
padahal aku tidak bisa memberikan apa yang ia inginkan. Aku takut mengecewakan
kalian.”
“Ibu sudah bisa mengerti kok.”
“Syukurlah.”
“Jadi kita bisa melanjutkan pertemanan kita?”
harap Ramos lagi.
“Ya. Kenapa tidak.”
“Kalau begitu sekarang kau harus membantuku
menyikat kuda kuda ini. Terutama menyikat Brown.”
“Apa? A..aku akan membantu Lupita untuk menyiapkan
makan siang.”
“Sedang tidak ada tamu di de Cartijo sekarang Katherine, kau tidak harus membantu Lupita, ayolah,
ini sikatnya.” Ramos tersenyum sambil memberikan sikat pada Katherine.
~ ~
“Aduh kalian kompak sekali,” Lupita datang setelah
setengah jam lebih Katherine membantu Ramos membantu menyikat bulu bulu kuda. Lupita
datang sambil membawa beberapa gelas kosong dan satu teko besar air jeruk
dingin ke arah Katherine dan Ramos dan meletakkan minuman itu tidak jauh dari
mereka. “Ini aku bawakan air jeruk dingin segar untuk kalian.”
“Wah, kau memang teman yang terbaik Lupita. Kau
tahu apa yang kubutuhkan.” Katherine tersenyum sambil menuang air jeruk di teko
ke gelas kosong. Ia melakukan hal yang sama pada gelas satunya dan
menyodorkannya ke arah Ramos.
“Bukan aku yang punya ide.”
“Lalu siapa?” tanya Ramos sambil mulai minum air
jeruk yang disodorkan Katherine padanya.
“Mr. Guilarmo. Kata dia tolong bawakan air jeruk
untuk Katherine dia pasti kepanasan harus menyikat kuda seperti ini.”
“Jangan bilang kalau Mr. Guilarmo sedang ada di
sini.” Katherine kaget.
“Kenapa? Takut ketahuan sudah selingkuh?”
“Lupita!”
“Tentu saja dia ada di sini. Dia melihatmu sedang
menyikat kuda. Lalu menyuruhku untuk memberikan es jeruk segar ini padamu.”
“Tapi dia kan sedang melihat Maddy yang sedang
jadi kelinci.”
“Astaga Katherine, Maddy jadi kelinci cuma
sebentar, paling cuma beberapa menit, tidak butuh waktu seharian.”
“dan.. dan bagaimana cara Mr. Guilarmo melihatku?
Aku tidak melihat dia di sekitar sini.”
“CCTV Katherine, astaga, kuda kuda mahal begini
mana mungkin dibiarkan begitu saja tanpa pengawasan.”
Katherine diam, dia tidak tahu apa yang harus
dilakukannya, akhirnya ia menuang segelas lagi es jeruk dari teko yang dibawa
Lupita dan meminumnya lagi. “Es jeruknya enak lupita. Gulanya pas, tidak
terlalu manis.”
“Mr. Guilarmo yang bikin.”
“Apa?!” Katherine dan Ramos teriak berbarengan.
“Ya, dia yang bikin, aku hanya tinggal
mengantarkan.”
“Kukira,” Ramos meletakkan gelasnya yang sudah
kosong diminum, “aku harus siap siap cari kerjaan baru.”
~ ~
Maddy tampak serius saat Katherine membacakan
cerita Si Semut Yang Sombong dari buku cerita anak anak kepunyaannya.
Maddy berada dalam pangkuan Katherine. Ia tiduran
dalam pelukan Katherine sambil mendengarkan Katherine bercerita.
Waktu jam tidur Maddy sebenarnya sudah lewat.
Maddy diharuskan tidur jam tujuh malam, tapi karena ia asik mendengarkan
Katherine membacakan beberapa cerita anak anak dari buku favoritnya maka Maddy
belum tidur juga.
Akhirnya ayah Maddy membuat pengecualian. Maddy
boleh tidur jam delapan asal malam ini saja. Malam malam berikutnya Maddy tetap
harus tidur sesuai dengan jam tidurnya seperti biasa.
Marvin duduk di hadapan Katherine dan Maddy, ia
ikut mendengarkan Katherine bercerita. Mirella duduk di samping Marvin, tapi ia
merebahkan tubuhnya pada pangkuan ayahnya. Mirella biasa manja seperti itu.
Mereka berempat sedang berada di ruang keluarga de Cartijo yang nyaman. Marvin suka
mendengar Katherine bercerita seperti itu. Ia membuat cerita yang dibacakannya
terdengar menarik. Ia mampu menghidupkan tokoh tokoh dalam cerita yang
dibacakannya dengan suara yang berbeda beda membuat Maddy dan Mirella tertawa
senang.
Marvin tersadar kalau ia benar benar mencintai
Katherine karena tadi pagi, saat ia melihat Katherine menyikat kuda bareng
Ramos, ia merasa cemburu pada Ramos. Ia tahu Ramos dan Katherine tidak punya
hubungan yang spesial karena Katherine pernah bilang padanya bahwa antara
Katherine dan Ramos tidak ada hubungan apa apa. Tapi tetap saja, melihat mereka
berdua seperti itu, Marvin merasa cemburu.
Sementara Katherine bercerita, Lupita bolak balik
menghidangkan minuman dan snack
ringan untuk mereka.
“Aku terharu sekali,” ujar Lupita saat masuk ke
dapur. Ia baru mengantarkan keripik jagung kesukaan Mirella yang khusus dibuat
Nyonya Grida untuk Mirella. Nyonya Grida baru pulang ke rumahnya beberapa saat
yang lalu.
“Terharu kenapa?” Amanda heran.
“Katherine. Ia cocok sekali jadi ibu Maddy dan
Mirella. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga yang harmonis.”
“Ya, harapanku juga sama denganmu,” bisik Amanda,
“aku berharap Katherine bisa jadi ibu bagi Maddy dan Mirella karena Katherine
benar benar menyayangi mereka.”
“Oh pasti indah sekali kalau Katherine dan Mr.
Guilarmo benar benar menikah. Mereka pasangan yang serasi.” Lupita tersenyum
lebar.
“Menurutmu apakah Mr. Guilarmo dan Samantha sudah
putus?” tanya Amanda pelan. “Aku tidak pernah melihat Miss Samantha Sanchez
lagi di sini.”
“Kukira juga mereka sudah putus,” Lupita ikut
berbisik. “Baguslah kalau memang betul. Aku kurang suka sama Miss. Sanchez, ia
arogan sekali. Suka merintah ini itu, pokoknya benar benar nyebelin, tidak
seperti Katherine yang suka menolong dan tidak pernah menyusahkan.”
“Ya, aku setuju denganmu.”
~ ~
BAB ENAM
LA AMARYLLIS HOUSE
Katherine sibuk membuat omelet telur untuk sarapan,
sementara Jane asik menonton televisi di ruang televisi rumah karyawan La Amaryllis.
Deborah dan Ursula akhir pekan ini sedang pulang
ke rumah mereka masing masing. Mereka pergi Jum’at malam kemarin sepulang kerja.
Kalau Jane sedang pulang juga, Katherine biasanya sendiri di rumah. Itulah
kenapa Katherine selalu pergi ke de
Cartijo kalau sedang tidak ada teman di rumah.
Tapi akhir pekan ini Katherine tidak pergi ke de Cartijo bukan karena Jane
menemaninya, tapi karena hari minggu besok ia dan nyonya Laurie mau nonton
pertunjukkan teater.
Katherine tidak pernah sekalipun nonton
pertunjukkan teater, sementara nyonya Laurie sangat suka nonton pertunjukkan
teater. Itulah sebabnya kenapa nyonya Laurie membujuk Katherine untuk menemaninya
hari minggu besok, dan Katherine bersedia menemani nyonya Laurie seperti
biasanya.
Setelah meletakkan omelet yang dibuatnya dalam dua
piring, Katherine lalu beranjak ke ruang televisi menghampiri Jane.
“Kau sudah beli bajunya belum? Mau kuantar hari
ini? Aku tidak kemana mana hari ini.” Ujar Katherine sambil duduk di samping
Jane dan menyodorkan piring yang berisi omelet pada Jane.
“Boleh,” ujar Jane sambil menerima piring yang
disodorkan Katherine. “Tapi nanti ya, agak siangan. Aku nonton gosip dulu.”
“Gosip apa sih?” Katherine memperhatikan televisi,
tapi televisi sedang menayangkan iklan.
“Biasa, tentang keponakan bos kita yang tampan. Ia
selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan.”
Katherine terdiam memperhatikan iklan di televisi.
Jane tak pernah tahu keakraban dirinya dengan keponakan bos mereka karena
Katherine memang menyimpan rapat rapat tentang hal itu dari teman temannya. Hal
itu ia lakukan untuk menghindari gosip yang tidak tidak.
“Mana gosipnya? Kok iklannya lama bener,” komentar
Katherine akhirnya.
“Sebentar lagi.” Jane mulai menyendok omelet
bikinan Katherine dengan lahap.
“Gosipnya apa sih?” Katherine penasaran.
“Tentang rencana pernikahan Mr. Guilarmo dengan
Samantha. Orang bertanya tanya kira kira kapan hal itu akan dilaksanakan.”
Katherine yang hendak menyuap omeletnya tidak jadi
memakannya. Ia meletakkan piring omeletnya di meja di hadapannya.
“Tentang Mr. Guilarmo dan Samantha?” tanya
Katherine lambat lambat.
“Iya. Jangan bilang kau tak tahu tentang mereka.
Mereka kan pacaran sudah lama, sudah hampir tiga tahun. Itu dia, acara gosipnya
sudah dimulai.” Jane langsung memperbesar volume tivi.
Disana diberitakan bahwa Mr. Guilarmo dan samantha
Sanchez kemungkinan akan menikah dalam waktu dekat karena semalam Mr. Guilarmo
menghadiri acara ulang tahun ayah Samantha dan kehadirannya di acara ulang
tahun tersebut disambut gembira oleh keluarga besar Sanchez.
Katherine tersenyum mendengar berita itu. Walau
hatinya tiba tiba merasa tidak enak, tapi Katherine selalu siap dengan berita
apapun tentang diri Marvin, dan iapun mulai menghalau rasa kecewanya jauh jauh.
Ia tahu, walau Marvin tampak baik dan perhatian
padanya, ia tak pernah berharap banyak pada hubungan mereka. Ia suka berteman
dengan Marvin. Ia juga suka berada di sekeliling anak anak Marvin. Itu
kebahagiaan tersendiri buatnya. Dan kalau kebahagiaan itu hanya sebatas itu
untuknya dan tidak lebih, Katherine tetap merasa puas, karena ia sudah mendapat
banyak. Ia sudah mendapatkan perhatian bukan saja dari Marvin dan Nyonya
Laurie, tapi juga dari para pekerja di de
Cartijo, mereka semua sudah seperti keluarga untuknya. Dan itu lebih
berharga dari apapun. Perhatian dan kasih sayang dari mereka membuat Katherine
merasa tidak sendirian hidup di dunia ini. Walau Katherine punya keluarga
sendiri, punya ayah ibu dan saudara saudara kandung, tapi hubungannya dengan
keluarganya sejak dulu tidak terlalu akrab, Katherine sering merasa jadi orang
luar di tengah tengah keluarganya sendiri.
“Kisah mereka seperti sebuah dongeng.” Jane
tersenyum sambil mematikan tivi saat berita tentang Marvin selesai ditayangkan.
“Siapapun yang diberitakan akan menikah dengan Mr. Guilarmo seperti sebuah
dongeng. Dulu, sebelum Samantha ada Ines yang cantik, ia seorang dokter hewan
yang biasa merawat kuda kuda Mr. Guilarmo di ranchnya di Huelva. Setelah itu
ada seorang aktris, kalau nggak salah namanya Isabel, lalu Maria, ia seorang
penari, lalu..”
“Kau mengikuti kisah cinta Mr. Guilarmo sedetail
itu?” potong Katherine tak percaya.
“Semua orang mengikuti kisah cintanya, Katherine.
Semua orang merasa penasaran dan bertanya tanya siapa wanita yang beruntung
berikutnya yang akan dipersunting olehnya. Dan ternyata dia Samantha.”
“Ya mudah mudahan hubungan mereka berhasil.” Gumam
Katherine pelan. “Baiklah, aku mandi dulu.” Katherine lalu bangkit dari tempat
duduknya. “Setelah itu kita shopping!”
“Omeletmu tidak dimakan?”
“Tidak, nanti aku mau makan pizza saja.”
“Aku habiskan ya?”
“Ok.”
~ ~
Seharian ini Katherine memborong baju. Entah
kenapa, selalu saja ada baju cantik yang ingin Katherine beli. Ia dan Jane
bolak balik ke kamar ganti untuk mencoba baju baju yang cantik itu.
Selesai memborong baju mereka melihat lihat dan
mencoba sepatu sepatu cantik. Katherine suka model sepatu jenis boot sehingga
ia memborong tiga pasang sepatu boot sekaligus.
Jane hanya bisa menatap Katherine bingung. Ia yang
minta diantar beli baju, malah Katherine yang berbelanja lebih banyak dari
dirinya.
Sebelum pulang, mereka makan pizza dan makan es
krim. Katherine benar benar senang hari itu. Rasa stressnya akibat berita
tentang Mr. Guilarmo yang tidak enak sedikit berkurang dengan berbelanja
seperti itu. Ternyata bagi Katherine berbelanja adalah salah satu obat
penghilang stress yang lumayan ampuh.
Namun sampai di rumah karyawan La Amaryllis stress Katherine yang tadi
lumayan terobati karena berbelanja kembali lagi ketika dilihatnya putri semata
wayang Nyona Laurie Ortega menunggunya di teras rumah karyawan La Amaryllis dengan wajah yang tidak
bersahabat.
“Aku masuk duluan ke kamarku,” Jane berbisik pada
Katherine saat Pamela Ortega bilang pada mereka bahwa ia ingin berbicara berdua
dengan Katherine.
Katherine hanya bisa mengangguk dan mempersilahkan
Jane pergi masuk ke rumah.
“Mau bicara di sini atau di dalam?” tanya
Katherine setelah Jane membuka kunci pintu dan masuk ke dalam rumah.
“Di sini saja.”
“Baiklah,” Katherine akhirnya duduk di hadapan
Pamela. “Apa yang ingin kau bicarakan, akan aku dengarkan.”
“Aku ingin kau mengundurkan diri dari perusahaan La Amaryllis dan keluar dari rumah
karyawan ini secepatnya.”
Katherine tertegun. Kenapa hal yang tidak enak
menimpa dirinya terus terusan hari ini.
“Apakah ada alasan khusus kenapa aku harus
melakukan apa yang kau perintahkan?” tanya Katherine datar.
“Tidak ada, aku hanya tidak suka padamu.”
“Hanya karena kau tidak suka padaku, lalu kau
mengusirku begitu saja?”
“Jangan berlagak bodoh Katherine. Kau pikir aku
tidak tahu apa yang sudah kau lakukan. Kau penjilat.”
“Aku? Penjilat?” teriak Katherine kaget.
“Ya, kau mempengaruhi ibuku sedemikian rupa
sehingga ibuku jadi tidak perduli lagi padaku.”
“Aku tidak pernah mempengaruhi ibumu. Sebenarnya
ada masalah apa sih?”
“Ibuku lebih memilih pergi ke teater denganmu
daripada ke Paris denganku. Kau lihat betapa hebatnya dirimu? Kau berhasil
mempengaruhinya hingga dia tega menolak pergi denganku.”
“Aku tidak pernah mempengaruhi ibumu. Kalau ibumu
tidak mau pergi ke Paris denganmu, tanyakan kenapa alasannya jangan lantas
menuduhku yang tidak tidak.”
“Aku sudah bilang dari tadi, alasannya adalah kau.
Ibu ingin pergi denganmu tidak denganku!” teriak Pamela kesal, “sekarang,
tinggalkan rumah ini secepatnya!”
“Aku tidak akan pergi kemana mana.”
“Hebat sekali. Kau berani menantangku?”
“Aku akan pergi kalau ibumu yang menyuruhku pergi.
Dulu Ibumu yang meminta aku untuk tinggal di sini, jadi dia juga yang harus
menyuruhku meninggalkan tempat ini.”
“Baik, lihat saja. Dalam satu jam, ibu akan datang
ke sini dan menyuruhmu pergi. Dalam satu jam.” Pamela lalu berlalu dari hadapan
Katherine, dan naik ke mobilnya sambil membanting pintu mobilnya keras.
Setelah Pamela pergi, Katherine hanya mampu menghela
nafas, ia lalu memperhatikan tas tas belanjaannya dengan perasaan sedih.
Baju
baruku dan sepatu baruku yang malang, ujar Katherine dalam hati. Sepertinya kau harus langsung kupacking.
Sejam kemudian, nyonya Laurie Ortega mengetuk
pintu kamar Katherine. Jane yang tadi membukakan pintu rumah untuknya.
“Boleh aku masuk Katherine?” tanya Nyonya Laurie
dari balik pintu.
“Masuklah Aunty,”
ujar Katherine “tidak dikunci kok,” Katherine lalu tersenyum ketika melihat Nyonya
Laurie membuka pintu dan menatapnya sedih.
“Kupikir, ehm.. begini Katherine. Aku akan
memberikan cuti padamu sampai situasi memungkinkan dan..”
“Pamela mengancam akan melakukan apa?” tanya
Katherine sambil tersenyum.
“Dia mengancam akan pergi dari rumah. Dia bilang pilih
dirinya atau pilih dirimu. Dan ini rahasia antara kita berdua, aku sebetulnya
memilih dirimu, tapi dia puteriku satu satunya.”
Katherine tertawa, “Aku tahu Aunty akan memilih aku.”
“Ya,” Nyonya Laurie tersenyum, “beristirahatlah
selama beberapa hari saja okey. Pergilah ke pantai atau tempat tempat indah
lainnya. Itu akan baik untukmu dan jangan lupa, tidur di hotel yang nyaman.
Pokoknya nikmati hari harimu. Jangan pergi jauh jauh. Aku tetap membutuhkanmu.”
“Barangku juga tidak banyak. Kukira aku akan
membawa semua barangku saat aku pergi jalan jalan.” Komentar Katherine.
“Katherine, aku bilang, jangan pergi jauh jauh.
Kau bisa kembali kapanpun kau mau. Ini hanya sementara waktu. Pamela seperti
ini hanya sementara, aku yakin.”
“Kenapa Anda tidak mau pergi ke Paris dengannya Aunty?”
“Aku sudah teramat sering pergi ke Paris. Aku
sebenarnya bosan, tapi aku tidak menolak permintaan Pam. Aku bilang padanya ke
Parisnya minggu depan, jangan besok, karena besok hari spesial untukku. Tidak
banyak yang menyukai pertunjukan teater seperti aku, dan kau mau menemaniku,
aku gembira sekali. Aku sangat ingin nonton teater denganmu.”
“Kapan kapan kita akan melakukannya, Aunty jangan khawatir,” senyum
Katherine.
“Ya, kabari aku saat kau liburan nanti ya?”
“Ok.”
“Aku akan merindukanmu,” Nyonya Laurie memeluk
Katherine erat.
“Aku juga Aunty.
Terimakasih atas semuanya. Terimakasih atas semua kebaikanmu.”
“Kau akan masih kembali ke sini Katherine.”
“Ya, tentu saja.” Katherine tertawa dan balas
memeluk Nyonya Laurie erat.
~ ~
Katherine membuang kelopak mawar satu satu sambil
dirinya berada di depan laptopnya. Ia akan memesan tiket pesawat secara online.
Ia ingin sekali pergi ke London ke rumah bibi Alice dan Paman Daniel. Tapi ia juga
ingin pergi ke rumah orangtuanya di rumah danau. Jadi ia belum memutuskan mau
pergi kemana.
Katherine tidak punya rencana untuk kembali ke
rumah La Amaryllis lagi. Ia merasa
petualangannya di negara Spanyol yang eksotik sudah berakhir. Ia merasa bahwa
ini mungkin saat ia benar benar harus mewujudkan impiannya punya toko kue dan
roti seperti kepunyaan Mrs. Green.
“London,” Katherine memetik kelopak mawar yang
dipegangnya dan membuangnya.
“Rumah danau,” sisa kelopak mawarnya tinggal dua.
“London,” sisa kelopak mawarnya tinggal satu.
“Rumah danau.” Dan Katherine tersenyum, sepertinya
ia harus bertemu keluarganya dulu. Dari sana baru ia akan berkunjung ke rumah
bibi Alice dan Paman Daniel.
~ ~
Bunyi bel terus terusan berdering. Katherine yang
sedang sibuk membuat pie labu berteriak memanggil Mrs. Grayson, asisten
keluarga Reeve, tapi tidak ada sahutan.
Katherine sudah empat hari tinggal di rumah
orangtuanya di rumah danau. Ia baru mau pergi ke London minggu depan. Ia sudah
memesan tiket untuk pergi ke London. Ibunya protes lagi kenapa Katherine pergi
lagi padahal baru sampai di rumah, Katherine bilang ia pergi ke London cuma
empat hari, setelah itu ia pulang lagi dan ibunya merasa lega karena Katherine sepertinya
akan tinggal lama di rumahnya.
“Mrs. Grayson, ada tamu!” Katherine berteriak lagi
tapi tak ada sahutan. Rumah sedang sepi. Hanya ada Katherine dan Mrs. Grayson di
rumah, ibunya sedang pergi berbelanja, ayahnya bekerja dan Candy sekolah.
Katherine akhirnya berjalan ke arah pintu dan
membukanya, dan ia terkejut. Ternyata Jack. Ya
Tuhan, sudah lama sekali aku tak bertemu dengannya, ujar Katherine dalam
hati.
Jack pun sama terkejutnya dengan Katherine. Ia
jadi serba salah. “A.. aku mau menitipkan ini untuk ayahmu. Hari ini aku tidak
kerja nanti sore dan seminggu ke depan aku keluar kota, tapi berkas berkas ini perlu aku berikan pada ayahmu. Ini dibutuhkan
untuk rapat besok.” Ujar Jack sambil menyodorkan amplop cokelat pada Katherine.
“Ya Jack, akan kusampaikan. Masuklah dulu.”
“Ti.. tidak usah.”
“Kau yakin?”
Jack dan Katherine bertatapan lama. Akhirnya Jack
tersenyum. “Baiklah,” ujarnya sambil masuk.
“Katherine, tadi kau memanggilku? Aku tadi sedang
di kamar mandi,” Mrs. Grayson tiba tiba muncul.
“Tidak apa apa Mrs. Grayson. Bisakah kau
membuatkan minuman untuk kami?”
“Ya, tentu saja,” Mrs Grayson segera berlalu.
“Duduklah,” ujar Katherine mempersilahkan Jack
duduk.
“Terimakasih,” Jack tersenyum sambil memperhatikan
Katherine. “Sudah lama sekali,” ujar Jack sambil duduk, “ibumu bilang kau
bertualang ke sana kemari.”
“Ya. Dan aku menyukai petualangan itu. Aku
mendapat banyak pengalaman. Bertemu orang orang.” Jawab Katherine. Bertemu brian, cowok brengsek seperti dirimu, dan bertemu Marvin, yang sejauh ini terlihat
baik, manis dan tidak brengsek seperti kalian. Lanjut Katherine dalam hati.
“Kau tambah cantik, Katherine.”
“Terimakasih.”
“Bisakah kau duduk juga? Aku tidak akan
menggigitmu.”
Katherine akhirnya duduk di hadapan Jack. Mereka
lalu sama sama terdiam, bahkan setelah Mrs. Grayson menyuguhkan minuman untuk
mereka, mereka masih diam.
“Kabar Chayenne tidak baik,” ujar Jack akhirnya.
“Aku tidak bertanya,” komentar Katherine.
“Aku tahu kau tidak akan bertanya, aku hanya
memberitahu.”
“Jack, kupikir sebaiknya kau pergi. Tadi
sepertinya ide buruk mengundangmu masuk ke sini.” Katherine akhirnya berdiri
lagi.
“Chayenne stress. Ia ingin punya anak, tapi aku
tak bisa memberikannya.”
“Maksudmu?” tanya Katherine kaget.
“Aku punya masalah dengan kesuburan. Banyak dokter
dari banyak rumah sakit yang sudah kukunjungi mengatakan hal yang sama. Aku
tidak subur, aku tak bisa memberi Chayenne anak.”
“No way,”
teriak Katherine kaget.
“Yes way,”
Jack tersenyum sedih, “karena masalah ini kami jadi sering bertengkar.”
“Kalian bisa mengadopsi anak.”
“Itu juga yang kukatakan pada Chayenne. Tapi
Chayenne tidak mau.”
Katherine diam, dia tak tahu apa yang harus
dikatakannya lagi.
“Baiklah, aku pulang sekarang, masih ada yang
harus kulakukan, aku harus packing. Senang bertemu denganmu lagi Katherine.”
“Minumanmu, kau belum minum minumanmu.”
“Tidak usah, terimakasih. Maaf sudah merepotkan.” Jack berlalu dari hadapan Katherine.
“Jangan lupa sampaikan berkas itu pada ayahmu.”
“Iya, akan kusampaikan.” Katherine memperhatikan
kepergian Jack dengan perasaan tak menentu.
~ ~
Marvin mengemudikan mobilnya memasuki pintu
gerbang de Cartijo. Ia ingin
beristirahat di de Cartijo. Sudah
sepuluh hari ini ia kurang beristirahat. Ia selalu sibuk menghadiri acara ini
dan itu, peresmian ini dan itu, undangan ini dan itu. Ia bahkan harus ke luar kota selama beberapa hari. Berada di de Cartijo, membuat pikirannya yang
penat akan terasa santai kembali.
Marvin berharap bisa menghabiskan waktu dengan
Katherine di de Cartijo. Tapi karena
sekarang hari Kamis, Katherine tidak mungkin ada di de Cartijo sekarang karena sedang bekerja. Ia biasanya datang hari
jum’at malam.
Ia bahkan tak sempat menelepon Katherine saking
sibuknya.
Marvin baru turun dari mobilnya ketika Lupita
berlari menghampirinya.
“Mr. Guilarmo, syukurlah Anda datang. Anda harus
membawa Katherine ke sini tuan, aku merindukannya.”
“Bukankah Katherine sedang kerja?” Marvin heran.
“Tidak, kata Ursula Katherine tidak kerja lagi di La Amaryllis.”
“Tidak kerja lagi disana?” Marvin heran.
“Anda tidak tahu?” Lupita menatap Marvin kaget.
“Miss Ortega menyuruh Katherine berhenti bekerja dan mengusirnya dari rumah
karyawan La Amaryllis.”
“Apa?!”
“Sekarang aku tak tahu Katherine dimana. Aku
mencoba menghubunginya tapi tak pernah berhasil.” Lupita hampir menangis
mengatakan itu, “aku khawatir padanya.”
Marvin langsung menelepon Katherine, tapi nada
sibuk yang ia terima. Ia terus menelepon dan Katherine tetap tidak bisa
dihubungi.
~ ~
Katherine menatap sim cardnya dan menyimpannya di
laci meja di samping tempat tidurnya dengan perasaan sedih. Ia ingin
menenangkan diri dulu, baru menghubungi teman temannya di de Cartijo nanti. Maafkan aku teman teman, bisiknya dalam
hati. Ini semua terlalu berat untukku.
Aku seperti dipaksa pergi dari tempat yang aku sukai, dari orang orang yang aku
sukai. Aku tahu sewaktu waktu aku bisa kembali pada kalian, tapi situasinya
akan tetap sama seperti ini, bahwa nanti aku pun tetap harus pergi lagi. Jadi
nanti atau sekarang sama saja karena pada akhirnya aku tetap harus meninggalkan
kalian. Dan sekarang aku sudah memutuskan. Aku akan tetap tinggal di sini
karena masa depanku di sini, di rumahku, bersama keluargaku.
~ ~
BAB TUJUH
VILLA ORTEGA
“Marvin, demi Tuhan, berhentilah
mondar mandir di hadapanku, kepalaku pusing melihatnya,” Nyonya Laurie
berteriak pada Marvin yang mondar mandir di hadapannya. Sejak datang ke
rumahnya barusan, Marvin terus marah marah padanya.
“Aku tak percaya bibi membiarkan
ini. Kenapa bibi tidak meneleponku dan menceritakan semuanya padaku?”
“Ini hanya masalah sepele
Marvin.”
“Masalah sepele? Katherine pergi
masalah sepele?”
“Dia hanya jalan jalan. Dia
sedang liburan. Aku memberinya cuti. Ini baik untuknya. Untuk refreshing.”
“Ya, tentu saja. Lalu bagaimana
kalau dia tidak mau kembali?” teriak Marvin kesal. “Aku mencintainya bibi. Aku
tidak mau kehilangan dia.”
“Ya Tuhan, kau serius Marvin?” Nyonya
Laurie kaget.
“Tentu saja aku serius!”
“Kupikir kau cuma bercanda.”
“Katherine sangat special untukku
bibi.”
“Kalau begitu kau cari Katherine
sekarang dan bawa dia kembali ke sini.”
“Itu memang akan kulakukan.”
“Kalau begitu masalah
terpecahkan. Bisakah kau duduk sekarang dan berhenti mondar mandir seperti
ini?”
“Tidak.” Marvin menghela nafas
panjang, “Pamela mana? Dia ada di kamarnya?”
“Tidak, dia sedang pergi.
Sudahlah Marvin, jangan memperbesar persoalan. Pam tidak tahu dengan apa yang
dilakukannya.”
“Tentu saja dia tahu. Bibi jangan
membelanya seperti ini. Tindakannya tetap salah, kekanakan, egois.”
“Bibi tidak membelanya. Bibi
hanya tidak punya pilihan. Bibi tidak mau Pam pergi dari rumah ini dan..” kata
kata Nyonya Laurie terhenti ketika didengarnya suara mobil Pamela masuk halaman
rumah. “Pam datang,” ujar Nyonya Laurie pelan.
“Tinggalkan kami berdua Bi, aku
ingin bicara dengannya.”
“Jangan memarahinya Marvin,
dia..”
“Tolong Bibi, tinggalkan kami
berdua.”
“Oke,” Nyonya Laurie akhirnya
pergi dari ruang tamu Keluarga Ortega dan pergi ke dapur.
Pamela yang baru masuk ke dalam
rumah terkejut melihat Marvin ada di ruang tamu rumahnya. “Wow, kakak sepupuku
tersayang yang super sibuk ada di sini. Ini kejutan.”
“Apa yang sudah kau lakukan pada
Katherine?”
“Katherine?” Pamela terkejut, dia
terdiam beberapa saat. “Oh Ya Tuhan, hebat sekali wanita itu. Pertama ibuku,
lalu kau, keahliannya ternyata mencuri perhatian orang orang yang kusayangi.”
“Tidak ada yang mencuri apapun
dari dirimu. Kau tidak pernah ada untuk ibumu saat ibumu butuh dirimu, butuh
teman bercerita, butuh teman curhat. Katherine yang ada untuknya, tapi lalu kau
mengusirnya pergi?”
“Dia pantas mendapatkan itu
karena..”
“Hanya karena ibumu menolak pergi
denganmu dan memilih pergi dengan Katherine kau mengusirnya Pamela? Demi
Tuhan.”
“Masalahnya tidak sesederhana
itu. Ia mencoba mencuri ibuku.”
“Kau yang membiarkan ibumu
dicuri! Bagaimana mungkin kau menimpakan kesalahan pada orang lain!”
“Kakak sepupuku yang sangat
menyayangiku biasanya tidak semarah ini padaku.” Pamela hampir menangis. “Ia
selalu membelaku.”
“Adik sepupuku yang kusayang juga
biasanya tidak bersikap menyebalkan seperti ini.” Ujar Marvin sambil
mengeluarkan handphone-nya. “Cari
Katherine secepatnya Pamela, minta maaf padanya dan bawa dia kehadapanku.”
“Tidak akan. Jangan bermimpi. Aku
tidak akan melakukan itu.”
“Baiklah, kalau itu pilihanmu.”
Marvin lalu menelepon sekretarisnya. “Bianca, tolong kartu kredit atas nama
Pamela Ortega dibekukan untuk sementara waktu.”
“Marvin! Kau tak mungkin
melakukan ini padaku.” Teriak Pamela histeris.
“Ya Bianca, terhitung mulai
sekarang. Kau cepat beritahu banknya.” Marvin tak menggubris teriakan Pamela,
ia terus ngobrol dengan sekretarisnya.
“Marvin! Kau tidak sungguh
sungguh!”
“Aku sungguh sungguh,” ujar Marvin
setelah mengakhiri pembicaraannya dengan sekretarisnya. “Kartu kreditmu tidak
bisa digunakan lagi sekarang.”
“Aku tak percaya ini!”
“Sebaiknya kau percaya. Seperti
aku bilang, cari Katherine, minta maaf padanya dan bawa dia ke hadapanku, baru
kartu kreditmu aktif lagi.”
“Marvin!”
“Semakin lama kau mencarinya,
semakin lama juga kartu kreditmu tidak bisa digunakan!”
“Marvin!”
“Aku pulang sekarang.”
“Marvin!”
“Itu pilihanmu Pamela. Kalau kau
tak perlu kartu kreditmu lagi juga tak apa apa. Tidak masalah buatku.”
“Aku sangat memerlukannya. Tentu
saja aku memerlukannya.”
“Kalau begitu cari Katherine
sekarang.”
“Itu tidak mungkin, aku..”
Marvin tak mendengarkan kata kata
Pamela lagi. Ia berjalan ke arah mobilnya dan segera pergi meninggalkan halaman rumah
keluarga Ortega.
~ ~
BAB DELAPAN
RUMAH DANAU
Ini tidak mungkin terjadi padaku, ini hanya mimpi buruk. Pamela
terus menggerutu. Ia benar benar tak punya pilihan. Ia sangat memerlukan kartu
kredit dari Marvin untuk menopang biaya
hidupnya sehari-hari.
Oh, brengsek, kupikir masalah Katherine hanya berhubungan dengan ibu
saja. Bagaimana mungkin Marvin bisa terlibat di dalamnya? Apakah Marvin
menyukai Katherine? No way! Orang seperti Katherine? Yang benar saja. Masih
banyak wanita lainnya yang lebih menarik dari Katherine. Pam terus mengeluh dalam hati. Ia sekarang
sedang berada dalam taksi yang akan membawanya ke alamat rumah keluarga Reeve.
Teman temannya ikut membantunya
mencarikan alamat keluarga Reeve lewat internet, media sosial, bahkan menelepon
rumah keluarga yang mempunyai nama belakang Reeve satu satu. Sama seperti
dirinya, teman temannya juga bergantung pada kartu kredit dari Marvin, karena
Pam sering mentraktir mereka ini dan itu dan pergi ke tempat tempat yang mereka
sukai dengan menggunakan kartu kredit itu sehingga teman temannya rela
membantunya.
Ketika alamat Katherine akhirnya
berhasil ia dapatkan, Pamela langsung menarik nafas lega. Ia berharap bisa
cepat cepat membawa Katherine pulang lagi ke Seville sehingga kartu kreditnya bisa cepat
digunakan lagi.
Mrs. Grayson membukakan pintu
ketika Pamela membunyikan bel di kediaman keluarga Reeve.
“Ya, ada yang bisa dibantu?”
tanya Mrs. Grayson pada Pamela.
“Hai, aku mencari Katherine.”
“Sebentar aku panggilkan.”
Katherine turun dari tangga
rumahnya dan tertegun melihat Pamela sedang menunggunya di ruang tamu rumahnya.
“Apa yang kau lakukan disini?
Bagaimana cara kau menemukan rumahku? Ibumu tidak tahu alamat rumahku.” Cerocos
Katherine kaget.
“Aku berusaha mencarinya,” Pamela
tersenyum serba salah. “Katherine, aku minta maaf atas apa yang sudah
kulakukan. Saat itu aku sedang emosi dan..”
“Jadi aku harus memaklumi sifat
emosimu gitu? Semudah itu?”
“Aku tahu aku salah, seharusnya
aku tidak melakukan hal itu, untuk itulah aku datang ke sini mencarimu.”
“Kau mau datang jauh jauh
mencariku untuk minta maaf?” teriak Katherine tak percaya.
“Teleponmu susah dihubungi. Aku
tak punya pilihan.”
“Kupikir pasti ada sesuatu,” ujar
Katherine lambat lambat.
“Sesuatu apa?”
“Entahlah. Sesuatu yang
mendorongmu melakukan ini.”
“Tidak, sungguh, ini karena aku
merasa sangat bersalah.”
“Ya, tentu saja.”
“Ayolah Katherine, tolong maafkan
aku.”
“Kau janji tidak akan melakukan
hal seperti ini lagi pada siapapun?”
“Aku janji.”
“Bagus, sebaiknya memang begitu.
Sebelum kita melabrak seseorang atau menyakiti hati orang lain, pikirkan apa
akibatnya.”
“Oke.”
“Luka yang kita timbulkan pada
hati orang lain akan berbekas Pamela.”
“Oke.”
“Mungkin bisa sembuh, tapi akan
berbekas. Orang itu akan selalu mengingat perlakuan buruk kita pada dirinya.”
“Oke.”
“Jadi berhati-hatilah sebelum kita
bikin masalah dengan orang lain.”
“Oke. Jadi kau memaafkanku?”
“Ya.”
“Terimakasih.”
“Ya.”
Pamela masih duduk di hadapan
Katherine.
“Aku sudah memaafkanmu, sekarang
kau boleh pergi dari rumahku.”
“Ehm, satu lagi Katherine.
Bekerjalah lagi di tempat ibuku. Ibu sangat memerlukanmu.”
“Tidak, ibumu tidak memerlukanku,
karyawannya banyak.”
“Baik, tidak apa apa kalau tidak
mau bekerja di sana
lagi, kau boleh kembali ke rumah karyawan La
Amaryllis lagi.”
“Rumah itu khusus diperuntukkan
untuk karyawan La Amaryllis.
Bagaimana aku bisa tinggal di sana
kalau aku tidak bekerja di La Amaryllis lagi.”
“Kau pengecualian. Kau special. Kau
tetap boleh tinggal di sana
walau bukan karyawan La Amaryllis lagi.
Kau ikut denganku ke Seville
ya, please Katherine?”
“Aku tidak mau, aku tidak akan
kembali ke sana .
Aku mau membuka toko roti dan kue di sini.”
“Apa?!”
“Kenapa kau terkejut seperti
itu?” Katherine menatap Pamela heran.
“Kau tidak akan membuka toko roti
di sini, kau harus ikut denganku ke Seville .”
“Aku tidak akan ikut denganmu.
Kenapa aku harus ikut denganmu?”
~ ~
Katherine sedang memilih buah
buahan yang segar di pasar tradisional di dekat rumahnya ketika teleponnya
berbunyi. Sejak pulang ke rumah orangtuanya, Katherine menggunakan nomor
telepon baru, yang tahu nomor teleponnya hanya keluarganya.
“Ya ibu, ada apa? Ibu mau minta
dibelikan sesuatu?”
“Tidak Katherine, ibu tidak perlu
apa apa hanya saja…”
“Hanya apa bu?”
“Temanmu Pamela, kapan kira kira dia
pergi dari rumah kita? Sudah dua malam ia menginap di sini.”
Katherine diam, ia juga bingung
harus bertindak bagaimana terhadap Pamela. Sejak Katherine menolak ikut pulang
dengannya ke Seville ,
Pamela memaksa menginap di rumahnya. Untung orangtua Katherine mengijinkan.
“Aku tidak mungkin mengusirnya
Bu. Ibunya sudah baik padaku saat aku tinggal di Seville . Apa saat ini dia bertingkah macam
macam?” tanya Katherine.
“Tidak. Dia duduk manis di
samping Candy memperhatikan Candy menggambar baju. Sepertinya ia tertarik
dengan apa yang dilakukan Candy sehingga ikut mencoret coret sesuatu di sebuah
kertas kosong.”
“Ya Tuhan,” gerutu Katherine
kesal. “Ibu, aku harus bagaimana kalau ia betah tinggal di rumah kita?”
“Mungkin kau harus ikut dengannya
pulang dulu ke Seville baru ke sini lagi, dia
bilang dia tidak akan kemana mana sebelum kau ikut dengannya ke Seville .”
“Aku tidak mungkin ke Seville dalam waktu dekat ini Bu. Besok aku harus ke London , aku sudah pesan
tiket pesawatnya. Aku empat hari di sana .”
“Bagaimana dengan temanmu kalau
kau pergi ke London ?”
“Aku tidak tahu, mudah mudahan
kalau tidak ada aku dia mau pergi.”
“Ya, mudah mudahan.”
“Ibu jangan memberi tahu siapa
siapa ya kalau aku mau pergi. Aku nanti malam akan pergi diam diam ke bandara.
Aku takut Pamela mengikutiku.”
“Ya, tenang saja. Ayahmu yang
nanti akan mengantarmu ke Bandara. Mobilnya ia titipkan pada tetangga kita Mr.
Philips, biar nanti tidak berisik dan membuat Pamela bangun.”
Katherine tertawa, “kita seperti
main kucing kucingan.”
“Ya.” Mrs. Reeve ikut tertawa, “sampai
makan siang nanti, Sayang. Mengemudi hati hati.”
“Ya ibu, bye. Sampai nanti.”
Katherine kemudian termenung
sambil memegang buah apel yang besar. Ia tak mengerti kenapa Pamela begitu
ngotot mengajaknya kembali ke Seville .
Ia lalu memperhatikan apel yang
dipegangnya. Ia kemudian tersenyum saat ingat Brown, kuda kesayangannya di de Cartijo. Katherine akhirnya
memutuskan untuk pergi ke kastil impian lebih dulu sebelum pergi ke rumah bibi Alice dan Paman Daniel.
~ ~
BAB SEMBILAN
KASTIL IMPIAN
Katherine tak percaya bisa melihat kastil impian
lagi. Dulu ketika pergi meninggalkan keluarga Williams, Katherine tak punya
keinginan untuk kembali ke rumah pertanian keluarga Williams di Edinburg ini lagi
walau Katherine sangat menyukainya. Tapi ternyata ia di sini lagi. Dan ia
sangat bersyukur karenanya.
Kastil impian adalah rumah pertanian dengan satu
bangunan utama yang besar yang terdiri dari dua lantai, puluhan kamar tidur di
dalamnya, ruang keluarga yang luas, ruang televisi yang luas, ruang makan yang
luas, dapur yang luas, halaman yang luas, istal dan puluhan kuda di dalamnya.
Bangunan kastil impian adalah khas rumah rumah di Edinburg yang tertata rapih
dengan corak batu bata yang lebar. Suasana asri pedesaan begitu terasa di sini.
Pagar yang mengelilingi rumah pertanian Williams adalah pagar kayu dengan pintu
gerbang yang juga terbuat dari kayu.
Dari Luton Airport London tadi, Katherine hanya
menempuh satu jam perjalanan menggunakan pesawat. Sampai bandara Edinburg Katherine
masih harus menggunakan bis untuk mencapai kastil impian. Dulu Katherine
biasanya menggunakan bis secara langsung dari London. Waktu yang ditempuh
Katherine menuju rumah pertanian keluarga Williams yang cantik ini bila
menggunakan bis sekitar sebelas jam. Katherine pergi dari terminal bis Victoria
di London jam sepuluh malam dan sampai kastil impian jam delapan pagi. Katherine
harus melewati kota kota eksotik di Inggris seperti Sheffield dan Newscastle
sebelum mencapai Edinburg. Pemandangan yang Katherine suka bila melewati
Newcastle adalah jalanan di pesisir laut utara yang terletak di sebelah timur
laut pulau Britania. Pemandangan di pesisir laut itu cukup indah bagi Katherine
dan Katherine menyukainya. Jika naik kereta Katherine biasanya menempuh perjalanan
kurang lebih lima jam dari stasiun Euston, London ke stasiun Glasgow. Dari stasiun
Glasgow Katherine masih harus naik bis selama 1 jam lebih untuk mencapai rumah
pertanian keluarga Williams.
Pergi naik bis atau kereta biasanya Katherine
lakukan kalau ia sedang pergi sendiri. Ia lebih suka naik kereta dan bis
daripada mengendarai mobil. Ia malas kalau harus mengemudi selama sebelas jam
perjalanan. Tapi pernah beberapa kali Katherine pergi ke kastil impian berdua
Brooke dengan menggunakan mobil Brooke dan mereka mengemudi secara bergantian.
Sampai di halaman kastil impian, Katherine merasa
heran karena seluruh halaman kastil dihias seperti akan ada pernikahan.
Banyak perubahan lainnya dari kastil tersebut.
Kastil tersebut sekarang terlihat lebih rapi dan terawat, tidak seperti dulu
saat Katherine meninggalkannya. Ada tambahan taman bunga di sana sini. Semuanya
terlihat begitu cantik.
Katherine akhirnya berjalan ke belakang bangunan
utama untuk menemui Mrs. Alison, ketua pelayan di sana yang dulu Katherine
kenal. Ia berharap Mrs. Alison masih kerja disana. Dan harapan Katherine
terkabul karena ternyata Mrs. Alison masih mengenali dirinya.
“Katherine, Ya Tuhan, apa kabar, aku
merindukanmu,” Mrs. Alison memeluk Katherine erat. “Ayo masuk.” Ia lalu mengajak
Katherine masuk melalui pintu dapur. “Aku minta maaf, tempat ini hari ini
hingga tiga hari mendatang akan dipakai acara pernikahan. Jadi agak ramai.
Kamar di rumah ini penuh semua digunakan tamu tamu yang datang ke pernikahan.
Kau tak keberatan kan tidur di kamarku, berdua denganku?” tanya Mrs. Alison.
“Tidak apa apa Mrs. Alison.” Katherine tersenyum.
“Kalau begitu ayo ke kamarku dulu, kau mandi dan
istirahat dulu, aku akan menyiapkan camilan dan minuman untukmu.”
“Oke,” Katherine langsung mengangguk setuju.
~ ~
Jam baru menunjukkan pukul delapan malam saat
Katherine melihat Mrs. Alison terus terusan menguap. Sepertinya Mrs. Alison
lelah sekali dan ingin cepat cepat tidur.
“Mrs. Alison, kalau Anda ngantuk, Anda tidak usah
menemaniku. Aku memang biasa tidur larut kok.”
“Tidak apa apa, sebentar lagi aku tidur. Ada
banyak sekali yang ingin kuceritakan padamu Katherine, aku yakin, kau pasti tak
akan suka mendengarnya.”
“Tentang apa?” tanya Katherine heran.
“Tempat ini.” Mrs. Alison menghela nafas pelan,
“Sekarang bukan milik keluarga Williams lagi.”
“Apa?” teriak Katherine kaget. “Yang benar?”
“Ya. Benar.”
“Mereka menjualnya?”
“Ya, mereka menjualnya. Mereka tak punya pilihan
sehingga harus menjual tempat indah ini.”
“Apa yang terjadi Mrs. Alison? Apakah keluarga
Williams mempunyai masalah keuangan?”
“Itu betul. Perusahaan mereka nyaris bangkrut.
Mereka bahkan tidak sanggup menggaji karyawan mereka sehingga keputusan untuk
menjual rumah pertanian ini mereka ambil untuk mengatasi masalah keuangan yang
mereka hadapi. Perusahaan mereka malah didanai oleh beberapa investor dari luar
negeri agar bisa tetap berjalan.”
“Bagaimana mungkin Williams Property bisa sampai
mengalami kebangkrutan?” tanya Katherine heran, “seingatku saat kutinggalkan dulu
keuangan di perusahaan sangat sehat, tidak ada masalah apapun.”
“Ini semua karena ulah suami Brooke.”
“Brian?” tanya Katherine kaget.
“Ya. Sejak menikah dengan Brooke, Brian diberi
kepercayaan oleh Mr. Williams untuk mengelola perusahaannya karena pengalaman Brian
juga dibidang properti. Pada mulanya semua berjalan lancar, tidak ada kendala
apa apa. Tapi lama kelamaan perusahaan mengalami masalah keuangan karena
pengeluaran ternyata lebih banyak dari pemasukan.”
“Lalu?”
“Brian sepertinya suka investasi disana sini tanpa
melihat apakah usaha tempat ia berinvestasi sehat atau tidak. Singkat cerita
ada beberapa usaha yang tidak sehat sehingga perusahaan mengalami kerugian. Dan
semua diperparah dengan hobi gambling Brian di bursa saham.”
“Lalu apa yang terjadi?”
“Ya itu tadi. Perusahaan mengalami kebangkrutan
karena punya masalah keuangan yang parah. Kalau masalah keuangan tersebut tidak
cepat ditanggulangi maka banyak karyawan yang harus dipecat, dan mau tak mau
perusahaan itu tutup. Akhirnya suami dari Angela, Timothy Taylor, kau ingat
Angela, anak dari isteri Mr. Williams yang sudah meninggal?”
“Ya, aku ingat,” kata Katherine.
“Nah suami Angela, Mr. Taylor, akhirnya mengatasi
masalah ini. Dan atas kesepakatan antara Mr. Williamas, anaknya dan menantunya,
rumah pertanian ini akhirnya mereka jual.”
“Ya Tuhan, sayang sekali, padahal tempat ini indah
sekali.”
“Aku juga menyayangkan hal itu, tapi itu satu
satunya jalan agar perusahaan kembali sehat.”
“Lalu apa tindakan mereka terhadap Brian?” tanya
Katherine penasaran.
“Mereka memecat Brian. Aku tidak tahu Brian kerja
dimana sekarang. Ia dan Brooke sekarang tinggal di sebuah apartemen. Aku dengar
sejak Brian dipecat, Brooke bekerja lagi di perusahaan periklanan tempat ia
bekerja dulu sebelum ia menikah.”
“Ya, di AE Advertising.”
“Iya, di sana. Kalau Brian aku tak tahu kerja
dimana sekarang.”
“Perusahaan Williams Property jadi sehat lagi?”
“Ya, berkat pasokan dana dari hasil penjualan
tempat ini dan dari pinjaman modal beberapa teman Mr. Taylor, keuangan
perusahaan Williams Property sehat lagi. Mr. Taylor sekarang yang jadi pimpinan
perusahaan tersebut. Teman Mr. Taylor banyak. Tersebar dari beberapa negara
Eropa lainnya. Bahkan teman ia juga yang membeli tempat ini.”
“Aku tetap merasa sedih tempat ini bukan menjadi
milik keluarga Williams lagi.”
“Tapi pemilik barunya baik kok. Dia juga idenya
sangat briliant. Dulu waktu masih jadi milik keluarga Williams tempat ini
dibiarkan begitu saja. Digunakan hanya saat saat tertentu ketika keluarga
Wiliams liburan. Kalau sekarang tidak.”
“Memang sekarang tempat ini dijadikan apa Mrs.
Alison?”
“Bisnis untuk acara pernikahan seperti yang kau
lihat hari ini. Semua sudut dihias dengan cantik.”
“Ya, semua orang sibuk sekali hari ini.” Katherine
tertawa. “Apakah pelayan pelayan di sini selalu sibuk seperti ini?”
“Selalu.” Mrs. Alison tersenyum, “Kami hampir
jarang beristirahat, karena kau tahu yang membooking tempat ini untuk acara pernikahan sudah penuh hingga akhir
tahun. Dan kau tahu, sekali menyewa tempat ini untuk acara pernikahan harganya
berapa? Sangat mahal. Amat sangat mahal. Ya bagaimana tidak mahal, ada
tigapuluh kamar dengan fasilitas bintang kelas lima disini, ditambah pemandangan
yang bagus, taman yang indah, air mancur yang cantik belum lagi fasilitas lainnya.
Tapi orang orang yang menyewa tempat ini seperti tidak mempermasalahkan betapa
mahal harganya tempat ini.”
“Ya, bagi orang orang kaya uang bukan masalah.”
Komentar Katherine.
“Tepat sekali. Mereka berebut tempat ini untuk
pesta pernikahan mereka, dari mulai para sosialita, selebrities, politikus,
olahragawan, aktor, komedian, semuanya sepertinya ada.”
“Bisnisnya mengiurkan sekali,” Katherine kembali
tertawa.
“Sangat menggiurkan,” Mrs. Alison tersenyum, “aku
masih terus kagum pada pemilik yang baru. Diawal mula merenovasi tempat ini
hingga menjadi seperti sekarang ia keluar uang sangat banyak. Itu diluar uang
pembelian tempat ini. Tapi hanya biaya renovasi. Tapi dua tahun berlalu, yang
aku dengar dari bagian keuangan, uang yang ia keluarkan sudah kembali dan ia
bahkan mendapat untung besar dari bisnis ini.”
“Kalian kecipratan tidak?” tanya Katherine sambil
bercanda.
“Tentu saja gaji kami disesuaikan. Ada biaya
lembur tersendiri bila kami kerja overtime.
Belum bonus dan lain lain.”
“Syukurlah, aku senang mendengarnya. Karyawan yang
bekerja disini tetap pegawai lama?”
“Ya, pegawai lama ditambah pegawai baru. Untuk pegawai
baru sepertinya mereka memang biasa kerja di hotel atau semacam itu karena
pekerjaan mereka profesional sekali. Ada bagian Public Relations khusus, ada bagian promosi khusus, bahkan HRD juga
ada. Kita juga punya pengacara untuk menghandle
kontrak kerja dengan para penyewa.”
“Kuda kuda Mr. Williams bagaimana? Beralih juga
jadi kepunyaan pemilik yang baru?”
“Tentu saja. Tapi Mr. Williams dan keluarganya
diperbolehkan datang ke sini untuk berkuda kapanpun mereka mau. Tamu tamu yang
menginap disini juga begitu. Itu semacam fasilitas tambahan.”
“Aku kangen paman Daniel dan Bibi Alice.” Ujar
Katherine sambil menguap.
“Kapan kau mengunjungi mereka?”
“Mungkin lusa. Aku mungkin hanya semalam menginap
di mansion mereka. Setelah itu aku pulang lagi ke negaraku.”
“Kenapa hanya sebentar Katherine?”
“Aku hanya berkunjung saja Mrs. Alison, tidak
menetap seperti dulu. Ngomong ngomong, besok aku boleh nginap lagi kan? Aku
suka udara di sini. Di sini udaranya segar sekali.”
“Tentu saja. Tapi kau harus cukup puas tidur
dikamarku seperti sekarang.”
“Tidak masalah.”
“Padahal kalau ada salah satu kamar kosong, aku
ingin menempatkan kau disana. Kamar di sini asik sekali Katherine. Elegan
sekali. Sangat nyaman. Ada perapian kalau musim dingin tiba. Jendelanya besar
besar sehingga cahaya matahari di pagi hari bisa masuk.”
“Kapan kira kira aku bisa tidur di salah satu
kamar itu?” harap Katherine.
“Aku tidak bisa memastikan,” Mrs. Alison tertawa.
“Karena yang nyewa selalu antri. Jadi kamar kamar itu tak pernah kosong,
kecuali..” kata kata Mrs. Alison terhenti.
“Kecuali apa?”
“Ada satu kamar yang khusus diperuntukkan untuk
pemiliknya jika dia datang ke sini. Kamar itu selalu kosong.”
“Oh, rumah dia di London juga seperti paman
Williams?”
“Tidak, dia berasal dari luar negeri. Ayo
Katherine, kita ke sana sekarang. Aku punya kuncinya.”
“Apa?” Teriak Katherine kaget. “Tidak Mrs. Alison,
aku tidak berani.”
“Hanya malam ini Katherine. Besok kau harus tidur
di kamarku karena yang aku dengar pemiliknya besok akan datang ke pesta pernikahan
Miss. Barbara karena ayah Miss Barbara teman bisnisnya. Ayolah.”
“Mrs. Alison, aku tidak berani.”
“Ayo!.”
~ ~
Katherine tersenyum gembira saat akhirnya bisa
tidur di tempat tidur yang sangat nyaman yang sekarang ia tiduri. Tempat
tidurnya luas. Kasurnya sangat empuk. Bantal dan gulingnya menurut Mrs. Alison
terbuat dari bulu angsa.
Mrs. Alison tidak mau ikut tidur bareng Katherine
di sini. Ia hanya mengantarkan Katherine ke kamar ini lalu pergi.
“Biasanya aku tak pernah melakukan ini,” ujar Mrs.
Alison sebelum meninggalkan Katherine. “Baru sekarang aku melakukannya,
maksudku membiarkan kau tidur di kamar bosku. Entah kenapa aku sangat ingin
membantumu.”
“Tidak apa apa Mrs. Alison, cuma semalam kok,
lagipula tidak akan ada barang barang di sini yang akan rusak atau kucuri.”
“Ya, tentu saja. Kau tak mungkin melakukan itu.
Mudah mudahan Tuhan dan bosku mau memaafkanku.”
“Amin.” Katherine mengamini doa Mrs. Alison.
Mrs. Alison lalu berpesan besok pagi pagi sekali
ketika Katherine bangun tidur ia harus membereskan tempat tidur dan mengunci
kamar ini lagi dan memberikan kunci kamar ini pada Mrs. Alison.
Bagi Katherine tidak masalah asal ia bisa tidur di
tempat nyaman seperti ini. Tadi Katherine juga sempat berendam air panas sambil
minum wine. Ada bar kecil di kamar
ini, ada televisi besar, ada meja kerja lengkap dengan laptop di atasnya. Ada
kulkas kecil, ada perapian bahkan ada meja tempat bermain bilyard.
Katherine tidak menyalakan perapian karena udara
malam ini sedang hangat.
Jendela besar di kamar ini ia biarkan terbuka dan
tidak ditutupi tirai. Katherine ingin sinar matahari menerobos masuk melalui
jendela itu dan memberi kehangatan pada kamar tersebut saat pagi datang.
~ ~
Katherine terbangun ketika mendengar ketukan di
pintu kamar. Untuk sejenak Katherine bingung ia berada dimana, tapi kemudian ia
ingat ia sedang ada di kastil impian.
“Katherine, kau sudah bangun,” suara Mrs. Alison
terdengar di balik pintu.
Katherine langsung loncat dari tempat tidur dan
berlari ke arah pintu dan membukanya.
“Sudah jam delapan pagi. Acara pernikahan jam
sepuluh. Ya Tuhan Katherine, ayo cepat keluar dari tempat ini, aku takut
pemiliknya datang.”
“Sebentar aku bereskan tempat tidurnya dulu.”
“Cepatlah.”
“Iya.” Katherine langsung membereskan tempat tidur
yang sudah ditidurinya.
“Tasmu mana Katherine, tasmu, biar kuambilkan.”
“Ada di kamar mandi.”
Mrs. Alison segera berlari ke kamar mandi. Ia lalu
memeriksa sekali lagi barang barang Katherine lainnya takut ada barang
Katherine yang tertinggal. Setelah semuanya aman ia lalu menarik tangan
Katherine keluar pintu. “Ayo.” Ujar Mrs. Alison. “Kenapa kau bangun kesiangan?”
“Aku tidak tahu, aku tidur nyenyak sekali.”
“Sekarang berlarilah ke kamarku. Para tamu mulai
berkumpul di halaman karena pesta pernikahannya akan dilaksanakan di sana.
“Mrs. Alison.”
“Ya?”
“Kau punya baju pelayan lainnya? Biar aku bantu
kalian menghidangkan kue dan minuman.”
“Apa? Yang benar saja Katherine.”
“Iya. Aku ingin membantu kalian, aku tidak ada
kerjaan hari ini.”
“Kau bisa jalan jalan di sekitar sini seperti yang
biasa kau lakukan dulu.”
“Nanti saja jalan jalannya.”
“Baiklah, di lemariku ada beberapa baju pelayan,
kau pakai saja salah satunya. Mudah mudahan tidak kebesaran di tubuhmu.”
“Mudah mudah tidak.” Kateherine tertawa sambil
berlari ke kamar Mrs. Alison.
~ ~
Katherine tersenyum sambil memperhatikan
penampilannya di depan kaca. Baju Mrs. Alison ternyata muat di tubuhnya karena
tubuh mereka memang tidak berbeda jauh. Tidak gemuk, tidak juga kurus. Ia juga bersyukur
karena baju pelayan di kastil impian harus memakai topi yang agak lebar
sehingga wajahnya jadi sedikit tersembunyi.
Katherinepun akhirnya wara wiri di antara tamu
sambil membawakan kue kue. Ia malas membawa minuman karena gelas gelas untuk
menghidangkan minuman tersebut adalah gelas kristal yang mahal. Ia takut gelas
itu pecah, jadi amannya ia hanya membawakan roti dan kue kue kecil.
Ketika pemberkatan pernikahan Barbara sudah
dilakukan, para tamu yang tadi duduk hikmat di tempat duduk yang ditata rapi di
depan altar kini mulai berbaur dan ngobrol satu sama lainnya. Mereka tertawa
tawa, bahkan ada beberapa diantaranya yang berdansa.
“Miss Samantha Sanzhec, apa kabar? Lama tidak
berjumpa denganmu, kau tambah cantik saja,” ujar seorang pria pada seseorang.
“Terimakasih.” Jawab suara seorang wanita.
Samantha
Sanchez. Tunggu dulu.
Katherine tertegun. Rasanya ia pernah mendengar nama itu. Dimana ya, siapa yang bilang. Oh salah satu temanku yang menyebutkan
namanya. Ursula? Bukan? Deborah? Bukan. Jane? Ya jane yang bilang.. Katherine
langsung membekap mulutnya karena kaget. Ya
Tuhan, Samantha Sanchez adalah kekaksih Marvin.
“Mr. Guilarmo apa kabar? Aku senang kau bisa hadir
di pernikahan putriku.”
“Kabar baik Mr. Ethan. Senang bisa bertemu
denganmu lagi.”
MARVIN DISINI? Katherine berteriak dalam hati. Ia
menarik topinya agar wajahnya tersembunyi. Ya
Tuhan, Ya Tuhan, semoga ia tak melihatku. Aku tak menyangka ia menjadi salah
satu undangan di pesta pernikahan ini dan..
“Tempat Anda indah sekali Mr.Guilarmo, aku sangat
menyukainya.”
“Ya, terimakasih sudah menjadikan tempat ini
sebagai bagian dari moment
kebahagiaan Barbara.”
“Barbara dapat hadiah dari temannya. Temannya mau
mengalah memberikan tempat ini pada Barbara lebih dulu. Ia menikah belakangan.
Cukup susah untuk membooking tempat
ini Mr. Guilarmo.”
“O, ya?” Marvin tertawa, “aku tak tahu itu. Mr.
Howard yang mengurusnya untukku. Ia yang bertanggung jawab dengan tempat ini.”
“Ya, kemarin kemarin aku juga banyak berdiskusi
dengan Mr. Howard.”
Katherine tidak mendengar lagi dengan apa yang
mereka perbincangan. Ia berusaha kabur dari tempat Marvin berada secepatnya. Ia
menaruh baki kuenya di atas meja yang dilewatinya dan berlari ke kamar Mrs.
Alison.
Di depan kamar Mrs. Alison Katherine berusaha
menenangkan nafas. Aku harus segera pergi
dari tempat ini, Ya Tuhan, aku harus segera pergi dari tempat ini, teriak
Katherine dalam hati.
“Hey, kau, enak saja kau malas malasan di sini.
Cepat keluar dan bawa hidangan kue ini!” Ujar seorang pelayan wanita berambut
pirang pada Katherine. “Kau dibayar tidak untuk malas malasan.”
Katherine ingin bilang kalau ia bukan pelayan di
tempat itu tapi kata kata itu sangat susah keluar dari mulutnya. “Pe..perutku
sakit,” akhirnya Katherine bisa berbicara juga dengan gumaman tak jelas.
“Apa?”
“Perutku sakit.”
“Huh, alasan!” pelayan berambut pirang itu
akhirnya pergi dari hadapan Katherine.
Katherine cepat cepat masuk ke kamar Mrs. Alison
dan mengganti bajunya. Ia akan pergi saat itu juga, tapi ia tak tahu cara
berpamitan pada Mrs. Alison.
Katherine sedang mondar mandir dengan gelisah saat
Mrs. Alison akhirnya masuk ke dalam kamar.
“Aku tidak melihat kau wara wiri di luar lagi.”
“Ya, aku sedang bersiap siap, kupikir aku akan
mengunjungi paman Daniel dan bibi Alice sekarang saja.”
“Kenapa?”
“Tidak apa apa.”
“Pasti kau nanti malam malas tidur di sini ya?
Tempat tidurmu di Williams Mansion memang sangat nyaman.” Mrs Alison tertawa.
“Tidak begitu kok. Aku kangen dengan mereka.
Mungkin aku akan mengajak mereka jalan jalan dulu sebelum pulang ke negaraku.
Aku kangen suasana London di waktu malam.”
“Oh, begitu. Baiklah hati hati di jalan ya.”
“Ok.” Katherine lalu diam, “ehm.. Mrs. Alison,
apakah pemilik baru rumah ini berasal dari Spanyol?”
“Ya, namanya Mr. Guilarmo, ia ada di antara tamu
yang hadir hari ini. Kenapa?”
“Tidak apa apa. Tadi orang orang memperbincangkan
tentang dirinya.”
“Oh. Semua orang pasti memuji tempat yang indah
ini.”
“Ya, itu yang mereka katakan,” gumam Katherine
pelan. Kenapa kau tidak memberitahuku
dari semalam Mrs. Alison Bahwa pemilik tempat ini Mr. Guilarmo! Teriak
Katherine dalam hati. Tahu begitu aku tidak
akan tidur di kamarnya!
“Kau mau naik apa ke London?” tanya Mrs. Alison
saat Katherine mengenakan sepatunya.
“Kereta saja. Terimakasih atas semuanya Mrs.
Alison. Aku akan sangat merindukanmu.”
“Aku juga Katherine. Andai kita bisa bertemu dalam
waktu yang lebih santai, aku minta maaf tidak bisa menemanimu ngobrol banyak.”
“Tidak apa apa. Kapan kapan kita harus jalan jalan
dan ngobrol dengan santai,” Katherine tertawa.
“Iya, aku setuju.”
“Aku berangkat sekarang.” Katherine mengambil
tasnya sambil tersenyum. Tidak banyak yang Katherine bawa. Ia hanya membawa
beberapa potong baju santai saja. Ia lalu memeluk tubuh Mrs. Alison erat.
“Iya Katherine. Selamat jalan. Dan hati hati di
jalan.” Mrs. Alison balas memeluk Katherine erat.
Katherine akhirnya melepaskan pelukannya dan melambai
sambil tersenyum ke arah Mrs. Alison. Ia lalu keluar dari arah pintu dapur dan
berjalan menyusuri jalan setapak untuk mencapai jalan raya.
~ ~
“Terimakasih sudah menemaniku ke sini,” Marvin
tersenyum ke arah Samantha ketika Samantha siap siap akan pergi ke London.
Salah satu teman Samantha mempunyai apartemen di London dan Samantha akan
menginap di rumah temannya. Supir Marvin akan mengantarnya hingga bandara. Dari
sana ia menggunakan pesawat ke London.
“Sama sama Marvin. Tempat ini indah sekali, aku sangat menyukainya. Aku
baru sekali datang ke sini dan aku sangat menyukainya.”
“Ya, tadinya aku tidak tertarik membelinya, tapi
temanku, Tim, memaksaku. Keluarganya sedang mengalami masalah keuangan. Jadi
ya...” Marvin terdiam sejenak. “Di awal awal membeli tempat ini aku tidak punya
ide, apa yang harus kulakukan dengan tempat ini. Aku merasa sayang kalau tempat
ini terbengkalai begitu saja sementara aku juga pasti jarang datang ke sini.”
“Tapi kau tetap harus mengeluarkan uang untuk perawatan
tempat ini dan menggaji para pegawai di sini.” Samantha tertawa, “aku mengerti
maksudmu.”
“Kau betul. Selain sayang karena tempat ini butuh dana
perawatan yang besar, aku juga ingin memberi kesempatan pada orang orang untuk
bisa menikmati keindahan pemandangan di sini. Akhirnya ide untuk menyewakan
tempat ini muncul, dan seperti inilah keadaannya sekarang.”
“Kudengar tempat ini jadi tempat favorit.”
“Ya, kuharap akan tetap jadi seperti itu.”
“Baiklah, aku pergi sekarang.”
“Oke, hati hati di jalan.”
“Kapan kau kembali ke Seville?” tanya Samatha
sebelum naik ke mobil.
“Mungkin lusa. Tim mengundangku makan malam besok
malam di tempat ayah mertuanya. Aku tidak enak kalau langsung pulang tanpa
memenuhi undangannya.”
“Baiklah, sekali lagi terimakasih sudah membawaku
ke tempat indah ini.” Samantha tersenyum menatap Marvin.
“Sama sama dan kupikir..” Marvin terdiam sejenak.
“Kenapa?” tanya Samantha heran.
“Mungkin di waktu waktu mendatang aku tidak perlu
bantuanmu seperti ini lagi.”
Wajah Samantha berubah kecewa. Ia sangat menyukai
Marvin dan sangat mencintainya. Ia sangat suka dimintai bantuan seperti ini. Ia
patah hati saat Marvin memutuskan hubungan mereka. Ia sempat stress, tapi
Marvin kemudian minta bantuan padanya dan stressnya hilang. Tapi stress itu
sepertinya akan kembali menerpa dirinya.
“Siapa wanita yang beruntung itu?” tanya Samantha
pelan.
“Aku belum bisa bicara banyak,” Marvin tersenyum,
“tapi aku harap kelak kalian bisa berteman.”
“Aku meragukan itu,” Samantha tertawa, “aku akan
mencakar cakar wajahnya.”
“Tidak, kau tidak akan melakukan itu.”
“Tentu saja aku akan melakukannya. Aku cemburu
sekali padanya.”
“Mr. Robinson, mengemudi hati hati ya,” ujar
Marvin pada supirnya sambil membukakan pintu mobil untuk Samantha.
“Ya, tuan.” Jawab supirnya sopan.
“Serius Marvin, aku akan mencakar cakar wajahnya.”
Samantha lalu masuk ke dalam mobil.
“Kau bukan kucing Samantha, kau tidak akan mencakar wajahnya. Sampai bertemu lagi.” Marvin menutup
pintu mobil dan melambaikan tangan pada Samantha.
~ ~
BAB SEPULUH
WILLIAMS MANSION
Katherine tak percaya bisa berada
di ruang tamu keluarga Williams yang luas dan indah lagi. Tadi Mrs. Rogers,
salah satu pelayan di tempat kediaman Williams membukakan pintu untuknya.
Sekarang, Mrs. Rogers sedang memanggil bibi Alice . Dari stasiun Euston tadi Katherine
menggunakan taksi ke sini.
“Katherine, Ya Tuhan, sudah lama
sekali, aku merindukanmu,” bibi Alice
berteriak senang saat melihat Katherine. Ia lalu memeluk Katherine erat.
“Bibi sehat sehat saja?”
Katherine balas memeluk bibi Alice .
“Ya. Bagaimana dengan dirimu?
Kukira kau sedikit lebih gemuk.”
“Aku banyak makan.” Katherine
tertawa.
“Duduklah sayang, kemana saja kau
selama ini, apa yang kau lakukan di negaramu, kau bekerja dimana? Aku belum
mendapat undangan pernikahan darimu, padahal kau berjanji kalau menikah akan
mengundangku.”
“Aku memang belum menikah bibi”
“O, ayolah, jangan bilang tidak
ada pria oke di luaran sana .”
“Aku belum menemukan yang cocok
saja.”
“Kau harus cepat cepat menikah.
Brooke sudah punya anak laki laki. Namanya Brandon. Ia..” kata kata bibi Alice terhenti. “Maafkan
aku, aku terlalu bersemangat.”
“Tidak apa apa kok, Bi.”
“Sungguh?”
“Iya.”
“Kukira, sejak kejadian itu kau
masih marah dan…”
“Dulu aku memang marah, tapi
sekarang tidak lagi. Brandon
ada dimana sekarang? Kata Mrs. Alison Brooke tinggal di apartemen sekarang.”
“Kau sudah bertemu dengan Mrs.
Alison?”
“Ya. Aku sudah mendengar semuanya
dari Mrs. Alison, aku menyesal dengan kejadian yang menimpa keluarga ini.
Padahal rumah pertanian di Edinburg
indah sekali.”
“Ya, dan sekarang indahnya
berkali kali lipat dari sebelumnya. Pemilik barunya sudah menyulapnya menjadi
tempat yang menakjubkan. Aku dan pamanmu dulu tidak kepikiran untuk menyewakan
tempat itu.”
“Itu karena keluarga ini sering
pergi ke sana
untuk istirahat dan liburan, berbeda dengan pemilik barunya yang jarang datang
ke tempat itu. Jadi manfaatnya juga beda Bi, keluarga Williams untuk liburan,
dan pemilik baru untuk bisnis.”
“Memang.” Bibi Alice tersenyum,
lalu ia mengeluarkan handphonenya,
mencari cari sesuatu di handphonenya.
“Ini Brandon, cucuku yang tampan.” Ujarnya sambil memperlihatkan sebuah foto
pada Katherine, “aku sedih Brandon
tidak tinggal di sini lagi.”
“Ia lucu, senyumnya mirip
Brooke,” komentar Katherine, “jadi benar ia tinggal di apartemen bersama ibu
dan ayahnya?”
“Hanya bersama ibunya saja.
Brooke dan Brian sedang menjalani sidang perceraian.”
“Apa?” Katherine terkejut.
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
“Brooke tak tahan dengan
semuanya, terutama dengan hobi gambling
Brian. Dulu sebelum Brian bikin ulah, mereka, - Brian dan Brooke - tinggal di
sini karena kau tahu, kamar di sini banyak, sementara untuk menyewa apartemen
di kota besar seperti London biayanya mahal sekali. Brandon lahir saat mereka masih tinggal di
rumah ini. Brandon
juga bahkan sempat tinggal di rumah ini selama hampir setahun. Tapi sejak
perusahaan paman mengalami masalah dan Brian dipecat dari perusahaan, Brooke
merasa malu lalu pindah ke sebuah apartemen. Brooke yang menyewa apartemen itu
dengan uangnya. Diawal awal kepindahan mereka di apartemen, Brooke yang
membiayai kehidupan mereka sampai tabungannya habis.”
“Brian tidak bekerja?” Katherine
heran.
“Tidak. Kerjanya sehari hari
hanya bertaruh ini dan itu. Ia berharap dapat untung banyak dari sana , tapi harapan
tinggal harapan, sementara hidup harus terus berlanjut, mereka harus terus makan. Brandon perlu susu. Akhirnya Brooke bekerja
lagi di perusahaan tempat ia bekerja dulu, untung bosnya baik padanya dan mau
memberi Brooke kesempatan.”
“Lalu?” tanya Katherine
penasaran.
“Lalu kesabaran Brooke habis dan
ia menuntut cerai.”
“Aku sedih mendengar hal itu,
bibi, sungguh. Kupikir hidup Brooke baik baik saja.”
“Ya, aku juga. Tapi kurasa ini
jauh lebih baik bagi Brooke daripada mereka terus terusan bertengkar. Brooke
terlihat lebih bahagia sekarang. Keadaan keuangannya sudah oke lagi. Ia sudah
mampu membayar biaya penitipan anak untuk Brandon
karena kalau ia berangkat kerja ia harus menitipkan Brandon . Brandon belum sekolah. Tahun depan ia baru
mau masuk playgroup. Brooke tak
sanggup menyewa babysitter, karena di
sini biaya sewa babysitter lebih
mahal dari menitipkan anak ke sebuah lembaga penitipan anak.”
Katherine termenung. Ternyata
banyak hal terjadi setelah kepergiannya dari keluarga Williams dan itu semua
karena ulah Brian.
“Kupikir, kau beruntung tidak
jadi menikah dengan Brian,” komentar Bibi Alice pelan. “Ternyata Brian hanya
mengincar harta kekayaan suamiku. Tapi sayangnya saat itu Brooke tidak melihat
itu, ia dibutakan oleh cinta dan..”
“Bibi, kupikir kita sebaiknya
melupakan masa lalu saja. Aku malas membicarakan hal ini lagi.”
“Kau benar,” bibi Alice tersenyum maklum.
“Dan lepas dari apapun persoalan
yang terjadi, sekarang sudah ada Brandon ,” ujar
Katherine lagi, “aku yakin Brandon
jadi penghibur yang menyenangkan bagi keluarga ini.”
“Tentu saja Katherine. Brandon sangat lucu dan
menggemaskan. Kau harus bertemu dengan Brandon .”
“Ya, bibi punya alamat Brooke?
Mungkin nanti malam aku akan mengunjungi Brooke.”
“Ada Sayang, nanti aku berikan
alamatnya. Sekarang kau harus bertemu paman Daniel dulu. Ayo.”
“Paman sedang apa?”
“Biasa, sedang mengajak anjingnya
lari lari di halaman belakang.”
Katherine lalu mengikuti bibi Alice ke halaman
belakang.
“Paman Daniel!” teriak Katherine
saat dilihatnya Paman Daniel sedang berlari lari kecil dengan anjing
kesayangannya.
“Katherine,” Paman Daniel
melambaikan tangannya. Ia lalu berlari menghampiri Katherine. “Ya Tuhan, sudah
lama sekali. Apa kabar Sayang?”
“Baik.” Katherine tersenyum.
“Paman ingin memelukmu tapi
keringatan seperti ini,” Paman Daniel tertawa, “kau tinggal di sini lama kan ? Kamarmu masih sama
seperti dulu. Aku tidak memperbolehkan siapapun mengutak atik kamarmu. Jadi
tetap dibiarkan kosong.”
“Tidak Paman, aku di sini hanya
dua malam.”
“Ayolah Katherine, tinggallah
lebih lama.”
“Tidak bisa, aku sudah memesan
tiket pesawat untuk pulang.”
“Bisa dibatalkan pemesanannya.”
“Aku malas mengurus
pembatalannya.”
“Ya, sudah, ayo kita minum teh
sambil ngobrol. Kau sudah makan siang Katherine? Aku masih ingat kebiasaanmu
yang suka terlambat makan. Kadang sore begini kau baru makan siang.”
“Sudah tadi di kereta.” Katherine
tersenyum. “Paman jangan khawatir.”
“Di kereta? Memang kau dari
mana?”
“Dari Edinburg,” bibi Alice memberitahu. “Dia
sudah bertemu Mrs. Alison dan sudah melihat perubahan yang terjadi di sana .”
“Benarkah?” Paman Daniel terdiam
sejenak. “Well, di sana jadi jauh lebih indah sekarang..”
“Paman, aku sedih tempat itu
bukan jadi milik paman lagi.” Katherinepun langsung menangis.
~ ~
Tadinya ia mau mengajak bibi Alice dan Paman Daniel
jalan jalan, tapi berhubung ia pulangnya mau mampir ke tempat Brooke, hal itu
tidak jadi ia lakukan. Setelah sekian lama tidak bertemu Brooke, Katherine
merasa ia butuh privacy untuk berdua
Brooke saja.
Sore hingga malam tadi,
Katherine, bibi Alice
dan paman Daniel ngobrol tak henti henti. Mereka bertukar cerita tentang apa
saja. Tapi Katherine lebih tertarik berbicara mengenai rencananya membuka toko
kue dan roti daripada bercerita mengenai pengalaman kerjanya di Seville .
Setelah makan malam baru
Katherine pergi jalan jalan. Sekarang jam sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Katherine
lalu mencari taksi untuk pergi ke apartemen Brooke.
Ketika sudah sampai di pintu apartemen
Brooke, Katherine memencet bel dan
menunggu dengan perasaan gugup.
Brooke membuka pintu dan menjerit
histeris saat melihat Katherine “Katherine,” teriaknya, “kau benar benar
datang. Aku merindukanmu.”
“Apa kabar Brooke?” Katherine
tersenyum.
“Kabar baik, masuklah,” Brooke
menarik tangan Katherine dan menutup pintu lagi. “Ibu sudah meneleponku dan
bercerita kau sedang ada di London .
Tadinya malam ini aku ingin ke rumah ibu dan ayah untuk menemuimu, tapi ibu
bilang kau yang akan datang ke sini.”
“Iya, sekalian mengunjungi tempat
tempat favorit yang biasa kukunjungi dulu. Ini untukmu,” Katherine menyerahkan
sebuah tas kertas pada Brooke.
“Ini apa?” Brooke menerima
pemberian Katherine sambil mengeluarkan isinya.
“Baju.”
“Wow, cantik sekali. Motifnya
ceria sekali. Terimakasih Katherine.”
“Sama sama.”
“Baju ini beli dimana?”
“Seville .”
“Seville ? Spanyol? Ngapain kau kesana?”
“Hanya jalan jalan.”
“Ooh.. sekali lagi terimakasih,
besok pas kerja aku akan memakainya, ini baju yang sangat cantik.”
“Iya. Brandon sudah tidur?”
“Sudah. Aku membiasakan ia tidur awal
dan tidak larut malam, biar jadi kebiasaan saja.”
“Boleh aku melihatnya?”
“Tentu, akan kutunjukkan
kamarnya.”
Katherine lalu mengikuti langkah
Brooke ke kamar Brandon .
“Pipinya tembam,” komentar
Katherine saat memperhatikan Brandon
yang sedang tidur dengan pulas. “Senyumnya mirip dirimu, aku tadi melihatnya di
ponsel ibumu.”
“Ya, tapi matanya mirip ayahnya.”
Hening. Katherine dan Brooke tiba
tiba saling bertatapan lama.
“A.. aku akan ambilkan minum dulu,
kau mau minum apa?” Brooke tiba tiba merasa gugup.
“Tidak, aku tidak mau minum apa
apa. Aku tadi sudah kenyang makan es krim.”
“Ba.. baiklah.”
“Brooke,”
“Ya?”
“Brian dimana sekarang?”
“Aku tidak tahu, aku tidak
perduli. Dia pastinya ada di suatu tempat di luar sana . Kau mau apa mencari Brian?”
“Aku ingin menonjok hidungnya.”
Untuk sejenak Brooke kaget
menatap Katherine, tapi kemudian ia tertawa terbahak bahak, “O Ya Tuhan
Katherine, kau lucu sekali, tidak kau tidak mungkin berani melakukannya.”
“Aku berani melakukannya. Aku
akan menonjok hidungnya sampai berdarah.”
“Kupikir itu ide yang bagus. Kau
tonjok hidungnya, aku jambak rambutnya. Kita akan bekerjasama membuat ia
terkapar.” Brooke tertawa lagi. Ia lalu memeluk Katherine erat, “Katherine, aku
benar benar merindukanmu. Dari dulu kau selalu membuatku tertawa seperti ini. Kau
harus tidur di sini malam ini, kita akan bercerita banyak hal seperti dulu.”
“Tapi ibu dan ayahmu…”
“Aku akan menelepon mereka,
memberitahu bahwa kau tidur ditempatku.”
~ ~
Katherine memperhatikan Brooke
yang sedang berdandan. Pagi ini Brooke terlihat cantik sekali. Mata Brooke
berwarna hijau terang, rambutnya berwarna pirang terang berbeda
dengan Katherine yang punya mata biru gelap dan rambut cokelat kemerahan.
Brooke benar benar memakai baju
yang diberikan Katherine seperti yang ia bilang semalam. Ia memakai baju
bermotif ceria itu dan celana jeans hitam. Ia saat ini sedang berdandan karena
akan berangkat kerja.
“Gajimu oke Brooke?” tanya
Katherine sambil memperhatikan Brooke memakai lipstick.
“Kalau tidak oke, aku tidak akan
bertahan bekerja di sana .”
“Syukurlah. Aku tidak mau kau
kerja keras tapi penghasilanmu tak seberapa.”
“Yang terpenting sih, ada biaya
bulanan untuk sewa apartemen, ada biaya untuk menitipkan Brandon di rumah penitipan anak selama
sebulan, ada uang untuk susu Brandon. Dan uang untuk bensin, parkir dan lain
lain. Aku bawa mobil ke tempat kerja. Tadinya kupikir aku ingin menjual mobilku
tapi aku sangat membutuhkannya.”
“Brooke,”
“Ya?”
“Aku bisa meminjamkan uang kalau
kau..”
“Tidak usah Katherine. Aku tidak
sampai kekurangan kok. Oke, tabunganku sangat memprihatinkan, tapi aku tidak
sampai kekurangan.”
“Bagaimana kalau begini saja, aku
bayarkan sewa apartemenmu selama setahun, lalu kau bayar uang sewa itu padaku
separuh saja setiap bulannya sampai lunas. Separuh uang biaya apartemenmu yang
lain bisa kau tabung. Jadi kau punya tabungan cukup.”
“Serius kau mau membantuku
seperti itu?” tanya Brooke kaget.
“Iya.”
“Katherine, kau baik sekali.”
“Baik sekali adalah nama tengahku.”
“Jangan membuat aku tertawa lagi
Katherine,” Brooke terbahak. “Kau benar benar lucu, aku heran, masa tidak ada
sih cowok yang jatuh cinta pada orang selucu dirimu?”
“Hahaha. Sekarang kau yang lucu.”
“Jangan terlalu pemilih
Katherine, ayolah, beri mereka kesempatan.”
“Stop. Berhenti disana. Aku tidak
akan mendengarkan nasehat dari orang yang sudah mengalami kegagalan dalam rumah
tangganya.”
“Justru yang mengalami kegagalan
berumah tangga itu yang punya pengalaman. Nasehatnya baik, agar kau tidak
mengalami kegagalan yang sama dengannya.”
“Kupikir aku mau melihat Brandon dulu.”
“Katherine!”
~ ~
Marvin duduk di kursi mobil
Timothy Taylor sambil memperhatikan keadaan jalan yang dilewatinya. Timothy
menyediakan mobil khusus untuk Marvin lengkap dengan supirnya untuk menjemput
Marvin ke Bandara lalu mengantarnya ke mansion keluarga Williams. Sejak Marvin
membantunya, Timothy selalu memfasilitasi segala sesuatu yang terbaik untuk
Marvin jika Marvin berkunjung ke London .
Timothy adalah teman kuliah Marvin.
Mereka sempat terlibat bisnis di bidang penyewaan kapal pesiar sebelum akhirnya
Timothy mengambil alih kepemimpinan perusahaan milik ayah Angela, isterinya.
Dulu Timothy biasa menyewa kapal
pesiar itu dari Marvin. Kapal pesiar yang ia sewa ia sewakan lagi pada orang
lain yang ingin pergi liburan menggunakan kapal pesiar tersebut. Ia
memfasilitasi semuanya, dari mulai rute liburan, kamar yang nyaman, tempat
tempat wisata yang ingin dikunjungi, makanan yang disajikan, minuman yang
disajikan dan lain lain. Semuanya terangkum dalam beberapa paket liburan dengan
berebapa harga yang berbeda. Ia yang menghandle
acara liburan klien kliennya.
Tapi karena ayah mertuanya minta
bantuan dirinya untuk mengatasi masalah di perusahaan Williams Property, ia lalu menyerahkan bisnis yang tadinya ia
kelola pada adik laki lakinya.
Marvin kini memejamkan mata. Ia
sebenarnya merasa ngantuk sekali. Selama berada di rumah pertanian di Edinburg , tamu tamu di sana terus ingin ngobrol dengannya tentang
banyak hal sehingga ia kurang beristirahat. Ia memang tidak pernah bisa benar
benar beristirahat dengan baik kalau tidak di rumahnya di Seville atau di de Cartijo.
Ingat de Cartijo, Marvin jadi ingat Kaherine, ia lalu tersenyum saat
membayangkan Pamela yang sekarang sedang membujuk Katherine untuk pulang
bersamanya ke Seville .
Menurut bibi Laurie, Pamela
sedang berada di kediaman keluarga Reeve dan sedang membujuk Katherine, tapi
sepertinya belum berhasil.
Marvin mau memberi waktu pada
Pamela seminggu lagi. Kalau dalam batas itu Pamela benar benar tidak bisa
membawa Katherine pulang ke Seville ,
ia sendiri yang akan datang untuk membujuk Katherine untuk ikut bersamanya.
Baru saja memikirkan Katherine,
Pamela tiba tiba melakukan video call dengannya.
“Ada apa Pam? Kau menyerah?” tanya Marvin
langsung.
“Tidak akan!” teriak Pamela.
“Lalu kenapa kau meneleponku?”
“Aku cuma mau bilang aku TIDAK
MENYERAH walau sekarang aku tak tahu Katherine berada di mana.”
“Kau tak tahu Katherine berada
dimana?” Marvin heran.
“Iya. Sudah tiga hari ini dia
pergi dari rumah tapi keluarganya tidak mau memberitahu padaku kemana dia
pergi.”
“Dan kau tidak mencarinya?”
“Mencari kemana? Aku benar benar
tidak punya ide dia ada di belahan dunia mana!”
“Lalu kenapa kau tetap di rumah
Katherine dan tidak pulang?”
“Aku menunggu keajaiban.”
“Menunggu keajaiban?”
“Ya, siapa tahu Katherine besok
atau lusa sudah pulang.”
“Ya, sudah, terserah, itu
urusanmu. Sebentar lagi aku ada acara, aku akan matikan teleponnya.”
“Tu.. tunggu dulu Marvin. Kau
lihat ini?” Pamela tiba tiba mengarahkan kamera teleponnya pada suatu kamar.
“Ini kamar Katherine. Aku tahu kau penasaran sama kamarnya, dan ini kamarnya.”
“Pam, apa yang kau lakukan?”
“Itu tempat tidurnya, ini meja
biasa Katherine duduk sambil mengetik sesuatu. Itu laptopnya, sayang laptopnya
menggunakan password jadi aku tidak bisa mengutak atik isinya. Siapa tahu
isinya fotomu semua.”
“Pamela, apa yang kau lakukan di
kamar orang lain?”
“Ini bukan kamar orang lain. Ini
kamar Katherine.”
“Kau tidak boleh melakukan itu,
itu melanggar hak privacy seseorang.”
“Kalau Katherine menganggap
kamarnya privacy, seharusnya ia
mengunci kamarnya, tapi ia membiarkan kamarnya tidak terkunci sehingga aku bisa
masuk.”
“Keluar dari sana sekarang Pamela.”
“O, ya, ini lemari baju
Katherine. Kau lihat bajunya seksi seksi? O, iya, seharusnya aku merekam dia
kalau sedang berenang. Dia seksi sekali kalau sedang berenang.”
“Pamela!”
“Apa sih teriak teriak melulu
dari tadi. Kenapa kau tidak mematikan handphonemu
kalau tidak mau melihat ini semua?!”
~ ~
Katherine memperhatikan
penampilannya di depan cermin di kamarnya di Williams Mansion .
Ia punya banyak baju yang ia tinggalkan di kamarnya ini ketika ia pergi dulu
dan ternyata baju baju itu masih ada. Masih terawat rapi. Satu per satu dari
baju baju itu diberi plastik sehingga tak berdebu. Juga diberi pewangi sehingga
tidak bau apak. Pelayan pelayan di sini sepertinya merawat baju baju Katherine
dengan baik.
Beberapa diantara baju baju itu adalah
gaun malam yang cantik yang biasa Katherine pakai dulu. Dan ketika Katherine
mencoba gaun malam itu satu persatu, semuanya begitu pas ditubuhnya, bahkan
cenderung sempit karena dulu tubuh Katherine lebih kurus dari sekarang.
Katherine sebenarnya malas harus
memakai gaun yang agak sempit itu di acara jamuan makan malam keluarga
Williams. Tapi ia tak punya pilihan. Ia tetap harus hadir karena puteri Paman Daniel
dari isterinya terdahulu yaitu Angela dan suaminya Timothy, ingin bertemu
dengannya karena sudah lama mereka tak bertemu.
Acara jamuan makan malam keluarga
Williams rutin diadakan minimal dua bulan sekali. Mereka selalu mengundang
kerabat dekat mereka atau rekan bisnis mereka untuk menghadiri acara yang
mereka adakan itu.
Tamu yang diundang biasanya
berkisar antara tigapuluh sampai lima
puluh orang. Tamunya bisa itu itu saja
atau bisa ditambah dengan orang orang baru tergantung tuan rumah maunya
mengundang siapa.
Acara jamuan makan malam ini
sudah menjadi bagian dari kehidupan sosialita bibi Alice dan paman Daniel di London. Di waktu
waktu berikutnya, mereka yang diundang untuk datang ke rumah teman atau sahabat
mereka. Acara seperti ini biasanya diadakan agar ikatan pertemanan atau ikatan
persahabatan di antara mereka tetap erat dan tidak terputus.
Hari ini Brooke tidak bisa datang
ke acara jamuan makan malam karena Brooke bilang ia harus istirahat karena
besok bekerja. Selain itu ia merasa kasihan pada Brandon
karena setelah seharian Brandon dititipkan pada
rumah penitipan anak, ia tak mungkin meninggalkan Brandon lagi pada malam harinya.
Tapi Brooke berjanji akan
mengantar Katherine ke Bandara besok pagi sebelum berangkat kerja. Ia akan
menjemput Katherine ke sini dan mengantar Katherine ke bandara.
Sambil dandan di depan cermin
Katherine tiba tiba ingat Marvin. Ia merasa senang karena yang membeli rumah
pertanian keluarga Williams di Edinburg adalah Marvin, sehingga suatu saat
nanti kalau ia sedang ingin pergi ke sana
ia bisa minta ijin pada Marvin dan Katherine merasa yakin kalau Marvin akan
mengijinkan karena Marvin selalu baik padanya.
Tapi kenapa aku harus minta ijin? Renung Katherine, aku kan
bisa menyewa tempat itu seperti yang lainnya. Ya, tentu saja aku akan
menyewanya! Tapi… Mrs. Alison bilang menyewa tempat itu sangat mahal. Dan aku
tidak mungkin menghambur hamburkan uangku untuk menyewa tempat mahal seperti itu!
“Kath,” Katherine terlonjak
ketika suara seorang wanita memanggilnya dari balik pintu kamarnya, “apa kau
sudah siap? Tamu tamu sudah berdatangan.”
“Sebentar,” Katherine berjalan ke
arah pintu dan membukanya, “Angie, hai, apa kabar?” teriak Katherine gembira
saat melihat putri paman Daniel.
“Kabar baik,” Angela tersenyum
lebar ke arah Katherine. “Sudah lama sekali ya. Kukira aku tak akan pernah
melihatmu di sini lagi.”
“Tapi aku ada di sini sekarang.”
“Iya, kau tambah cantik Katherine,
dan tambah segar.”
“Terimakasih.”
“Apakah aku yang salah lihat atau
kau sedikit gemuk dari sebelumnya?”
“Aku memang tambah gemuk.”
Katherine tertawa, “aku tak bisa menghentikan kebiasaanku makan es krim.”
Angela ikut tertawa. “Baiklah,
aku ke ruang makan duluan. Tadi ayah yang menyuruhku melihatmu ke sini.”
“Iya, aku menyusul sebentar
lagi.”
“Oke”
Paman Daniel menyambut Katherine ketika Katherine memasuki ruang makan
keluarga Williams yang luas.
“Semuanya, mohon perhatian sebentar,” ujar paman Daniel membuat tamu tamu
yang hadir berhenti berbicara.
Marvin yang berada di antara tamu tamu tersebut ikut berpaling ke arah Mr.
Williams dan dia sangat terkejut ketika melihat Katherine berdiri di samping
Mr. Williams.
Itu benar benar Katherine? Ujar hatinya kaget.
“Ehm, semuanya, aku ingin memperkenalkan puteriku yang cantik; Katherine Aurora.
Mungkin di antara kalian sudah ada yang kenal, tapi aku yakin banyak yang belum
kenal. Ia dulu pernah tinggal di sini selama tiga tahun dan bekerja sebagai
sekretaris eksekutifku di Williams
property.” Paman Daniel tersenyum lebar, “banyak pria yang dibuat patah
hati olehnya disana,” lanjut Paman Daniel sambil tertawa.
“Aku salah satunya Paman,” teriak seseorang yang duduk disamping bibi Alice.
Katherine melihat ke arah suara itu dan tersenyum ketika melihat teman
kerjanya dulu di Williams Property, -
Shane Smith - melambaikan tangan
padanya.
“Katherine menolak cintaku tapi selalu menerima cokelat pemberianku.”
Semua orang tertawa.
“Apa kabar Mr. Smith?” Katherine membalas lambaian tangan Shane Smith.
“Kabar baik sayang, kau tambah cantik saja sekarang. Apa sekarang aku masih
punya kesempatan?”
“Sepertinya tidak, maaf.” Katherine tersenyum, “tapi aku akan tetap
menerima cokelat pemberianmu.”
Tamu tamu yang hadir tertawa lagi.
Shane Smith lalu mengeluarkan ponselnya.
“Shane, apa yang kau lakukan?” tanya temannya, yang berdiri tidak jauh
darinya.
“Aku mau memesan cokelat buat Katherine.” Shane Smith lalu berbicara dengan
seseorang di teleponnya.
“Ya Tuhan, kau gila, Katherine cuma bercanda kali.”
“Ssst..” Shane Smith menyuruh temannya diam. Ia terus berbicara dengan
seseorang.
“Katherine sayang,” teriak Shane Smith kemudian.
“Ya?” Katherine menatap Mr. Smith heran.
“Cokelatmu sebentar lagi datang.
Kurir yang akan mengantarnya.”
“SERIUS?!” Katherine berteriak kaget.
~ ~
O great. Apa lagi yang tidak
kuketahui tentang dirinya? Marvin memejamkan matanya untuk mulai tidur. Ia baru mencari tahu tentang
diri Katherine pada Timothy lewat telepon. Ia sekarang sedang dalam penerbangan
ke Spanyol. Ia tadi tidak ingin menegur Katherine. Ia terlalu shock dengan semuanya. Ia ingin menenangkan diri dulu. Katherine yang ia
kenal adalah Katherine yang sederhana, bukan berasal dari kalangan high class seperti tadi. Ia tadi
langsung pergi ketika acara makan malam belum dimulai.
Kata Timothy, Katherine dulu sempat mau menikah dengan seseorang yang
bernama Brian Harrison, tapi tidak jadi. Brian kemudian malah menikah dengan
Brooke, sahabat Katherine. Setelah pernikahan Brooke itu, Katherine akhirnya
kembali pulang ke negaranya.
“Kath patah hati,” ujar Timothy tadi. “Aku juga tak percaya dengan apa yang
terjadi. Aku tidak berbicara tentang cowok brengsek itu, karena sejak awal
mengenalnya, aku tak pernah suka padanya karena tipenya oportunis gitu. Tapi aku berbicara tentang Brooke. Bagaimana
mungkin Brooke tega melakukan itu pada sahabatnya sendiri?” Timothy menghela
nafas panjang. “Tapi aku melihat Katherine mengalami banyak perubahan. Ia
lebih dewasa dan tenang sekarang.
Dan lebih segar dan lebih lucu. Sejak dulu ia selalu lucu seperti itu. Ia dulu
jadi idola di Williams Property. Kukira
sekarang ia bisa mengatasi semuanya dengan baik. Hal itu terlihat dari wajahnya
yang lebih ceria, tidak sedih seperti dulu. Mudah mudahan ia nanti bisa
mendapatkan seseorang yang benar benar tulus menyayanginya.”
“Ya, mudah-mudahan.” Sahut Marvin setuju.
Marvin tak mengerti kenapa Brian bisa menyia nyiakan seseorang yang baik seperti
Katherine. Menurut Marvin tindakan Brian itu bodoh sekali. Tapi Marvin suka
dengan tindakan Brian yang bodoh karena tanpa kebodohan Brian ia tak mungkin bertemu dan berkenalan dengan Katherine.
~ ~
BAB SEBELAS
PAMELA FASHION
Katherine baru masuk ke kamarnya di rumah danau
ketika Pamela tiba tiba memeluknya dengan erat.
“Katherine kau kemana saja. Aku merindukanmu.”
“Aku pergi cuma empat hari. Kau berlebihan. Dan
kenapa kau belum pulang juga? Dan kenapa kau ada di kamarku dan bukan di kamar
tamu?”
“Aku sakit.”
“Sakit?” teriak Katherine kaget. Walau ia kurang
suka pada Pamela tapi bagaimanapun Pamela anak aunty Laurie yang disayanginya, jadi Katherine harus menjaganya.
“Apa yang sakit Pam?”
“Semuanya. Tubuhku, hatiku. Aku sekarat Katherine.
Tolong aku.”
“Serius?” Katherine panik.
“Ya. Satu satunya yang bisa menyembuhkanku kau
harus ikut aku pulang ke Seville.”
Katherine terdiam sejenak, lalu mendorong tubuh
Pamela kesal “bercandamu kelewatan.”
“Aku tidak bercanda Katherine, kumohon, pulanglah
bersamaku. Karena kalau tidak...”
“Kalau tidak kenapa?”
Pamela diam sebentar, “kalau tidak, Marvin tidak
akan mengaktifkan kartu kreditku lagi.”
“Apa?!”
“Iya, itu ancamannya. Ia menyuruhku datang padamu,
minta maaf lalu membawamu ke
hadapannya.”
“Jadi kau minta maaf padaku atas perintahnya?
Bukan atas keinginanmu?” teriak Katherine kaget.
“Tidak, tidak seperti itu. Aku benar benar minta
maaf. Iya, oke, aku akui tadinya seperti itu. Tadinya karena Marvin yang
menyuruhku. Tapi sekarang aku benar benar minta maaf dengan tulus. Ayolah
Katherine, ikut aku. Aku betul betul memerlukan kartu kredit itu. Tanpa itu,
aku tak tahu harus bagaimana.”
“Kau bisa bekerja.”
“Nah! Itu dia yang aku ingin bicarakan denganmu.
Masalah pekerjaan. Ayo lebih baik kita duduk dulu dan ngobrol dengan tenang.”
“Aku tidak bisa ngobrol dengan tenang, aku lapar
dan haus. Aku belum makan siang.”
“Baik, hanya sepuluh menit, setelah itu kau boleh
makan.”
Katherine akhirnya duduk sambil cemberut.
“Begini, aku tidak mau bekerja di perusahaan
orangtuaku, aku juga tidak mau bekerja di salah satu perusahaan Marvin, aku mau
usaha sendiri. Aku mau bekerja di perusahaanku sendiri.”
“O, ya, dan apa itu?”
“Dibidang fashion. Aku ingin memproduksi baju. Designnya dariku, Candy sudah memberiku
inspirasi. Hobinya corat coret mendesign
baju sudah menulariku.”
“Terus?”
“Terus aku perlu modal awal. Dan modal itu bisa
aku peroleh dari kartu kreditku. Kau tahu, aku bisa menarik uang tunai yang sangat
banyak dari kartu kreditku. Marvin yang membayarnya.”
“Terus?”
“Terus agar kartu kreditku bisa aktif lagi, kau
harus ada di hadapan Marvin. Aku harus berhasil mengajakmu kembali ke Seville,
ke hadapannya.”
“Pam,”
“Ya?”
“Orangtuamu kaya raya. Kau anak mereka satu
satunya. Menurutku mereka dengan senang hati akan memberimu modal.”
“Kalau kejadiannya tiga tahun lalu itu mungkin.
Kalau sekarang tidak mungkin.”
“Kenapa tidak mungkin?”
Pamela menghela nafas pelan, “Well, dulu, kurang lebih tiga tahun lalu, aku agak berlebihan dalam
menghamburkan uangku. Aku punya tabungan, aku juga dibekali kartu kredit oleh
orangtuaku dan... suatu hari aku beli mobil yang sangat mahal karena bujukan
teman temanku.”
“Lalu?”
“Lalu mobil yang sangat mahal itu akhirnya kujual
lagi.”
“Lalu?”
“Lalu uang hasil penjualan mobil itu habis untuk
mengajak teman temanku keliling dunia. Temanku banyak. Mau mereka macam macam.”
“Oke, aku tidak mau mendengar apa apa lagi. Itu
kesalahanmu. Waktu sepuluh menitmu habis. Aku mau makan.”
“Katherine, please,
baru delapan menit. Dua menit lagi.”
‘Aku bilang aku tidak mau dengar apa apa lagi.”
“Dari kejadian itu orangtuaku akhirnya menggunting
kartu kreditku dan menyuruhku kerja. Lalu aku datang pada Marvin untuk minta
bantuannya. Karena Marvin sangat sayang padaku, dia lalu membantuku.
Pengeluaranku selama tiga tahun ini ditanggung olehnya. Dan sekarang ia
menghentikan bantuannya. Bantuannya akan kembali berlanjut kalau aku berhasil
membawamu pulang ke Seville. Tolonglah Katherine, aku sekarat.”
“Sekarang begini. Aku hanya akan memberimu satu
kesempatan. Lakukan rencanamu seperti yang tadi kau bilang padaku. Buka usaha fashion-mu. Bekerja dengan benar dan
sungguh sungguh. Gagal atau berhasil itu terserah nanti, yang penting kau sudah
berusaha.”
“Oke.”
“Jangan bermalas malasan lagi Pam. Hentikan
kegiatan hura huramu.”
“Oke.”
“Kalau kau tidak menepati janjimu, aku tidak mau
mengenalmu lagi.”
“Oke.”
~ ~
Marvin tersenyum menatap Katherine yang kini duduk
di hadapannya di ruang kerjanya di de
Cartijo. Pamela ternyata benar benar membawa Katherine ke de Cartijo lagi. Entah apa yang sudah
dilakukan Pamela untuk membujuk Katherine, sehingga Katherine sekarang ada di
hadapannya. Ia sangat merindukan Katherine. Walau ia sempat melihat Katherine
di kediaman keluarga Williams beberapa hari yang lalu, tapi ia sangat
merindukannya.
“Kartu kreditku bisa digunakan lagi kan, Marvin?”
Pamela yang duduk disamping Katherine menatap Marvin harap harap cemas.
“Sudah minta maaf pada Katherine?”
“Sudah.”
“Sudah dimaafkan oleh Katherine?”
“Sudah.”
“Kau betul betul sudah memaafkannya Kath?” Kali
ini Marvin bertanya pada Katherine, “karena kalau tidak, bilang saja tidak.
Jangan terpaksa memafkannya padahal hatimu tidak benar benar memaafkan.”
“Ya ampun Marvin, Katherine sudah memaafkanku.”
“Aku tidak bertanya padamu.”
“Sudah,” Katherine tertawa, “aku memaafkannya
dengan syarat Pam tidak melakukan hal itu lagi pada siapapun.”
“Kau dengar itu Pam?”
“Yeah.”
“Baiklah, kalau begitu sebaiknya kau pulang
sekarang. Ibumu mengkhawatirkanmu. Kartu kreditmu aktif lagi.”
“Oh terimakasih Marvin, aku menyayangimu.” Pamela memeluk Marvin dengan gembira, ia lalu
tersenyum ke arah Katherine. “Aku pulang dulu, nanti aku meneleponmu.”
“Oke.” Sahut Katherine.
Pamela lalu berjalan ke arah pintu.
“Aku minta maaf atas kekacauan yang sudah
dilakukannya.” Ujar Marvin ketika Pamela sudah pergi.
“Tidak apa apa, saat itu Pam sedang emosi saja.”
“Ya, mudah mudahan dia tidak meledak ledak seperti
itu lagi.”
“Mudah mudahan,” Katherine tersenyum.
“Kau akan kembali bekerja di La Amaryllis?”
Katherine terdiam sejenak. “Entahlah, kurasa aku off dulu.”
“Dan apa yang akan kau lakukan? Kau tidak akan
kembali ke negaramu dalam waktu cepat kan?”
“Tidak, kupikir aku masih akan di sini untuk
sementara waktu.” Jawab Katherine, Maafkan
aku Ibu, lanjut Katherine dalam hati saat ingat pesan ibunya agar Katherine
cepat cepat kembali pulang setelah mengantar Pamela ke Seville. Aku terlalu menyukai de Cartijo Bu.
“Baguslah.” Marvin tersenyum menatap Katherine, “santai
saja dulu. Nikmati hari harimu. Kau boleh tinggal di sini selama kau mau.”
“Terimakasih Mr. Guilarmo.”
“Sama sama Katherine. O, ya, bisakah kau memanggil
namaku saja?”
~ ~
Lupita menjerit senang ketika Katherine muncul
lagi di dapur de Cartijo.
“Kupikir aku tak akan melihatmu lagi,” ujar Lupita
sambil memeluk Katherine. erat. “Miss Ortega benar benar keterlaluan.”
“Tapi dia sudah meminta maaf.”
“Ya, tapi tetap saja keterlaluan.”
Katherine tertawa, “kadang orang berbuat salah
dalam hidupnya. Kita juga begitu. Hidup kita kan tidak selalu sempurna.”
“Nah ini yang aku suka dari Katherine,”Amanda ikut
memeluk Katherine. “Kata-katanya selalu bikin hati kita jadi tenang.”
“Kau tahu, Mr. Guilarmo sangat sedih saat tahu kau
pulang ke negaramu.”
“Lupita, jangan mulai.”
“Aku serius. Mr. Guilarmo lebih sering
menghabiskan waktunya di sini. Ia sering bekerja di ruang kerjanya di sini, di de Cartijo. Ia menghubungi anak buahnya
lewat telepon, video call atau
internet. Pernah suatu kali ia juga melakukan meeting dengan karyawan karyawannya dari sini lewat video-call. Aku tahu karena aku sering
membawakan kopi untuknya.”
“Tapi sekarang dengan kedatanganmu, rasa sedihnya
pasti hilang,” Amanda tertawa.
Katherine hanya mampu tersenyum mendengar komentar
teman temannya. “Kalian punya apa? Aku lapar sekali.”
~ ~
Seharusnya
tidak seperti ini. Seharusnya tidak seperti ini. Katherine mengusap peluh dikeningnya sambil
mencari alamat yang dimaksud Pamela. Padahal cuaca sedang panas sekali. Seharusnya aku tidak terlibat terlalu jauh
seperti ini.
Pada mulanya Katherine hanya akan membantu Pamela
menemukan tempat yang cocok untuk memulai usahanya.
Ia berhasil menemukan tempat itu, sebuah bangunan
tingkat empat yang cukup luas. Letaknya di perbatasan Seville dan Malaga.
Setelah bangunan ketemu, Pamela masih meminta
bantuannya mencari furniture. Maka ia dan Pamela berbelanja furniture. Ia dan
Pamela juga yang menata semuanya.
Lantai pertama mereka khususkan untuk kantor, ada
ruang customer service, kantor khusus
untuk ruang design, ruang tamu, dan
display yang besar untuk menaruh baju baju yang kelak sudah selesai dijahit.
Termasuk beberapa diantaranya manequin
manequin yang nanti mereka butuhkan. Lalu ada kantor untuk ruang pemasaran.
Pemasaran baju Pamela nantinya akan dilakukan dengan dua cara; secara online
dan dijual langsung dengan cara dititipkan ke departemen departemen store atau
toko toko baju yang akan menjadi partner kerja Pamela fashion nantinya.
Lantai dua adalah ruang produksi, terdapat
beberapa kamar yang disekat sekat dengan fungsi yang berbeda beda. Ada ruangan
yang cukup luas untuk menjahit, disana paling tidak sudah disediakan sepuluh
mesin jahit. Lalu ada ruang untuk membuat pola, memotong pola, memotong bahan,
finishing dan lain lain.
Lantai tiga diperuntukkan untuk gudang, untuk
menaruh semua bahan yang diperlukan untuk memproduksi baju, dari mulai kain dan
aksesoris baju lainnya, seperti pita, kancing, resleting, benang, jarum dan
lain lain.
Lantai empat diperuntukkan untuk ruang tidur
karyawan bagi mereka yang ingin menginap. Di sana disediakan juga balkon yang
luas untuk bersantai komplit dengan taman yang indah, dan sofa sofa empuk yang
berjejer rapi untuk beristirahat. Bahkan tempat untuk barbeque juga turut disediakan.
Katherine masih tinggal di de Cartijo, tapi jika hari sudah terlalu larut malam untuk
Katherine pulang ke de Cartijo ia
biasanya menginap di kantor Pamela di kamar karyawan di lantai empat.
Sesekali Pamela yang mengantar Katherine pulang ke
de Cartijo dengan mobilnya, tapi bila
Marvin sedang tidak sibuk, Marvin yang mengantar atau menjemput Katherine dari
dan ke de Cartijo.
Setelah tempat kerja siap dengan semua
perlengkapan yang mereka butuhkan, akhirnya Pamela dan Katherine merekrut
karyawan. Lalu setelah karyawan mereka dapatkan, mereka mulai memproduksi baju
sesuai design yang dihasilkan Pamela.
Sekarang, Katherine sedang sibuk mencari model
untuk acara pagelaran busana Pamela yang pertama.
Dan untuk keperluan mencari model itulah,
Katherine sekarang kepanasan seperti ini.
Pamela melabeli bajunya dengan namanya sendiri;
Pamela Ortega. Jenis baju yang ditawarkan adalah untuk gaun santai dan gaun
bepergian untuk para gadis muda. Pamela sudah banyak memproduksi baju sehingga
ia siap memasarkan bajunya. Dan hal utama yang ia lakukan pertama kali adalah
membuat pagelaran. Ia juga nanti akan menghubungi media massa agar mereka ikut
meliput kegiatan pagelaran bajunya yang pertama.
Akhirnya Katherine menemukan alamat yang dimaksud
Pamela. Ia lalu masuk ke agency model
yang dimaksud Pamela.
Katherine bertekad akan berhenti membantu Pamela
setelah pagelaran busana Pamela yang pertama selesai. Ia sudah menghabiskan
waktunya selama empat bulan lebih untuk membantu Pamela merintis usaha
fashion-nya itu. Katherine nanti ingin benar benar punya waktu untuk dirinya
sendiri.
~ ~
Marvin menatap bingung laporan yang ada di
tangannya. Sekretarisnya baru memberitahu dirinya bahwa dalam empat bulan
terakhir ini, tidak ada pengeluaran sama sekali dari kartu kredit Pamela.
Padahal biasanya selalu ada tagihan tiap bulannya dan Marvin – lewat
sekretarisnya – selalu membayar lunas tagihan yang ditujukan pada Pamela tiap
bulannya, berapapun jumlahnya.
Jadi
darimana modal Pamela untuk usaha bajunya kalau ia tak mempergunakan kartu
kredit dariku? Pikir
Marvin heran. Marvin langsung menelepon Pamela dan menanyakan hal itu. Ia
menduga bibi Laurie atau Paman Paul yang memodali usaha Pamela.
“Tidak, bukan mereka.” Pamela tertawa.
“Lalu siapa Pam?”
“Seorang sahabat yang baik hati.”
“Pam, jangan macam macam, kau tidak terlibat
peminjaman uang yang membahayakan kan?”
“Tidak Marvin, kau jangan khawatir. Tapi aku tetap
butuh kartu kreditmu, untuk emergency.
Memegang kartu itu membuat aku merasa sangat tenang.
Aku hanya sedang belajar mandiri saja Marvin. Aku tahu kau bisa membantuku,
tapi aku tidak mau manja lagi seperti dulu. Aku sedang ingin belajar mandiri.”
“Aku tetap khawatir kau tidak bisa membayar
pinjaman modalmu dengan benar atau tepat waktu sehingga nantinya jadi
bermasalah atau kau kenapa kenapa.”
“Ah, tenang saja. Katherine tidak memberiku bunga
kok.”
“KATHERINE?” teriak Marvin kaget. “KATHERINE YANG
MEMBERIMU MODAL?”
Pamela bengong. Ia sudah keceplosan ngomong.
“Bukan aku yang memintanya, sungguh. Ia yang
memaksaku. Tapi kami punya perjanjian kok, pakai lawyer segala. Paling cepat aku mengembalikan modal dalam waktu
lima tahun, dan paling lama sepuluh tahun.”
“Dan kalau dalam waktu sepuluh tahun tidak
kembali?”
“Bikin perjanjian baru.”
“Dan kalau dalam perjanjian baru itu kau tetap
tidak bisa mengembalikan?”
“O ayolah Marvin, kau sangat menyepelekan aku.
Siapa tahu dalam lima tahun ke depan usahaku sukses dan aku bisa meraih untung
sehingga aku bisa mengembalikan semua uang Katherine tepat waktu.”
“Sekarang Katherine mana?”
“Lagi nyari model untuk pagelaran busanaku yang
pertama. Aku sekarang sedang ngurus ijin pagelaran dan lain lain.”
“Pam, aku punya teman yang punya agency model
yang...”
“Aku tahu kau punya teman dan punya segalanya
Marvin. Tapi tolong, jangan bantu aku, ok? Biarkan aku berusaha.”
~ ~
Suasana di restoran tempat Katherine makan siang
lumayan sepi. Katherine makan di sebuah restoran yang menyajikan makanan cepat
saji. Dan Katherine memesan patatas
bravas, semacam french fries,
tapi kentangnya dipotong kotak kotak, bukan memanjang dan dibumbui dengan bumbu
saos pedas dan mayonaise. Melengkapi patatas bravas, Katherine juga memesan
ayam bakar dengan bumbu campuran antara lada hitam, saus tomat, bawang bombay,
kaldu, garam, gula, merica dan pala bubuk dan sedikit mentega, sausnya sejenis
saus steak.
Untuk melengkapi papatas bravas dan ayam bakar bumbu tadi, Kateherine memesan lemon
tea yang segar.
Katherine merasa lapar dan haus setelah mencari model agency yang disarankan Pamela dan bertanya
tanya kepada pemilik model agency
berapa harga model yang bisa dihire.
Sekarang Katherine mau istirahat dulu sambil makan
siang. Tapi baru saja ia mau menyeruput lemon teanya, Pamela meneleponnya.
“Gimana Kath?”
“Mahal Pam.”
“Mahal?”
“Iya, di New York aja tidak segitu harganya, padahal
agency model tadi tidak terlalu
terkenal, kau dapat dari mana sih?”
“Dari temanku.”
“Ooh.. temanmu dapat info dari mana?”
“Aku tidak tahu ia dapat dari mana. Ya sudah kau
kembali saja ke kantor, nanti kita diskusi lagi.”
“Ehm.. Pam, aku ada ide.”
“Ide apa?”
“Bagaimana kalau teman temanmu saja yang
memperagakan bajumu.”
“Apa?” teriak Pamela kaget. “Kau bercanda?”
“Tidak, aku tidak bercanda, mereka pasti mau,
apalagi mereka sering kau traktir ini itu. Masa sih tidak mau membantumu. Kau
bayar saja mereka dengan harga teman, mereka pasti mau.”
“Mau sih mau, tapi kan mereka tidak profesional,
mana bisa mereka jalan di atas catwalk.”
“Ya, nanti kita cari instruktur lah yang mau
ngajarin. Kita masih punya waktu tiga minggu. Ini bisa menekan pengeluaran.
Kalau pagelaran pertamamu ini sukses, pagelaran berikutnya baru kau sewa model
profesional.”
“Yah, idemu tidak terlalu buruk sih.”
“Aku juga bisa minta bantuan Ursula dan Deborah.
Mereka ramping ramping dan tinggi. Mereka pasti senang bisa membantu.”
“Oke Katherine, sampai bertemu di kantor.”
“Ok. Bye.”
Katherine lalu mematikan hubungan teleponnya dan melanjutkan minum lemon tea.
~ ~
Sore ini Katherine sibuk mengetik sesuatu di depan komputer di salah satu
ruangan di kantor Pamela. Walau Katherine bukan pekerja di Pamela Fashion, tapi
ia mengikuti waktu kerja di sana. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam lima
sore. Ia bahkan punya ruangan khusus tersendiri, walau itu sifatnya hanya
sementara waktu.
Ia saat ini sedang membuat daftar nama model yang akan memperagakan baju
baju Pamela di pagelaran baju Pamela yang pertama.
Sejauh ini sudah ada sepuluh teman Pamela yang bersedia membantu, ditambah
Ursula dan Deborah yang bekerja di La
Amaryllis jadi dua belas. Sisanya sebanyak delapan model berhasil Katherine
dapatkan secara online. Mereka model profesional dan bekerja secara freelance. Katherine lebih suka
berhubungan dengan para model freelance
itu langsung daripada dengan agency model karena harga honor mereka
jauh lebih murah. Tidak ada fee segala
macam.
Data honor untuk para model itu juga sudah Katherine berikan pada Rebecca,
karyawan Pamela di bidang keuangan. Pamela yang menentukan berapa saja honor
yang akan diterima teman temannya dan honor yang akan diterima para model yang
sudah berpengalaman.
Sedang asik asiknya Katherine mengetik, Isamar, karyawan Pamela di bagian Customer Service datang menghampirinya.
“Katherine, di luar sana ada seseorang yang mencari Pamela. Ia cantik
sekali. Sepertinya aku sering melihat wajahnya di majalah majalah, tapi aku lupa
namanya.”
“Siapa kira kira?” Katherine heran.
“Aku tidak tahu, aku sudah bilang Pamela sedang pergi, tapi dia bilang dia
akan menunggu.”
“Biar aku telepon Pam.”
“Sudah, Pamela sudah kutelepon, Pamela sedang dalam perjalanan ke sini.”
“Lalu kenapa kau mencariku kalau memang sudah menelepon Pam. Biar saja tamu
itu menunggu.”
“Ya, siapa tahu kau ingin bertemu dengannya. Ia cantik sekali Katherine.
Seperti boneka barbie.”
“Serius?” Katherine jadi penasaran.
“Iya.”
“Haduh, seingatku aku tidak memanggil model lagi. Model yang didapat sudah
cukup.”
“Ya mungkin Pamela yang memanggil.” Ujar Isamar.
“Mungkin.” Katherine melanjutkan mengetik.
“Kau tidak ingin bertemu dengannya?” Isamar masih berdiri di samping
Katherine.
“Kenapa aku harus bertemu dengannya? Dia tamunya Pam.”
“Tapi dia cantik sekali, kau tahu kulitnya halus bagai porselen. Aku rasa kalau
ada nyamuk yang hinggap dikulitnya yang mulus itu juga bakalan jatuh.”
“Saking licinnya?”
“Iya, saking licinnya. Jadi nyamuk itu tergelincir.”
Katherine tertawa. “Kau ini bener bener ya Isamar.”
“Kenapa tertawa sih, aku serius.”
“Ya sudah ayo kita temui sama sama.”
Katherine akhirnya bangun dari duduknya dan pergi ke ruang tamu diikuti
oleh Isamar. Dan Isamar memang tidak berlebihan. Tamu Pamela sangat cantik,
Ramping, tinggi. Rambut wanita itu pirang terang dan bergelombang, matanya
biru. Sekilas melihat wajahnya Katherine merasa pernah melihatnya di suatu
tempat.
“Hai, aku Katherine, teman Pamela.” Ujar Katherine sambil tersenyum, “Pam
sedang dalam perjalanan ke sini.”
“Iya, tidak apa apa, aku akan menunggunya.”
“Aku seperti pernah melihatmu.” Ujar Katherine lagi. Wanita itu cuma
tersenyum.
“Ya, tentu saja kau melihatnya di majalah majalah, kan tadi aku sudah
bilang,” komentar Isamar.
“Tidak, tidak di majalah, tapi di suatu tempat. Wajah ini sering aku lihat
di... sebentar,” Katherine berpikir lagi. “Maddy. Aku ingat Maddy.”
“Maddy?” Wanita itu bertanya heran. “Madelaine?”
“Iya, Madelaine, kau mirip dengannya.”
“Aku memang ibunya.”
“Apa?!”
~ ~
Katherine terus terusan makan keripik kentang di hadapannya, ia sudah habis
tiga bungkus keripik kentang dan dua botol coke.
“Kau benar, dia cantik sekali,” ujar Katherine sambil mengambil bungkus
keripik kentang yang keempat, tapi Isamar langsung merebutnya.
“Kenapa kau merebut keripikku?” teriak Katherine histeris.
“Keripik tidak baik untuk kesehatan.”
“Aku mau keripik kentangku lagi.”
“Oke, sekarang begini. Tarik nafas dalam dalam. Wanita cantik itu sudah
pergi dengan Pamela entah kemana. Sekarang tolong kau ceritakan padaku kenapa
kau jadi stress begini setelah melihat wanita cantik itu.”
“Aku tidak stress.”
“Tentu saja kau stress.”
“Darimana kau tahu aku stress?”
“Kau habis tiga bungkus keripik kentang dan dua botol minuman bersoda. Hallo.”
“Pantas saja Maddy cantik sekali,” keluh Katherine sambil menelungkupkan
wajahnya di depan komputer “ia mewarisi kecantikan ibunya.”
“Aku tidak mengerti dengan apa yang kau maksud, dari tadi kau bilang
Maddy.. Maddy. Maddy siapa sih?”
“Keponakan Pamela.” Jawab Katherine pelan.
“Keponakan...” Isamar menatap Katherine kaget. “Jadi Maddy itu anak Mr.
Guilarmo?”
“Ya.”
“Dan wanita tadi mantan isterinya?”
“Ya. Namanya Cecil.”
“Aku ingat sekarang. Iya, Cecil. Namanya Cecilia Ricci. Ia supermodel asal
Itali kalau tak salah.”
“Ya.”
“Katherine apa kau stress?”
“Ya.”
“Tuh kan aku bilang apa.”
“Apa?” Katherine kaget, “kau bertanya apa?”
Isamar tersenyum menatap Katherine. Ia akan sangat kehilangan kalau
Katherine tidak membantu Pamela lagi, karena menurut Pamela, Katherine hanya
akan membantunya sampai pagelaran busana pertamanya selesai. Padahal ia sering
merasa terhibur kalau ada Katherine.
Ia merasa maklum Katherine jadi seperti ini karena yang ia tahu hubungan
Katherine dengan Mr. Guilarmo sangat dekat. Mr. Guilarmo sering mengantar atau
menjemput Katherine ke tempat ini. Ia juga sering membawakan makan siang untuk
Katherine. Dan mereka makan siang bersama di meja kerja Katherine.
“Kau sebelumnya belum pernah bertemu Cecil?” tanya Isamar penasaran.
“Tidak pernah.”
“Sekalipun?”
Katherine menggeleng. “Dulu ia pernah diundang ke acara ulang tahun
Mirella, puteri Mr. Guilarmo yang satunya, tapi tidak bisa datang.”
“Kau tidak pernah melihatnya di majalah atau tivi atau apa gitu.”
“Mungkin pernah. Tapi aku lupa dengan wajahnya.”
“Terus kenapa kau stress begini.”
“Ya, ampun aku tidak stress. Aku Cuma shock.”
“Shock karena wanita itu sangat
cantik? Atau..”
“Bukan, bukan itu, aku membayangkan ibu Maddy adalah wanita manja yang
menyebalkan, tapi kelihatannya dia baik dan tidak seperti yang kubayangkan.
Lalu, kenapa ia dan Mr. Guilarmo harus berpisah? Kasihan Maddy. Maddy kan masih
kecil, ia masih sangat membutuhkan kasih sayang ibunya.”
“Aku benar benar tidak mengerti jalan pikiranmu Katherine, sungguh. Kupikir
kau cemburu atau apa.”
“Aku merasa sedih Isamar. Aku hanya tidak mengerti dengan para orangtua
yang egois yang menelantarkan anak anak mereka karena keegosian mereka.”
“Kupikir Maddy tidak ditelantarkan. Ia mendapatkan kasih sayang dari ayah
dan ibunya dengan caranya sendiri. Mereka pasti menyayanginya.”
“Iya sih, tapi kau tak tahu Maddy. Dia sering ketakutan kalau bertemu orang
orang. Hanya orang orang tertentu yang boleh mendekati dirinya. Pamela saja
bahkan tak pernah berhasil mendekati Maddy. Kau tahu apa artinya? Secara
psikologis, ia tak percaya pada orang lain, ia membuat batasan. Padahal ia
masih kecil. Dan rasa tak percaya itu timbul mungkin akibat trauma karena
orangtuanya berpisah. Ibunya tidak ada untuknya lagi, ibunya selalu meninggalkannya,
ibunya jauh dari sisinya.”
“Tapi sekarang kalau situasinya dibalik. Maddy yang tinggal bersama ibunya.
Mungkin dia juga menjadi ibu yang baik untuk Maddy, selalu ada untuk Maddy. Kita
tidak bisa menghakimi atau menilai orang lain menurut sudut pandang kita
Khaterine, karena apa yang kita duga belum tentu benar. Belum tentu ibu Maddy
seburuk yang kita duga. Dan lepas dari itu, setiap orang itu punya persoalan
sendiri sendiri dalam hidupnya. Mungkin ibu Maddy dan ayahnya punya persoalan
yang memang benar benar tak bisa mereka pecahkan, yang tidak ada titik
temunya.”
“Ya, mungkin kau benar.”
“Tapi yang ideal sih orangtua Maddy terus bersama.”
“Itu yang aku maksud dari tadi.”
“Tapi ya sudahlah, sebaiknya kita lupakan persoalan mereka. Ibu Maddy kan
hanya masa lalu bagi ayah Maddy, kau masa depannya.”
Untuk sejenak Katherine kehilangan kata kata, tapi kemudian ia menjerit.
“Isamar! Itu tidak lucu.”
“Ya memang tidak lucu, yang bilang lucu itu siapa! Tapi itu kenyataan. Kau
masa depannya. Mr. Guilarmo sangat mencintaimu, itu terlihat dari tatapan
matanya setiap kali ia memandangmu.”
~ ~
“Katherine, betisku sakit,” bisik Ursula pada Kahterine yang duduk di
sampingnya. “Aku tidak biasa pakai hak tinggi seperti ini.”
“Sudahlah Ursula, kau harus sabar. Ini latihan terakhir, besok hari H-nya
dan kau tidak harus memakai sepatu hak tinggi lagi.” Katherine balas berbisik.
Ia dan Ursula duduk di pinggir stage.
Mereka sedang gladi bersih, semua model hadir di sana. Cecil juga hadir. Ia
ternyata mencari Pamela tiga minggu yang lalu untuk membantu Pamela. Bagi Cecil,
Pamela tetap adik sepupunya yang ia sayangi walau ia sudah bercerai dengan
Marvin.
Pamela sempat menolak tawaran Cecil karena ia tak akan mampu membayar
Cecil, tapi Cecil malah tertawa mendengar itu, ia bilang ia tak perlu dibayar,
ia hanya minta Pamela memberikan beberapa buah baju label miliknya untuk ia
promosikan pada teman temannya.
Cecil datang membantu Pamela bukan hanya sebagai salah satu model tapi juga
sebagai instruktur bagi model model lain yang belum berpengalaman. Cecil mengajarkan
mereka cara berjalan di atas catwalk.
“Istirahat selesai, ayo bangun semuanya. Kita mulai lagi.” Cecil naik lagi
ke atas stage.
“Aduh,” Ursula mengeluh lagi, “aku kan baru duduk selama lima menit.”
“Ayolah Ursula, semangat, nanti setelah pagelaran selesai, aku akan
mentraktir kau, Deborah dan Jane ke tempat spa.
Kita luluran, dipijit, dan santai santai disana.”
“Sungguh?”
“Iya.”
“Asiik,” Ursula akhirnya berjalan lagi ke atas stage. Dan Katherine tersenyum memperhatikan dirinya.
“Pam kelihatannya panik,” Marvin tiba tiba duduk di samping Katherine dan
memberikan satu cup mochacinno panas
pada Katherine. Udara di tempat pagelaran itu akan diadakan sangat dingin. Air conditioner nya central dan tidak
bisa dikecilkan. Katherine sampai harus memakai jaket saking dinginnya.
Pagelaran itu diadakan di suatu hotel terkenal.
“Terimakasih,” Katherine menerima minuman dari Marvin sambil tersenyum. “Kurasa
itu hanya sementara, nanti juga Pamela biasa lagi” ujar Katherine, “ia hanya merasa
cemas semua tidak berjalan sesuai rencana.”
“Ya. Aku sebenarnya ingin membantu Pam tapi ia menolakku terus.”
“Membantu apa?” Katherine heran, “sejauh ini semua bisa dihandle dengan baik.”
“Tentang promosi lewat media massa, aku kenal beberapa pimpinan media
massa, kalau Pam mau, ia bisa bekerja sama dengan salah satu televisi swasta
dan menayangkan langsung pagelaran ini. Itu akan sangat baik untuk
mempromosikan bajunya.”
“Pam menolak usulanmu?”
“Ya.”
“Aku tidak bisa bertindak apa apa karena aku disini juga hanya membantunya.
Tapi kupikir kau memang harus memberi kesempatan pada Pam dulu. Biarkan ia
berusaha dengan caranya sendiri.”
“Kau benar,” Marvin tersenyum menatap Katherine, “terimakasih sudah
membantu Pam selama proses ini. Dari mulai awal hingga pagelaran busana Pamela
yang pertama. Pam banyak berubah. Ia tidak manja lagi seperti dulu. Ia sangat
antusias dengan semuanya.”
“Sama sama,” Katherine balas tersenyum, “aku senang bisa membantunya.”
“Pam bilang setelah pagelaran besok selesai, kau tidak akan membantunya
lagi.”
“Ya,” Katherine tertawa, “kupikir, aku perlu waktu untuk diriku sendiri
sekarang.”
“Begitu?”
“Ya, aku ingin membuka toko roti.”
“Toko roti?”
“Iya.”
“Di Seville atau..”
“Kampung halamanku,” Katherine tersenyum menatap Marvin. Dia memutuskan
harus pergi dari kehidupan Marvin sekarang, karena semakin lama ia tinggal di de Cartijo ia akan semakin terikat pada
Marvin, tergantung pada dirinya dan nanti akan semakin sulit bagi dirinya untuk
meninggalkan Marvin. Sekarang ia masih bisa menahan rasa sedih dan kecewanya
saat ingat Marvin punya kekasih. Tapi nanti ketika perasaannya pada Marvin
semakin dalam, ia pasti tidak akan bisa menghandle
perasaannya dengan baik lagi seperti sekarang. Ia pasti akan merasa cemburu
sekali pada Samantha. Katherine sering tak mengerti pada anggapan teman
temannya bahwa Marvin menyukai dirinya padahal ia punya kekasih.
“Membuka toko roti tapi bukan di Seville,” ujar Marvin lambat lambat,
“kampung halamanmu pasti indah sekali.”
“Ehm...” Katherine berpikir sebentar. Ia tak melihat keindahan apapun di
sekitar rumah danau. Lebih indah de
Cartijo kemana mana daripada rumah danau. “Yah, lumayan indah.” Ujar
Katherine akhirnya.
“Boleh kapan kapan aku main ke rumahmu?” tanya Marvin membuat Katherine
terkejut.
“Main ke rumah danau?” Katherine balik bertanya.
“Rumah danau? Rumahmu di atas danau atau..”
“Di pinggir danau,” sahut Katherine, “itu cuma julukan.”
“Ooh.. Apakah di sekitar rumahmu bisa memancing ikan?”
Untuk kedua kalinya Katherine terkejut, ini
maksud pembicaraan Marvin apa sih, pake acara mancing ikan segala.
“Maksudku danau di sekitar rumahmu, apakah banyak ikannya?” kata Marvin
lagi.
“Kurasa banyak. Ayah dan Mr. Philips sesekali suka memancing. Dan membawa
ikan pulang untuk dimasak. Memang kau suka memancing?”
“Tidak, tapi aku bisa belajar menyukainya. Aku akan belajar memancing ikan
pada ayahmu.”
Katherine terdiam. Marvin ingin pergi
ke rumah danau belajar mancing ikan pada ayahnya? Di negaranya tidak ada danau
apa!
“Mr. Guilarmo, maaf,” Isamar tiba tiba mendekati mereka, “aku perlu
Katherine, aku perlu bantuannya.”
“Ada apa Isamar?” tanya Katherine.
“Ada beberapa media massa yang ingin wawancara.”
“Kan ada Pamela.”
“Sudah, Pamela juga sedang diwawancara. Tapi mereka banyak. Dan Pamela
tidak bisa melayani mereka satu per satu. Kupikir kau bisa membantu Pamela
karena pertanyaan mereka sebenarnya sederhana, hanya seputar gaya baju, tema
pagelaran atau semacam itu.”
“Baiklah,” Katherine akhirnya bangun dari kursinya dan pamit pada Marvin
untuk menemui wartawan.
~ ~
Jangan menangis, kumohon
jangan menangis lagi,
Katherine terus terusan mengusap air matanya agar jangan turun, tapi ia tetap
menangis. Ia sekarang sedang berada di toilet wanita, di tempat pagelaran busana
Pamela diadakan.
Pagelaran busana Pamela baru saja selesai dan ternyata berakhir dengan
sukses. Semua model yang bertugas memperagakan baju menyelesaikan pekerjaan
mereka dengan baik.
Beberapa tamu undangan yang hadir bertepuk tangan sangat meriah untuk
Pamela. Dan seperti dirinya yang menangis, nyonya Laurie juga ikut menangis
terharu menyaksikan puteri semata wayangnya berjalan di atas catwalk sambil membawa bunga.
Katherine langsung pergi ke toilet saat tak bisa menghentikan tangisnya. Tapi
ternyata air matanya tetap turun dan tak bisa berhenti. Katherine merasa sangat
bahagia kerja kerasnya dengan Pamela tidak sia sia karena pesanan baju dari
tamu undangan yang hadir langsung berdatangan. Tanpa sepengetahuan Katherine
dan Pamela, teman teman Pamela ternyata melakukan promosi terus menerus baju
baju Pamela di akun sosial mereka.
Teman teman Pamela kebanyakan adalah anak anak orang kaya seperti Pamela.
Bahkan ada beberapa diantaranya selebritis, jadi cukup mudah bagi para
selebritis itu mempromosikan baju Pamela pada para fansnya.
Isamar tadi kelihatan sibuk sekali. Ia kebanjiran pesanan. Tamu yang hadir
antri untuk menuliskan pesanan mereka. Beberapa diantaranya ada juga yang
memesan secara online. Dan Audrey, yang bertugas menerima pesanan secara online
juga sibuk di depan laptopnya di meja depan mendata pesanan itu satu satu. Mereka
tidak berada di kantor mereka, tapi bekerja seperti sedang berada di kantor.
Selain merasa gembira karena pagelaran busana Pamela yang pertama sukses,
Katherine juga merasa sedih karena harus meninggalkan Marvin dan anak anaknya
yang cantik. Itulah sebabnya kenapa ia terus terusan menangis.
“Katherine, kita sukses,” Pamela tiba tiba masuk ke kamar mandi dan memeluk
Katherine erat. Seperti Katherine, Pamela juga menangis. Saat turun dari stage tadi setelah menerima bunga, yang
Pamela cari pertama kali adalah Katherine. Pamela bahkan belum sempat menemui
ibunya.
“Ya, kita sukses Pamela, kita berhasil.”
“Terimakasih untuk semuanya Katherine. Aku tidak akan pernah melupakan
semua kebaikanmu.”
“Aku juga. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian. Kalian sudah
menerimaku dengan baik di sini. Di La
Amaryllis, di de Cartijo.”
“Jangan bilang kau mau pulang ke kampung halamanmu cepat cepat Katherine.”
“Tentu saja aku akan pulang secepatnya.”
“Tidak secepat ini. Ayolah. Kita bahkan belum merayakan keberhasilan kita.”
“Aku pergi terlalu lama Pamela. Ibuku merindukanku.”
“Marvin tahu kau mau pulang?”
“Ya. Aku sudah memberitahunya.”
“Dan dia tidak menahanmu agar jangan pulang?”
“Untuk apa dia menahanku?”
“O, ayolah Katherine, semua orang tahu dia tergila gila padamu.”
~ ~
Katherine sedang duduk di dapur de
Cartijo sambil makan casserole
kentang yang dicampur keju, bawang bombai yang dicacah dan daging cincang bakar
waktu Marvin tiba tiba duduk di hadapannya.
“Aku mencarimu di luar. Tapi kau tak ada diantara teman temanmu yang sedang
barbequ.”
“Diluar agak dingin,” Katherine tersenyum. “Angin malam ini bertiup agak
kencang.”
“Ya, aku setuju. Ini apa?” tunjuk Marvin pada mangkuk casserole Katherine.
“Casserole kentang. Mau? Biar aku
ambilkan.”
“Tidak usah, aku nyicip saja.” Marvin lalu mencari sendok dan kembali duduk
di hadapan Katherine. Ia mulai menyendok casserole
kentang Katherine dan memasukkan casserole
itu ke mulutnya. “Ini enak sekali,” komentarnya, “kau yang membuatnya?”
“Ya. Barusan aku membuatnya jadi masih hangat. Kau yakin tidak mau
kuambilkan?”
“Ehm.. nanti saja. Ngomong ngomong Pam barusan meneleponku, ia menangis,
katanya aku harus membujukmu untuk tinggal lebih lama lagi.”
“Aku tidak bisa, karena...”
“Karena ingin cepat cepat membuka toko roti?” potong Marvin.
Karena dari hari ke hari aku
semakin mencintaimu. Ujar Katherine dalam hati, “salah satunya
itu, tapi ibuku meneleponku terus, ia bertanya kapan aku pulang, jadi aku harus
pulang.”
“Baiklah, aku ikut denganmu.”
“Ikut denganku?” teriak Katherine kaget.
“Ya, aku ingin mengenal keluargamu. Dan juga ingin belajar memancing ikan pada
ayahmu.”
“Tapi...”
“Aku akan packing sekarang.”
“Marvin tunggu, kau jangan packing dulu,
Marvin!”
“O, ya, satu lagi,” Marvin menghentikan langkahnya, “aku juga akan
berdiskusi dengan ayah dan ibumu tentang tanggal pernikahan kita.”
“Ta.. tanggal APA?”
~ ~
BAB DUA BELAS
THE WEDDING
Candy memperhatikan halaman La Rose dari jendela kamar tamu di lantai dua
yang baru ia tempati beberapa menit yang lalu. Ia suka dengan air mancur dan
bunga rose di sekelilingnya.
“Bu,” serunya pada ibunya yang sedang mengeluarkan baju baju dari koper.
“Ya?”
“Ibu yakin kita tidak salah rumah?”
“Salah rumah?”
“Iya. Tidak mungkin calon suami Katherine sekaya ini. Ibu lihat tidak
diantara mobil mobil yang berjejer rapi di garasi tadi?”
“Tidak, ibu tidak sempat memperhatikan. Memang kenapa dengan mobil mobil
itu?”
“Ada dua mobil yang diproduksi dengan edisi terbatas bu. Yang satu hanya
diproduksi sebanyak tujuh mobil di dunia, yang satunya diproduksi hanya sepuluh
mobil di dunia. Ibu tahu dong berapa harga mobil mobil itu?”
“Tidak, Ibu tidak tahu harganya.”
“Mahal sekali bu harganya, amat sangat mahal.”
“Candy,” teriak Cheryl.
“Ya?”
“Bisa diam tidak, aku mau tidur, kepalaku pusing, masih banyak acara yang
harus kita ikuti, nanti malam makan malam bersama, besok acara weddingnya dan kata Katherine tempat
untuk acaranya dua jam perjalanan dari sini, kita harus banyak istirahat.”
“Jangan tidur dulu Cheryl siapa tahu kita benar benar salah rumah. Aku
yakin orang yang menjemput kita di bandara tadi salah orang dan...”
Kata kata Candy terhenti ketika Katherine tiba tiba masuk ke dalam kamar.
“Ibu, candy, semuanya, aku senang kalian sudah datang. Aku tidak bisa
menjemput kalian di bandara karena harus mengurus sesuatu. Maafkan aku.”
“Ya ampun Katherine, akhirnya kau muncul juga.” Seru Cheryl lega. “kata
Candy kita salah rumah.”
“Salah rumah?” Katherine heran.
“Jangan didengarkan,” komentar ibunya. “Mereka sedang jetlag.”
~ ~
Pernikahan Katherine dan Marvin dilakukan di halaman de Cartijo yang luas. De
Cartijo dihias sedemikian rupa hingga terlihat sangat cantik.
Kursi kursi untuk tamu undangan disusun rapi. Sementara makanan dan minuman
ditata di meja cantik yang dihiasi pahatan bunga yang terbuat dari es.
Lupita, Amanda, Jane, Ursula, Deborah dan ketiga adik perempuan Katherine
jadi pendamping pengantin perempuan. Sahabat sahabat Marvin menjadi pendamping
pengantin laki laki.
Mirella, Maddy, dan Eric, keponakan Katherine bertugas untuk membawa cincin
dan menabur bunga ketika Katherine berjalan di altar nanti.
Pamela dan teman temannya jadi seksi sibuk. Teman Pamela yang jadi Wedding Organizer di acara itu. Baju
pengantin Katherine bahkan Pamela yang merancangnya. Tapi karena keterbatasan
waktu dan karena produksi baju Pamela sedang banyak banyaknya, Pamela hanya
mampu bikin satu baju pengantin saja untuk Katherine. Baju pendamping pengantin
perempuan ia serahkan pada kenalannya yang memproduksi baju seperti dirinya.
Pamela sempat mengeluh kenapa acara pernikahan Katherine dadakan seperti
itu, sehingga ia tak bisa membantu banyak.
Tamu yang diundang hanya keluarga dan kenalan dekat dari kedua belah pihak.
Sehingga sifatnya sangat privasi.
Selain seluruh keluarga Katherine yang hadir (kecuali Chayenne dan Jack),
seluruh keluarga Williams juga hadir. Bibi Alice sangat bahagia karena
Katherine akhirnya mengundang dirinya untuk menghadiri pernikahannya. Brooke
juga hadir dengan Brandon. Menurut Brooke proses perceraian dirinya dan Brian
sudah beres. Brooke merasa lega dengan hal itu. Ia akan memulai kehidupan
barunya bersama anak laki laki tampannya dengan semangat. Katherine hanya
sempat ngobrol sebentar dengan Brooke karena banyak yang harus Katherine
lakukan.
Acara pernikahan itu dimulai jam sembilan pagi. Cuaca sangat cerah dan
bersahabat. Semua tamu menahan nafas takjub saat Katherine memasuki altar
didampingi ayahnya. Katherine tampak cantik sekali. Ramos memperhatikan
Katherine sambil tersenyum lebar. Sampai kapanpun ia selalu menyayangi
Katherine. Ia ikut bahagia melihat Katherine bahagia seperti itu.
Katherine tersenyum melihat Marvin yang menunggunya di depan altar. Marvin
tampan sekalli. Pesonanya masih membuat Katherine meleleh hingga detik ini. Bersama dengan Marvin adalah apa yang Katherine inginkan
lebih dari apapun di dunia ini, Katherine tidak ingin yang lainnya termasuk punya toko roti sendiri.
Punya toko roti bukan prioritas lagi buat Katherine. Mungkin suatu saat ia bisa mewujudkan cita citanya punya toko roti, mungkin juga tidak.
Ketika Katherine tiba di depan altar dan mengulurkan tangannya ke arah
Marvin, Marvin langsung menyambut tangan Katherine dan menggenggamnya erat.
~ ~
“Kau tak akan percaya Kath,” teriak Pamela di telepon.
“Apa yang tidak kupercaya?” Katherine ikut ikutan teriak. Ia sedang berada
di kamarnya, di rumah orangtuanya di rumah danau. Marvin, Mirella dan Maddy
ikut dengannya. Marvin sudah pernah datang ke rumah danau sebelumnya bersama dirinya,
tapi Mirella dan Maddy baru sekarang ini datang ke rumah danau.
“Pesanan baju pengantinmu membludak.” ujar Pamela lagi, “banyak gadis gadis
di seluruh dunia yang ingin menikah ingin memakai baju pengantin seperti yang
kau pakai. Aku kebanjiran pesanan. Aku harus bagaimana.” Suara Pamela jadi
panik.
“Ya sudah terima saja, Pam, kau ini gimana sih, rejeki tidak boleh
ditolak.”
“Tapi aku kan memproduksi baju santai, bukan baju pengantin. Baju pengantin
yang kubuat khusus untukmu.”
“Kalau baju pengantinmu yang lebih laris dari baju santaimu, apa salahnya.
Kau ini gimana sih.”
“Ya, kau benar juga. Baiklah, aku sepertinya harus berbelanja bahan
sekarang.”
“Oke.”
“Kath,”
“Apa?”
“Bilang Candy, lulus kuliah fashion nanti jangan kemana mana ya, langsung
kerja denganku.”
“Itu masih tiga tahun Pamela.”
“Tidak apa apa, aku sudah membookingnya
dari sekarang.”
Katherine tertawa, “baiklah.”
Katherine lalu meletakkan handphonenya
sambil memandang ke luar jendela yang menghadap ke halaman belakang rumahnya,
ke arah kolam renang. Marvin dan anak anak sedang berenang. Adam dan Eric juga
ikut berenang.
Berada di rumahnya seperti ini Katherine merasa sedikit tenang karena paparazi yang mengikutinya tidak
sebanyak di Seville.
Sejak Katherine menjadi Mrs. Guilarmo kemanapun ia melangkah, ia selalu
diikuti paparazi. Konon, kabarnya,
foto dirinya sangat laku dengan harga yang sangat fantastis alias sangat mahal
dan sangat dicari karena semua orang ingin tahu apa yang dilakukannya.
Pakaian yang Katherine kenakanpun, sesederhana apapun itu tetap jadi
perbincangan. Amanda Reeve, adik Katherine yang punya hobi fotographi - sejak
Katherine pulang ke rumah danau tiga hari yang lalu terus terusan memoto diri
Katherine. Katanya kalau ia tak punya uang, ia akan menjual foto Katherine. Katherine
nyaris mau menghancurkan camera mahal Amanda saking kesalnya.
Katherine akhirnya mengganti bajunya dengan baju renang, dan keluar dari
kamarnya untuk berenang bersama Marvin dan anak anak.
~ ~
Setahun kemudian.
Katherine tersenyum lebar saat menggendong bayi tampannya.
Jose Luis Guilarmo adalah bayi laki laki pertama yang hadir di keluarga
Guilarmo. Kehadirannya disambut gembira oleh semua orang. Maddy merasa senang
sekali karena di rumah ada bayi mungil yang bisa jadi temannya. Ia sering menciumi
Jose dengan gemas. Pamela bahkan merancang baju khusus untuk Jose.
Ketika dua tahun kemudian Xavier Antonio Guilarmo lahir, Nyonya Laurie
memeluk Katherine dengan perasaan sayang. “Kau punya dua anak laki laki yang
tampan Katherine. Kukira dua cukup untukmu?”
“Tidak aunty, aku ingin punya
anak perempuan. Mereka pasti lucu dan menggemaskan seperti Mirella dan Maddy.”
Tapi dua tahun kemudian, yang lahir adalah Kevin Juan Guilarmo. Camilla,
kakak perempuan Katherine, ingin menculik Kevin dan membawanya ke Amerika.
“Kau sudah punya dua anak laki laki, yeah tiga sih sama Kevin, biar Kevin
untukku saja ya?” harap Camille. Camille sudah lama menikah dan belum
punya anak.
“Kau gila,” teriak Katherine kaget.
“Ayolah Kath, aku tak punya anak.”
“Ya sudah, adopsi saja. Kenapa dari dulu kau tidak mengadopsi anak?”
“Dulu belum kepikiran. Tapi sekarang mulai kepikiran. Aku mau Kevin. Aku
mau mengadopsi Kevin.”
“KAU PIKIR AYAHNYA MENGIJINKAN?”
Katherine akhirnya menyerah dan tidak mengharapkan bayi perempuan lagi.
Tiga anak laki laki tampan sudah cukup untuknya. Dan dia sudah sangat
berbahagia dengan hal itu.
Tapi ketika dua tahun kemudian Carmelita Annabel Guilarmo lahir, itu bonus
besar bagi Katherine. Dan seperti kakak
kakak perempuannya yang lain, Carmelita punya rambut cokelat dan mata
hijau gelap seperti Marvin.
~ SELESAI ~
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
ReplyDeleteNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut