Friday, December 29, 2017

Be With You by Arafianti (sebuah novel fiksi)

Be With You (The Series)

SERIE PERTAMA : KATHERINE

Oleh : A. Rafianti


Catatan : Cerita ini hanya cerita fiksi. Jika ada kesamaan nama, lokasi, peristiwa yatau kejadian ang sama itu hanya kebetulan saja.

Catatan lain : Be With You (The Series) merupakan cerita berupa novel fiksi online yang berdiri sendiri sendiri, tidak ada kaitan antara satu serie dengan serie lainnya, hanya judulnya yang sama. 😉

Selamat Membaca 👀😊😊

BAB SATU
KATHERINE


Dari jendela kamarnya di rumah pertanian keluarga Guilarmo, Katherine memperhatikan pemandangan di hadapannya dengan takjub. 

Saat ini bulan sedang penuh. Sinar dan cahayanya menerpa daun daun jeruk di beberapa tempat. Nampak berkilauan bersatu padan dengan sinar lampu yang menerangi beberapa jalan setapak di perkebunan jeruk keluarga Guilarmo yang luas.

Kalau musim petik jeruk seperti ini, Katherine senang sekali pergi ke de cortijo, nama perkebunan sekaligus ranch keluarga Guilarmo di Huelva, sebelah timur Seville, untuk ikut memanen jeruk. Tidak dibayarpun sebenarnya tidak masalah bagi Katherine karena Katherine hobi melakukannya, tapi mandor di de cortijo Mr. Romano tetap membayar Katherine seperti membayar pekerja lainnya sehingga Katherine punya uang tambahan.

Pekerjaan Katherine yang utama sebenarnya menjadi customer service di perusahaan bunga La Amaryllis kepunyaan Laurie Ortega, tante-nya Marvin Guilarmo. Laurie Ortega adalah adik perempuan satu satunya dari ayah Marvin, Santiago Guilarmo. Ayah Marvin sudah meninggal sepuluh tahun lalu karena sakit saat Marvin berusia duapuluh delapan tahun.

Marvin adalah anak tunggal sehingga Marvin mewarisi seluruh harta kekayaan peninggalan ayahnya dan Marvin juga yang melanjutkan usaha ayah Marvin di bidang transportasi. Ayah Marvin punya sebuah maskapai penerbangan yang menyewakan beberapa jenis pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi.

Dibawah pengelolaan Marvin, usaha itu berkembang pesat, bahkan usaha transportasinya kini merambah di bidang penyewaan boat dan beberapa jenis perahu layar. Marvin bahkan punya beberapa kapal pesiar yang disewakan yang beroperasi di wilayah perairan Eropa.

Ibu Marvin nyonya Annabel sudah menikah lagi tiga tahun yang lalu dan sekarang tinggal di Madrid bersama suami barunya dan dua anak tirinya dari suami barunya. Ibu Marvin tidak mempunyai anak lagi dari suami keduanya, sehingga Marvin anak nyonya Annabel satu satunya.

Marvin sudah pernah menikah dan mempunyai dua orang anak perempuan yang cantik cantik dari dua isteri yang berbeda. Isteri pertama Marvin, Cassandra, memberi Marvin anak perempuan yang kini berusia tujuh tahun bernama Mirella. Cassandra adalah teman masa kecil Marvin, tapi Cassandra tak tahan dengan kesibukan Marvin yang selalu sibuk mengurusi bisnisnya sehingga waktu untuk keluarganya hanya sedikit. Mereka bercerai setelah delapan tahun menikah.

Isteri kedua Marvin adalah seorang supermodel asal Italia. Namanya Cecil. Dari Cecil Marvin punya seorang anak perempuan cantik yang diberi nama Madelaine atau biasa dipanggil Maddy yang kini berusia tiga tahun. Namun seperti pernikahan pertamanya yang gagal, pernikahan kedua Marvin juga mengalami kegagalan. Menurut gosip yang beredar, Cecil yang biasa keliling dunia karena pekerjaannya sebagai seorang supermodel merasa bosan harus tinggal di Mansion keluarga Guilarmo di Seville dan menjadi ibu rumah tangga biasa.

Kehidupan Cecil biasanya gemerlap dan dipenuhi ke-glamour-an. Ia biasanya bersosialita dengan banyak selebritis terkenal di seluruh dunia. Dengan kata lain,  menikah dengan Marvin, Cecil merasa tertekan karena tidak menjadi pusat perhatian media dan orang orang di seluruh dunia lagi. Marvin bercerai dengan Cecil setelah empat tahun menikah.

Kedua mantan nyonya Guilarmo kini hidup sangat nyaman dan sangat mewah dengan fasilitas rumah mewah, mobil mahal dan tunjangan cerai yang sangat besar dari Marvin setiap bulannya.

Sesekali mereka datang menemui anak anak mereka ke Mansion Marvin di Seville atau ke rumah pertanian de cortijo  karena hak asuh anak anak perempuan Marvin ada pada Marvin.

Kini Marvin punya kekasih lagi, ia adalah anak seorang politikus terkenal. Namanya Samantha. Dan sudah bisa dipastikan keberadaan Samantha di hati Marvin sekarang membuat seluruh gadis di seluruh dunia patah hati. Termasuk para karyawan nyonya Laurie Ortega di La Amaryllis yang juga merupakan teman teman Katherine. Atau pelayan pelayan dan gadis gadis lainnya di sekitar wilayah rumah pertanian de cortijo.

Mereka Semua sangat mengidolakan Marvin dan berharap kisah cinderella menerpa diri mereka. Ya mereka berharap bisa jadi Nyonya Guilarmo yang ketiga. Sayang harapan tinggal harapan, kabarnya Marvin akan menikah lagi yang ketiga kalinya dengan Samantha. Tapi sudah setahun berlalu sejak kabar itu muncul, Marvin belum menikah lagi hingga sekarang.

Katherine belum pernah bertemu dengan Marvin maupun Samantha. Padahal cukup sering Marvin dan Samantha pergi ke de cortijo dan cukup sering juga Katherine pergi ke de cortijo tapi mereka tak pernah bertemu.

Katherine datang mereka baru pergi, Katherine pergi mereka baru datang, begitu seterusnya sehingga Katherine belum berkesempatan kenal dengan Mr. Guilarmo secara langsung. Ia hanya tahu tentang Marvin di televisi, majalah, surat kabar dan internet.

Padahal aku tinggal di de cortijo sudah kayak rumah sendiri. Ujar Katherine geli, dalam hati. Katherine bahkan punya kamar favorit sendiri di de cortijo. Kamarnya ada di sayap timur, di lantai tiga. Dan Katherine maupun tamu tamu lain di de cortijo  tak perlu khawatir kekurangan kamar, karena kamar di sana sangat banyak.

Hanya anak anak Marvin yang sering Katherine temui di de cortijo sehingga Katherine cukup akrab dengan mereka, terutama dengan Mirella yang lebih besar dari adiknya. Mirella kadang ikut Katherine memetik murbai liar di semak semak tidak jauh dari istal. Kadang Mirella juga naik kuda poni sambil kuda poninya dituntun Katherine mengelilingi lapangan kuda yang luas.

Yang lucu dari anak anak Marvin adalah mereka begitu mirip satu sama lain. Rambut mereka sama sama cokelat terang, mata mereka hijau muda. Padahal ibu mereka sangat berbeda. Rambut Cassandra hitam legam dengan mata cokelat muda sementara rambut Cecil pirang terang dengan mata biru. Kedua anak Marvin sangat mirip dengan ayahnya yang punya rambut cokelat muda dan mata hijau gelap.

Perkebunan jeruk dan ranch de cortijo dimana Katherine sekarang menginap adalah salah satu rumah pertanian milik Marvin dari beberapa rumah pertanian miliknya di beberapa negara di dunia. Katherine pernah mendengar para pelayan di de cortijo memperbincangkan hal itu.




“Kalau aku boro boro punya beberapa ranch, bisa punya satu saja harus menabung seumur hidupku.” Ujar Lupita, salah satu pelayan di de cortijo sambil tertawa, membuat pelayan pelayan yang lain ikut tertawa.

Katherine senang sekali berteman dengan mereka, ngobrol dengan mereka atau membantu mereka masak. Bahkan ketika de cortijo kedatangan banyak tamu dan pelayan pelayan di sana jadi sangat sibuk untuk menyediakan sarapan, makan siang atau makan malam untuk tamu tamu yang terus berdatangan, Katherine selalu membantu mereka bila ia kebetulan sedang kesana.

De cortijo seperti menjadi rumah semua orang. Semua kenalan nyonya Laurie Ortega atau kenalan Marvin atau kenalan Cassandra atau kenalan Cecil, atau bahkan sekarang, kenalan Samantha boleh datang dan bebas berkunjung ke de cortijo dan menginap di sana untuk beristirahat atau bersantai. Jadi tak perlu heran kalau pelayan di sana selalu sibuk melayani para tamu yang terus berdatangan.

Seperti musim petik jeruk sekarang, tamu tamu yang datang jumlahnya biasanya dua kali lipat dari hari hari biasa. Mereka juga boleh mengambil jeruk yang mereka inginkan sebanyak yang mereka ingin bawa pulang. Tapi tentunya mereka tahu diri, mereka rata rata tidak membawa banyak. Mereka hanya membawa untuk keperluan konsumsi mereka selama beberapa hari saja.

Jeruk jeruk itu menurut Mr. Romano biasanya dikirimkan ke pasar pasar tradisional di Huelva, Seville, Cordoba, Granada dan Almeria.

Katherine cukup beruntung menjadi salah satu kenalan nyonya Laurie Ortega yang diperbolehkan berkunjung ke de cortijo kapanpun Katherine mau. Karena nyonya Laurie Ortega termasuk pilih pilih orang. Ia biasanya membatasi orang orang yang dekat dengannya saja atau orang yang ia percaya yang boleh bergaul dengan keluarga besar Guilarmo di de cortijo. Ia juga sangat menyayangi cucunya; Mirella dan Maddy Guilarmo sehingga tidak sembarangan orang boleh bergaul dengan kedua cucunya yang lucu dan cantik tersebut.

Karena Marvin saat ini tidak punya isteri, yang banyak berperan sebagai nyonya rumah di de cortijo adalah nyonya Laurie. Padahal nyonya Laurie punya Villa sendiri di La Amaryllis. Ia tinggal bersama suaminya, Paul Ortega dan anak perempuan semata wayang mereka Pamela Ortega di Villa mereka di La Amaryllis.

Flor Amaryllis
Usaha bunga Laurie Ortega ada di kaki bukit La Amaryllis. Disana selain ada kantor yang besar, kebun bunga yang luas, disediakan juga kamar kamar untuk karyawan La Amaryllis yang letaknya terpisah dari kantor utama yang berjarak kurang lebih tiga kilometer.

Tapi karena yang bekerja kebanyakan penduduk setempat, hanya Katherine dan ketiga teman Katherine lainnya yang tinggal di rumah yang khusus disediakan Laurie Ortega untuk karyawannya itu.

Dan secara bergantian Katherine mengajak ketiga temannya yang tinggal di rumah karyawan La Amaryllis; Ursula, Deborah dan Jane untuk datang ke de cortijo. Tapi karena akhir pekan ini mereka bertiga sedang mengunjungi keluarga mereka, Katherine terpaksa pergi sendiri. Katherine pergi ke de Cortijo dengan menggunakan mobil perusahaan La Amaryllis.

Pelayan pelayan di de cortijo rata rata sangat suka pada Katherine. Katherine adalah salah satu karyawan nyonya Laurie Ortega yang sangat disayang oleh nyonya  Laurie Ortega. Sehingga mereka semua juga sayang pada Katherine. Nyonya Laurie Ortega juga yang memperkenalkan Katherine pada mereka pertama kalinya empat tahun lalu.

Katherine pergi ke perkebunan jeruk di de cortijo ini juga atas ijin Nyonya Ortega. Katherine sudah bekerja memetik jeruk selama dua hari. Besok sore ia harus kembali ke pekerjaannya di La Amaryllis. Dengan kata lain Katherine pergi ke de’cortijo selama akhir pekan saja.




Akhir pekan depan Katherine akan kembali lagi. Apa saja bisa ia lakukan di sini. Tidak memetik jerukpun ia suka jalan jalan di jalan jalan setapak perkebunan untuk memetiki buah murbai yang tumbuh liar.
murbai

Nyonya Grida, kepala koki keluarga Guilarmo di de’cortijo suka mencampur murbai murbai itu dengan masakannya yang lezat, atau bikin salad murbai.


salad murbai

Sebenarnya, kalau Nyonya Laurie Ortega mengijinkan, Katherine ingin tinggal di de cortijo selamanya. Ia betah tinggal di sini. Udaranya segar dan bersih. Kicau burung terdengar nyaring di pagi hari.

Katherine suka sekali pedesaan. Sayang Ny. Ortega tidak mengijinkan. Entah kenapa. Dan Katherine maklum, karena dulu, empat tahun yang lalu, Ny. Ortega-lah yang mengajak Katherine ke Seville untuk bekerja untuknya di La Amarilis, bukan di de cortijo. Katherinepun dengan senang hati meninggalkan tanah kelahirannya di Long Island untuk bekerja di perusahaan bunga nyonya Ortega di bukit La Amaryllis, Seville, Andalusia, Spanyol.




Katherine Aurora Reeve adalah anak ketiga dari enam bersaudara dari keluarga Reeve.

Keluarga Reeve hidup di sebuah rumah sederhana di Long Island tepatnya di Nassau County. Ayah Katherine bekerja sebagai mekanik di sebuah bengkel sementara ibunya menjadi pelayan restoran di suatu restoran cepat saji yang terletak tidak jauh dari rumah mereka.

Gaji sedikit dengan enam orang anak dan hidup di kota besar, adalah hal yang cukup menyulitkan bagi suami isteri Reeve. Untuk itu, mereka menyarankan pada anak anak mereka bila mereka ingin uang jajan tambahan, mereka bisa bekerja di waktu luang mereka.

Itulah awal mula kenapa Katherine jadi pekerja keras seperti sekarang. Sejak Elementary School,  Katherine sering jualan orange juice di taman bermain dekat rumahnya.



Jeruk jeruk itu Katherine ambil dari kebun jeruk keluarga McGregor, salah satu keluarga terkaya di wilayah di mana Katherine tinggal.

Katherine diperbolehkan mengambil jeruk yang sudah jatuh dari pohon oleh keluarga itu, asal jangan memetik jeruk yang masih segar karena mau di jual ke supermarket supermarket yang jadi partner bisnis keluarga McGregor. Katherine bisa masuk ke perkebunan jeruk keluarga MacGregor karena neneknya bekerja di sana sebagai salah satu pelayan.

Dari hasil keuntungannya menjual orange juice tiap akhir pekan atau hari libur lainnya, Katherine lalu menabung uangnya. Uang itu Katherine belikan kebutuhan dirinya seperti baju, sepatu, peralatan sekolah dan lain lain. Jadi sejak kecil Katherine sudah mandiri.

Katherine punya dua orang kakak; satu kakak laki laki; Adam, dan satu kakak perempuan; Camilla. Serta tiga orang adik yang semuanya perempuan.

Berbeda dengan Katherine, Adam dan Camilla termasuk orang orang yang malas, mereka hanya suka menghabiskan uang yang diberikan orangtua mereka tanpa berusaha untuk mencari uang sendiri.

Memasuki high school, ayah Katherine, diberi kepercayaan untuk menjadi wali bagi sepupu Katherine, Chayenne.

Chayenne usianya sama dengan Katherine. Chayene adalah anak tunggal dari Susan, kakak perempuan ayah Katherine. Susan menikah dengan pria kaya raya, dan mereka hanya punya anak tunggal yaitu Chayenne.

Ayah Katherine menjadi wali Chayenne karena orangtua Chayenne meninggal dunia karena kecelakaan.

Sejak menjadi wali asuh untuk Chayenne, keluarga Reeve akhirnya pindah ke rumah Chayenne yang besar.

Dari situlah, Katherine mulai merasa kehilangan kasih sayang orangtuanya, karena ayah dan ibunya sangat memanjakan Chayenne, mengingat kekayaan Chayenne yang banyak, yang notabene membuat kehidupan keluarga Revee menjadi sangat terjamin.

Namun karena hal itu pula, Chayenne jadi banyak tingkah. Ada saja ulah Chayenne yang membuat Katherine marah atau jengkel.

Puncaknya adalah ketika Katherine punya pacar di sekolahnya yang bernama Jack. Chayenne menggoda Jack terang terangan. Dan ketika percekcokan diantara Katherine dan Chayenne terjadi, ayah dan ibu Katherine bukannya membela Katherine tapi malah membela Chayenne. Mereka malah menyuruh Katherine mengalah untuk Chayenne.  

Chayenne dan Jack bukan saja berpacaran, tapi langsung bertunangan, karena Chayenne sangat mencintai Jack. Sementara Jack dijanjikan ayah Katherine suatu jabatan penting di perusahaan Chayenne bila kelak menikah dengan Chayenne.

Katherinepun pergi dari rumah Chayenne ketika high school nya selesai. Ia pergi karena marah pada orangtuanya, karena merasa sudah diperlakukan tidak adil.

Keluar dari rumah Chayenne Katherine tinggal lagi di rumah orangtua mereka yang kecil, yang mereka tinggalkan saat mereka semua pindah ke rumah Chayenne, tapi kakak laki laki Katherine juga ikut ikutan keluar dari rumah Chayenne dan tinggal di rumah mereka dulu. 

Pada mulanya Katherine betah tinggal dengan Adam, tapi lama lama ia mulai terganggu ketika Adam sering mengundang teman teman prianya ke rumah mereka. Mereka rata rata bersikap sopan pada Katherine, hanya saja Katherine tak tahan kalau mereka sudah menyetel musik dengan suara keras sehingga istirahatnya jadi sering terganggu.  

Akhirnya Katherine mancari kos sendiri. Ia membiayai kos yang ditinggalinya dengan bekerja serabutan. Apa saja Katherine lakukan; jadi babbysitter, jadi pelayan toko, kurir makanan, pelayan restoran, dan yang lainnya. Terakhir, Katherine bekerja di sebuah toko buku sebelum akhirnya bertemu dengan sahabatnya, Brooke, yang pergi meninggalkannya saat mereka duduk di Junior high school. Brooke saat itu harus ikut ibunya ke London karena ibunya menikah lagi dengan orang Inggris. Ayah kandung Brooke sudah meninggal ketika Brooke masih kecil.

Melihat Katherine bekerja sebagai kasir di sebuah toko buku kecil Brooke akhirnya menawari Katherine untuk ikut dengannya ke London. Dia akan minta ayah tirinya untuk menawari Katherine pekerjaan. Katherine girang bukan main, ia lalu mengurus passport dan segala sesuatu yang diperlukan dan ikut Brooke ke London.

Di London, Katherine menyangka bahwa ayah tiri Brooke orang biasa saja dengan kehidupan biasa, tapi ayah tiri Brooke ternyata seorang bangsawan dan tinggal di sebuah mansion yang megah. Ayah tiri Brooke punya satu anak perempuan dari isterinya yang sudah meninggal yang bernama Angela. Angela sudah menikah dan memiliki dua anak laki laki yang lucu, dan tidak tinggal lagi di mansion keluarganya yang besar sehingga di mansion itu hanya ada Brooke, ayah tiri Brooke; Daniel Williams, ibu Brooke, - Katherine memanggilnya bibi Alice – Katherine dan belasan pelayan, supir, tukang kebun dan yang lainnya.

Katherine bukan saja diterima dengan tangan terbuka di keluarga Williams tapi ayah tiri Brooke memaksa Katherine kuliah di tempat Brooke kuliah dan membiayai semua biaya kuliah Katherine. Katherinepun menerima tawaran itu dengan senang hati. Tapi berbeda dengan Brooke yang kuliah di bidang art design Katherine mengambil jurusan manajemen Administrasi.

Katherine kuliah sambil bekerja. Pagi ia bekerja  bekerja di perusahaan property milik keluarga Williams sebagai sekretaris eksekutif Daniel Williams dan malam ia kuliah, sementara Brooke bekerja di bidang periklanan karena tidak tertarik bekerja di perusahaan milik ayah tirinya.

Katherine kemudian menjadi kepercayaan Mr Williams. Tamu tamu penting yang ingin bertemu Mr. Williams harus diseleksi terlebih dulu oleh Katherine.

Katherine menjadi orang yang sangat disegani dan dihormati oleh para karyawan di perusahaan tersebut.

Gaji Katherine sama besarnya dengan gaji para direktur di perusahaan tersebut. Walau para direktur di perusahaan itu merasa tidak suka dengan hal itu karena merasa bosnya bertindak tidak adil, tapi mereka tak bisa protes pada bos mereka. 

Katherine menabung gaji besarnya dengan baik. Ia tidak harus keluar uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena sehari hari ia tinggal di mansion keluarga Williams sehingga semua keperluannya terjamin. Setiap pulang dan pergi bekerja Katherine selalu naik limousine bareng ayah tiri Brooke.

Katherine bekerja di sana kurang lebih tiga tahun. Pekerjaaannya sangat baik. Ia disukai oleh setiap orang.

Tapi kejadian yang hampir sama dengannya di Long Island dulu menerpa diri Katherine lagi.

Katherine punya kekasih, namanya Brian. Brian adalah rekan bisnis ayah tiri Brooke. Katherina dan Brian bertemu di tempat Katherine bekerja. Mereka baru berkencan selama beberapa bulan saat akhirnya Katherine memperkenalkan Brooke pada Brian di suatu acara karena secara tak sengaja mereka bertemu di acara tersebut.

Seperti mengalami de ja vu, Brooke ternyata merebut Brian dari Katherine seperti Chayenne merebut Jack dulu. Dan sama dengan Chayenne dan Jack dulu, Brian dan Brooke pun bertunangan.

Katherine akhirnya pergi dari mansion keluarga Williams dan kembali ke negaranya. Tapi ia tidak pulang ke rumah orangtuanya, melainkan menginap di sebuah penginapan kecil yang terletak di sebuah bukit milik suami isteri Jones: Mila Jones dan Rich Jones.




Rumah asri keluarga Jones sangat besar dan indah, dikelilingi kebun bunga di sekelilingnya. Ada kolam renang dan Jacuzzi segala.

Sejak Katherine meninggalkan keluarganya, Katherine jarang mengunjungi ayah dan ibunya, kecuali pada saat thankgiving, Katherine menyempatkan diri untuk datang, selebihnya, dia sibuk bekerja.

Ayah dan ibunya kini sudah tinggal sendiri di sebuah rumah yang cukup nyaman dan asri di pinggir sebuah danau. Ayah Katherine tidak harus bertanggung jawab pada diri Chayenne lagi karena Chayenne sudah menikah dengan Jack.

Kakak laki laki Katherine, Adam, mengelola usaha bengkel sendiri, dan tetap tinggal di rumah kecil mereka dulu, ia sudah menikah dan memiliki satu anak.

Camilla juga sudah menikah dan tinggal di California.  Tapi belum memiliki anak. Dua adik perempuan Katherine Amanda dan Cheryl masing masing kuliah di New York dan Boston. Mereka tinggal di asrama tempat mereka kuliah. Adik Katherine yang paling kecil Candy, masih tinggal bersama orangtua mereka. Candy sekarang duduk di tingkat akhir high school.

Di rumah penginapan Jones yang asri Katherine akhirnya menenangkan diri. Dia belum mau melakukan apa apa karena memang tidak tahu  harus melakukan apa. Ia trauma dengan semuanya. Ia merasa jalan hidupnya begitu tragis. Karena orang orang yang dekat dengannya tega mengkhianatinya. Mungkin Chayenne dulu memang tidak terlalu akrab dengannya. Tapi Brooke?

Tapi Katherine kemudian mencoba untuk bisa memaafkan Brooke, karena tanpa Brooke ia tak mungkin bisa kuliah di tempat mahal dan punya tabungan yang sangat banyak seperti sekarang. Tabungan yang Katherine punya adalah hasil dari Katherine bekerja selama tiga tahun di Williams property.

Katherine bahkan tidak harus bekerja selama lima tahun kedepan kalau Katherine mau karena uangnya cukup untuk membiayai kehidupan Katherine sehari hari. Keliling dunia pun Katherine bisa kalau Katherine mau. Tapi itu belum mau Katherine lakukan. Katherine berencana untuk membuka semacam restoran karena ia hobi memasak. Tapi jenis makanan yang akan ia jual yang masih dipikirkan Katherine.



Katherine menyewa kamar yang ditempatinya di penginapan Jones untuk jangka waktu sebulan. Setelah itu Katherine mau melihat situasi apa ia perlu menyewa atau membeli apartemen atau tidak.

Kamar Katherina ada di lantai atas. Ada perapian di kamar itu sehingga saat hujan turun Katherine bisa menghangatkan diri di depan perapian tersebut sambil menikmati camilan yang banyak.

Katherine hobi sekali makan. Ia merasa perutnya lapar terus sehingga ia sering ngemil. Salah satu makanan favorit Katherine di penginapan Jones adalah croissant keju campur jagung manis yang sangat renyah dan lezat.


cheese croissant


Katherine tak pernah bosan memakan itu. Ia pikir Mila Jones atau kokinya yang bikin makanan itu sehingga Katherine ingin belajar bagaimana cara membuatnya, tapi ternyata makanan itu dikirimkan oleh sebuah toko roti home industri yang terletak di bawah bukit. Toko roti itu mengirimkan roti roti yang dipesan penginapan Jones setiap hari, fresh from the oven.

Katherinepun minta alamat toko roti tersebut dan pergi ke sana dengan bersepeda. Sepedanya adalah sepeda Alicia Jones, puteri dari Mila Jones yang seumuran Katherine yang Katherine pinjam.

Di toko kue itu Katherine lalu berkenalan dengan  Mrs. Green, yang membuat dan memproduksi croissant kesukaan Katherine. Katherine lalu membujuk Mrs. Green untuk mengajarinya bikin croissant favoritnya.

Pada mulanya Mrs. Green tidak setuju, tapi melihat keteguhan Katherine yang tiap hari bolak balik ke toko kuenya dengan naik sepeda, Mrs. Green pun akhirnya mau mengajari Katherine. Hingga akhirnya Katherine membantu Mrs. Green bukan hanya bikin Croissant tapi juga bikin roti dan kue lainnya.

Katherine bahkan akhirnya beli sepeda sendiri saking tiap hari bolak balik ke toko Mrs. Green. Katherine takut sepeda Alicia rusak karena tiap hari dipakai untuk naik turun bukit.


Mrs. Green merasa senang dibantu Katherine seperti itu. Ia punya lima orang karyawan yang membantunya, tapi karena pesanan kuenya bertambah tiap hari, maka kehadiran Katherine benar benar meringankan pekerjaannya.

Dan ketika akhir bulan ia memberi Katherine cek seperti ia memberi karyawannya yang lain cek, Katherine hanya bisa bengong. Ia tulus membantu Mrs. Green tanpa minta dibayar. Katherine pun menolak cek yang disodorkan Mrs. Green padanya tapi Mrs. Green memaksa Katherine untuk menerimanya, akhirnya Katherine menerimanya juga.

Suatu hari, ada seorang wanita cantik separuh baya datang ke toko kue Mrs. Green. Ia memborong beberapa croissant, long bread, cheese cake, banana cake marmer dan yang lainnya. 



“Untuk apa beli kue sebanyak ini nyonya,” tanya Tammy, kasir Mrs. Green.

“Oh, untuk persediaanku.” Nyonya itu tertawa. “Aku mau menginap di penginapan Jones di atas sana. Dan karena sekarang musim hujan, pasti cuacanya dingin dan pasti akan terasa lapar melulu.”

“Wah, asik sekali. Aku selalu suka penginapan Jones. Tempatnya asri. Jacuzzinya enak loh nyonya, Anda bisa berendam sepuasnya disana. Tubuh Anda seperti dipijit pijit oleh air hangat.” Tammy tertawa.

“Ya, aku jadi tak sabar untuk melakukannya.”

“Anda di sini sedang liburan?” tanya Tammy lagi.

“Ya. Rumahku lagi direnovasi, jadi aku liburan dulu.”

“Rumah Anda di sekitar sini?”

“Tidak, rumahku di Sevilla.”

“Sevilla?” Tammy tampak bingung, “Perumahan yang ada di sebelah Timur danau sana?”

“Bukan, bukan disana,” wanita itu tertawa, “Tapi Sevilla, Andalusia, Spanyol.”

“Wah wow, pantes logat anda beda.” Tammy tertawa lagi, “maaf saya tidak tahu.”

“Tidak apa apa. Baiklah saya pergi sekarang. Apa jalannya ke penginapan masih jauh?”

“Ehm.. Anda tinggal mengikuti jalan itu saja. Kira kira dua kilometer dari sini ada pertigaan, Anda belok ke kanan.”

“Baik, nanti saya bilang supir saya.”

“Ya, tapi nyonya, sebentar, teman saya Katherine juga menginap di sana. Biar saya panggilkan Katherine untuk memberi tahu arah jalan pada Anda.”




Katherine tak pernah menyangka perkenalannya dengan Laurie Ortega akan membawanya ke sebuah perkebunan cantik bernama de cortijo, Katherine bahkan tinggal lebih lama di Seville daripada di London dulu saking betahnya. Di London Katherine tinggal selama tiga tahun, sementara di Seville Katherine sudah tinggal selama empat tahun lebih. Ia kini bahkan sudah fasih berbahasa Spanyol.

Sejak menunjukkan jalan pada Laurie Ortega di perbukitan di sekitar penginapan Jones dulu, Laurie Ortega ternyata akhirnya terus terusan minta diantar Katherine ke sana kemari. Ia bahkan bersedia membayar Katherine asal Katherine mau menjadi asisten pribadinya selama Laurie liburan di sana. Katherinepun jadi guide dadakan Laurie Ortega. Mereka sering makan malam di luar, berbelanja ini itu, jalan jalan ke tempat tempat cantik untuk foto foto dan kegiatan lainnya.

Bahkan di saat hujan deras dan mereka tidak mau pergi kemana mana karena cuaca yang dingin, Laurie Ortega masih minta ditemani Katherine untuk ngobrol dan bercerita.

“Jadi kau belum tahu mau melakukan apa?” tanya Laurie saat ia bertanya apa yang sesungguhnya Katherina lakukan di penginapan keluarga Jones.

“Aku sudah yakin mau buka toko roti seperti Mrs. Green,” seru Katherine antusias, “aku sudah belajar bikin croissant, roti gandum tawar, pizza, aneka bolu lezat. Ah.. toko kueku nanti mudah mudahan selaris toko kue Mrs. Green.”

“Mudah-mudahan. Tapi kau belum belajar membuat tortas de aceite.”

“Apa itu?” tanya Katherine heran.

“Roti manis khas hometown-ku.”

“Roti manis?”

“Iya, rotinya berbentuk pipih. Rasanya manis dan crunchy, sangat renyah. Bahannya dari tepung terigu, gula, air, minyak zaitun, biji anis dan biji wijen. Nah itu rasa originalnya, rasa tambahannya ada rasa jeruk, rosemary, kayu manis dan gula.”

“Wah sepertinya enak sekali.”
tortas de aceite


“Memang. Dan koki keponakanku di de cortijo pintar sekali bikin tortas de aceite. Kau bisa belajar padanya.”

"de Cortijo?" Katherine heran.

"Iya, semacam rumah pertanian. Nama tempatnya disebut de cartijo, Gerda, kepala koki yang bekerja di de Cortijo pintar bikin tortas de aceite. Kau harus belajar darinya."

“Ini menarik sebenarnya, tapi.."

“Tidak ada tapi. Ketika liburanku berakhir di sini, kau juga harus ikut aku  ke Seville.”

"Tapi.. " Katherine tampak bingung, "aku mau buka toko roti sendiri seperti Mrs. Green."

"Iya, setelah belajar membuat tortas de aceite kau bisa membuka toko rotimu sendiri. Tortas de aceite termasuk makanan khas loh. Resepnya turun menurun. Cerita di balik makanan ini juga menarik. Dulu, lebih dari 100 tahun lalu ada seorang wanita yang bernama Ines Rosales. Ia berasal dari kota kecil Castilleja de la Cuesta di region Sevilla. Nah, Ines mulai membuat dan menjual camilan tortas de aceite di stasiun  kereta api. Kegiatan tersebut dilakukan pada tahun 1910an. Resep tortas de aceite diperoleh Ines dari keluarganya secara turun temurun. Roti tipis ini kemudian menjadi sangat terkenal di Sevilla. Sepeninggal Ines, bisnisnya tetap menjadi bisnis keluarga hingga anak laki lakinya menjual perusahaan itu di tahun 1982. Pemilik baru bisnis Ines tetap mempertahankan brand Ines Rosales dan resep tradisional tortas de aceite. Hingga saat ini pabrik Ines Rosales mampu menjual 12 juta paket sweet olive oil tortas atau tortas de aceite ke seluruh dunia." Laurie Ortega kemudian tersenyum, "tapi yang namanya Grida persis sepertimu, dia selalu ingin membuat sesuatu. Ia mencoba coba bikin tortas de aceite  sendiri dan ternyata buatannya enak."

"Sepertinya menarik. Baiklah Nyonya, aku akan ikut Anda ke Seville."




Di awal awal kedatangan Katherine di Hualve, Andalusia, Katherine banyak belajar membuat tortas de aceite di de cortijo pada Ny. Grida, kepala koki di sana.



Ny. Grida orangnya ramah dan suka sekali ngobrol. Apa saja ia obrolkan. Berbincang bincang dengan Ny. Grida, Katherine merasa nyaman. Ia merasa punya seorang ibu yang baik dan memperhatikan dirinya, karena ibu Katherine dulu tidak begitu padanya. Ibu Katherine tidak terlalu memperhatikan Katherine, ia lebih memperhatikan Chayenne dan ketiga adik perempuannya daripada Katherine. Katherine dibiarkan tumbuh sendiri tanpa perhatian yang cukup dari kedua orangtuanya karena ayahnya juga saat itu sibuk bekerja meng-handle perusahaan yang ditinggalkan ayah Chayenne.

Ny. Grida usianya seumuran dengan usia ibu Katherine. Ia punya dua orang anak laki laki yang juga seumuran Katherine, nama anak anaknya Ramos dan Ramirez.

Suami Ny. Grida, Eduardo Perez adalah orang yang bertanggung jawab atas kuda kuda Mr. Guilarmo di de Cortijo. Kedua anaknya juga bekerja di de Cortijo. Mereka sekeluarga tinggal beberapa kilometer dari de Cartijo, jadi nyonya Grida pulang pergi ke de Cortijo tidak menginap. Ia menginap bila banyak tamu di de Cortijo. Kalau menginap ia biasanya akan tidur di salah satu kamar pelayan yang berjejer di belakang rumah utama de Cortijo yang terdiri dari tiga lantai.

Di awal awal kedatangannya, Katherine di tempatkan sendiri di sebuah kamar. Saat itu oleh nyonya Laurie Katherine diperbolehkan memilih kamarnya sendiri. Dan kamar itulah yang jadi kamar Favorite Katherine hingga sekarang.

Katherine tinggal selama satu bulan di de Cortijo bersama nyonya Laurie karena rumah nyonya Laurie masih direnovasi. Katherine pernah bertemu dan berkenalan dengan suami nyonya Laurie, Paul Ortega. Ia sangat ramah dan baik pada Katherine. Mr. Ortega hanya sesekali datang ke de Cortijo menemui isterinya, karena ia lebih sibuk menjalankan bisnis bunga segar La Amaryllis. Tadinya nyonya Laurie juga bekerja di usaha bunga yang dirintisnya itu, tapi nyonya Laurie memutuskan untuk berhenti kerja dan menyerahkan pengelolaan bisnisnya pada suaminya.

Bisnis bunga nyonya Laurie terbilang maju dan sukses. Setiap hari ada saja pesanan yang datang. Rata rata yang pesan adalah rekan bisnis keluarga Guilarmo serta sahabat dan kenalan nyonya Laurie sendiri.

Katherine hanya sempat bertemu sekali dengan Pamela, anak Nyonya Laurie. Penampilan Pamela jauh dari perkiraan Katherine karena yang Katherine bayangkan Pamela orangnya manis, cantik, lembut. Tapi ternyata ia bertato dengan model rambut sangat pendek. Pamela sangat berbeda dengan ibunya, kalau ibunya sangat ramah pada Katherine, Pamela sangat tidak ramah.

Ia berkenalan sekedarnya dengan Katherine lalu tak memperdulikan Katherine lagi.

Setelah sebulan tinggal di de Cortijo, akhirnya Katherine pamit pulang. Selama Katherine tinggal di de Cortijo, menurut Ny. Grida, tuannya yaitu Mr. Guilarmo sedang ada bisnis di London sehingga ia bolak balik ke sana sehingga Katherine tidak berkesempatan bertemu dengannya atau berkenalan dengannya.

Setelah dari de Cortijo, Katherine bertekad akan membuka toko roti dan kue seperti kepunyaan Mrs. Green.

Katherinepun akhirnya pulang ke rumah orangtuanya. Itu pertama kalinya Katherine datang ke rumah orangtunya di rumah mereka yang baru di pinggir danau.

Rumahnya cukup besar dan nyaman. Ayah Katherine masih bekerja di perusahaan Chayenne yang sudah diambil alih kepemimpinannya oleh Jack, suami Chayenne, sementara ibunya tidak bekerja lagi.

Ayah Katherine mendesain sendiri rumahnya. Rumah itu terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama ada ruang tamu, ruang tivi, meja makan besar yang cukup menampung semua keluarga Reeve, dapur yang luas, garasi yang luas dan kolam renang di belakang rumah.





Di dekat kolam renang diletakkan beberapa kursi kayu panjang yang atasnya ditutupi payung besar. Keluarga Reeve biasanya mengadakan acara barbeque di sana.

Semua kamar tidur ada di lantai dua. Mr. Reeve membangun kurang lebih sepuluh kamar tidur. Satu kamar untuk suami isteri Reeve, enam kamar untuk anak anak mereka dan tiga kamar untuk kamar tamu. Di lantai tiga, selain ada gudang yang besar, juga ada balkon yang cukup luas. Di balkon itu ditaruh sofa sofa empuk untuk beristirahat ditutupi oleh kanopi yang besar. Mrs. Reeve menanam beraneka macam bunga berwarna warni di sana. Tanaman hias Mrs. Reeve ditanam di pot atau pot gantung.

Pertama kali Katherine datang, ibunya langsung memeluk Katherine sambil menangis. Ia benar benar merindukan Katherine. Ia hanya bisa berjumpa dengan anaknya setahun sekali karena Katherine menemuinya hanya setahun sekali.

Kali ini, ia berharap Katherine pulang untuk waktu yang lama dan betah tinggal di kamar barunya.

Ia lalu menunjukkan kamar Katherine yang cukup luas.

“Ini akan menjadi kamarmu sampai kapanpun. Kelak kalau kau sudah menikah, kau boleh membawa suami dan anak anakmu menginap di sini jika kau sedang pulang.”

Katherine hanya tersenyum dan mengangguk. Ia sekarang lebih banyak diam. Tidak seperti dulu yang cerewet.

“Adam juga kalau datang ke sini tidur di kamarnya dengan isteri dan anaknya.”

“Eric sudah punya adik?” tanya Katherie tentang keponakan laki lakinya yang tampan.

“Belum. Dia tambah besar. Dia jago berenang sekarang.”

Diawal awal kepulangannya ke rumah orangtuanya Katherine lebih banyak diam di kamar. Tapi kalau cuaca sedang cerah ia senang menghabiskan waktu di balkon rumahnya di lantai tiga.

Disana ia menyusun rencana untuk mulai menjalankan bisnis toko kue dan roti seperti yang dia inginkan. Laptopnya selalu terbuka dan Katherine selalu asik mengetik sesuatu di laptopnya. Katherine sibuk mengkalkulasi biaya biaya yang harus dikeluarkan. Dari mulai menyewa gedung, menyiapkan gaji karyawan, modal awal untuk berbelanja perlengkapan memasak, modal awal untuk belanja bahan bahan kue, dan lain lain.

Tapi pertama tama aku harus mencari lokasi yang tepat dan strategis dulu. Renung Katherine.

Ibunya sering menemani Katherine mengetik tanpa banyak tanya. Ia sering membuatkan Katherine minuman cokelat panas, sementara Mrs. Grayson sering menyediakan camilan untuk Katherine.

Mrs. Grayson adalah asisten rumah tangga ibu Katherine. Ia membantu ibu Katherine membereskan dan membersihkan rumah serta memasak, tapi ia tidak tinggal di rumah keluarga Reeve. Kalau malam ia pulang ke rumahnya sendiri.

Baru tiga minggu Katherine berada di rumahnya, Ny. Laurie tiba tiba meneleponnya.

“Aku merindukanmu Sayang,” ujar Ny. Laurie. “Aku rindu ngobrol denganmu.”

“Kalau rindu, aunty  bisa telepon aku seperti sekarang,” Katherine tertawa. Seperti permintaan Laurie ketika Katherine mau pulang dulu, Ny. Laurie meminta Katherine menganggapnya keluarga dan memanggilnya aunty.

“Tidak, ini berbeda. Berbicara di telepon sambil berbicara berhadap hadapan pasti berbeda. Aku perlu teman ngobrol Katherine, sungguh.”

“Puteri aunty, Pamela, dia kan bisa ngobrol dengan Aunty.”

“Ah, dia selalu sibuk dengan teman temannya. Dia hampir tidak punya waktu untukku.”

“Kenapa dulu aunty  tidak memberi Pamela adik? Sehingga ada banyak anak yang bisa menemani aunty.”

“Huh, kau pikir aku tidak berusaha!” Ny. Laurie tertawa. “Tapi ya karena dikasihnya cuma satu oleh Tuhan, ya aku syukuri saja.”

“Iya sih,” gumam Katherine.

“Sayang, kau bekerja di de Amaryllis saja ya? Kau tidak perlu khawatir tentang penginapan. Ada rumah khusus untuk para karyawan untuk menginap di sana. Rumah itu disediakan untuk karyawan yang rumahnya jauh atau yang rumahnya di luar kota.”

Aunty aku kan mau buka toko roti dan kue seperti Mrs. Green.”

“Ah, nanti saja, itu gampang. Nanti saja. Ayolah sayang, nanti kalau akhir pekan kita bisa belanja bareng, masak bareng.”

Aunty aku tidak bisa.. aku..”

“Kau belum melihat lihat tempat tempat indah di Spanyol kan? Aku akan mengajakmu jalan jalan dengan diantar supirku.”

Satu satunya tempat disana yang aku sukai hanya de Cortijo. Ujar Katherine dalam hati.

“Mungkin lain waktu Aunty. Aku juga sekarang baru pulang ke rumah orangtuaku. Mereka berharap aku tinggal lama di sini dan..”

“Aku akan memberimu gaji besar Katherine.”

“Uang bukan masalah. Aku punya cukup uang Aunty. Itulah kenapa aku ingin membuka toko roti dan kue ini. Aku sedang mengkalkulasi biayanya. Aku punya modal untuk usaha ini.”

“Aku akan memberimu gaji dua kali lipat.”

Aunty.”

“Tiga kali lipat Katherine. Tapi kau jangan bilang pada teman-teman di sini gajimu segitu. Itu menjadi rahasia kita berdua.”

Aunty.”

“Segeralah packing sayang. Aku nanti akan menjemputmu di bandara.”

 

Mrs. Reeve menangis terisak isak ketika melihat Katherine membereskan baju bajunya ke dalam koper. Ia menangis histeris saat  Katherine bilang baru menerima pekerjaan dan akan bekerja di Spanyol dan entah kapan bisa pulang lagi ke rumah.

“Kukira rumah ini sudah cukup nyaman untukmu. Kau tahu, aku dan ayahmu cukup sulit mencari lokasi yang cocok. Lalu kami jatuh cinta pada tempat ini dan..”

“Masalahnya bukan dirumah ibu,” Katherine menghentikan gerakannya dan menatap ibunya bingung.

“Lalu masalahnya dimana?”

Ya, masalahnya dimana? Pikir Katherine lagi. Ia sudah punya cukup uang sehingga tidak harus bekerja lagi. Apalagi bekerja di negeri orang. Dia bisa membuka usaha di sini seperti yang ia inginkan. Dan dia yakin dia akan sangat senang menjalankan usaha itu.

“Kau masih membenci ibu kan? Kau masih membenci ibu karena dulu membela kepentingan Chayenne?”

“Tidak ibu, tidak seperti itu.”

“Demi Tuhan Katherine. Ibu sudah meminta maaf. Jangan membenci ibu terus terusan seperti ini.”

“Tidak, aku tidak membenci ibu, aku juga sudah memaafkan ibu.”

“Tapi kenapa kau pergi lagi?”

“Aku tidak tahu, aku merasa... aku merasa harus pergi. Aku janji akan sering mengunjungi ibu. Atau ibu yang berkunjung ke tempatku. Mau? Ya ibu dan ayah perlu jalan jalan dan liburan sekali kali. Aku akan menunggu kalian di sana kalau kalian pergi ke sana.”

“Terserah kau saja.”






La Amaryllis adalah sebuah bukit yang cantik yang dikelilingi kebun bunga. Bunga bunga segar yang dijual La Amaryllis dalam bentuk rangkaian bunga, dipetik langsung dari kebun bunga perusahaan.

Letak kebun bunga itu ada di sekitar perbukitan Villa keluarga Ortega. Terbentang luas dari sisi Timur ke sisi Barat. Ada berbagai macam bunga di sana, ada bunga tulip, bunga matahari, bunga ros, bunga bougenville, bunga lavender dan tentunya bunga Amaryllis. Beberapa bunga tumbuh dan berkembang di rumah kaca, beberapa diantaranya lagi ditanam di alam terbuka. Penanaman bunga bunga itu disesuaikan dengan suhu dimana bunga bunga itu biasa tumbuh.



Katherine betah kerja di La Amaryllis. Seperti yang dijanjikan oleh Nyonya Laurie, gajinya tiga kali lipat lebih besar dari teman temannya. Gaji itu langsung Katherine terima di rekening bank pribadinya dan menjadi rahasia antara Kathrine dan Nyonya Laurie. Teman teman kerja Katherine tak pernah tahu tentang hal ini.

Seperti di London dulu Katherine tidak harus keluar banyak uang karena ia tidak harus menyewa penginapan atau apartemen karena tempat tinggal sudah disediakan. Makan siang juga sudah disediakan perusahaan sehingga Katherine dan teman teman hanya harus mengeluarkan uang untuk sarapan dan makan malam.

Karena rumah tempat tinggal mereka bentuknya seperti rumah biasa yang terdiri dari sepuluh kamar dengan satu dapur, satu ruang makan dan satu ruang tamu dan kamar mandi sendiri sendiri di kamar mereka, maka biasanya mereka patungan menyediakan bahan baku makanan untuk sarapan dan makan malam mereka. Kulkas di dapur mereka selalu terisi penuh dengan buah buahan, susu, aneka minuman dan sayuran segar. Katherine yang terbiasa memasak untuk mereka, baik sarapan maupun makan malam. Tidak ada yang menyuruh Katherine melakukan itu, ia melakukannya karena suka melakukannya dan karena keinginannya sendiri, dan teman temannya sangat berterimakasih untuk hal itu.

Biaya yang Katherine keluarkan selama tinggal di La Amaryllis selain untuk keperluan makan tadi biasanya untuk keperluan sehari hari seperti keperluan beli perlengkapan mandi dan kosmetik. Untuk baju Katherine termasuk jarang berbelanja baju karena baju karyawan bentuknya seragam dan sudah disediakan oleh perusahaan. Bentuk seragamnya sederhana, hanya jeans, kaos dan sepatu kets. Sehingga sangat nyaman jika digunakan sehari hari untuk bekerja. Hanya di bagian marketing yang mengenakan baju resmi karena mereka harus keluar perusahaan untuk bertemu dengan para client untuk memasarkan produk bunga mereka. Client client tersebut biasanya adalah para Wedding Organizer atau Event Organizer. La Amaryllis banyak melakukan kerjasama dengan mereka dengan menyediakan bunga bunga yang mereka minta.

Dengan sedikitnya pengeluaran Katherine selama bekerja di La Amaryllis, maka otomatis Katherine bisa menabung uangnya lagi seperti saat ia bekerja di Williams Property dulu, sehingga dengan otomatis juga tabungan Katherine jadi tambah banyak.

Katherine kadang tak mengerti dengan jalan hidupnya. Untuk urusan percintaan ia kurang berhasil, tapi untuk urusan karir ia terbilang cukup berhasil. Tapi semua itu Katherine nikmati dan syukuri. Katherine masih belum mau berkencan dengan siapapun lagi. Ia masih trauma dengan kejadian yang menimpa dirinya.

Ia sudah berhasil melupakan Jack. Ia juga sudah berhasil melupakan Brian. Dan tidak mencintai mereka lagi. Tapi Katherine merasa ia tak akan bisa menghandle semuanya lagi kalau ia harus mengalami kejadian yang sama untuk yang ketiga kalinya. Itulah kenapa ia bersikap sangat hati hati jika berurusan dengan perasaan. Dan jika berurusan dengan para pria. Padahal ada beberapa teman pria Katherine di tempat kerja yang mengajak Katherine hang out atau mengajak kencan secara langusng tapi Katherine selalu menolak tawaran mereka dengan halus.

Hanya karena dua pria brengsek seperti Jack dan Brian, maka Katherine cenderung takut pria lainnya seperti mereka; tidak setia dan materialistik. Jack dan Brian mengejar uang karena keduanya menikahi wanita kaya raya seperti Chayenne dan Broke.

Katherine sebenarnya sadar, tidak semua pria sama seperti Jack atau Brian, tapi tetap saja ia belum mau membuka hatinya lagi untuk siapapun.

Diawal kedatangan Katherine di rumah karyawan La Amaryllis, yang tinggal di rumah karyawan itu delapan orang dan kesemuanya karyawan wanita karena hanya karyawan wanita yang boleh menginap di sana. Tapi seiring berjalannya waktu, ketika mereka satu persatu ada yang menikah, jumlah karyawan wanita yang tinggal di sana tinggal empat orang; Katherine, Ursula,  Deborah dan Jane, karena karyawan yang sudah menikah juga tidak boleh tinggal di sana. Rumah itu disediakan bagi mereka yang masih lajang.

Ursula, Deborah dan Jane sangat baik dan menyenangkan. Tiap akhir pekan atau saat mereka libur mereka gantian mengajak Katherine main ke rumah mereka yang terletak di luar Seville, hanya Katherine yang tidak bisa mengajak mereka main ke rumahnya karena rumah Katherine berbeda benua alias sangat jauh.

Katherine punya kamar sendiri di rumah karyawan La Amaryllis. Rumah karyawan itu terletak beberapa kilometer dari kantor utama. Katherine dan teman teman yang menginap di rumah karyawan pulang pergi ke tempat kerja dengan menggunakan mobil perusahaan.

Sesekali mobil itu pula yang digunakan Katherine pergi ke De Cortijo. Katherine menyetir sendiri mobil perusahaan yang digunakannya. Kadang Katherine punya keinginan untuk beli mobil sendiri agar ia bisa bebas pergi ke tempat yang ia suka tanpa harus antri menggunakan mobil perusahaan, karena seperti dirinya, teman temannya yang lain juga suka menggunakan mobil itu untuk keperluan mereka.

Tapi niat Katherine untuk beli mobil tidak jadi dilaksanakan karena Katherine tidak tahu berapa lama ia akan kerja di La Amaryllis. Kelak kalau Katherine harus kembali ke negaranya, mobil itu masih harus ia jual dan ia malas melakukan itu. Akhirnya jika Katherine sedang tidak bisa mengendarai mobil perusahaan ke de Cartijo, ia ke sana biasanya naik bis atau kereta.

Diantara waktu luangnya yang lain Katherine sering menemani Nyonya Laurie berbelanja. Terkadang mereka berdua jalan jalan melihat lihat obyek wisata di Seville seperti museum, taman, pusat pusat kesenian dan obyek wisata lainnya. 

Tapi hanya Katherine yang sering diajak Nyonya Laurie jalan jalan, Nyonya Laurie tak pernah mengajak karyawan wanitanya yang lain jalan jalan. Katherine kadang merasa tak enak dengan hal itu, tapi teman temannya tidak ada yang iri dengan keakraban Katherine dengan Nyonya Laurie.

Waktu yang dihabiskan Nyona Laurie dengan Katherine malah lebih banyak dibandingkan waktu yang Nyonya Laurie habiskan dengan Pamela.

Walau Pamela tinggal bersama orangtuanya, tapi ia lebih sering pergi keliling dunia bersama teman temannya. Pamela tidak mau bekerja. Pekerjaannya hanya menghabiskan uang.



Suara kicau burung dan ringkikan kuda di kejauhan sudah menjadi suara yang khas yang biasa Katherine dengar di pagi hari di de Cartijo.

Katherine bangun dengan enggan. Ia malas memikirkan nanti sore harus pulang kembali ke La Amaryllis karena besok ia harus kerja seperti biasanya.

Rasanya ia masih ingin tinggal di de Cartijo memanen jeruk sampai jeruknya habis dipanen.

Ingat jeruk jeruk itu Katherine akhirnya bangun dari tempat tidur. Ia harus mandi dulu lalu sarapan dan pergi ke kebun untuk memetik jeruk.

Baru saja Katherine mau pergi ke kamar mandi, pintu kamarnya tiba tiba diketuk seseorang. Katherine segera membuka pintunya, dan Lupita masuk sambil membawakan sarapan untuk Katherine.

“Wah, kau baik sekali, aku kan bisa turun dan sarapan sendiri di dapur.”

“Itulah masalahnya," Lupita tersenyum, "dapur sedang ramai.”

“Ramai?”

“Iya. Miss Cassandra baru datang dengan teman temannya. Mereka sekarang lagi sarapan di dapur, ya aku khawatir kau nanti merasa tak enak saja kalau sarapan di dapur bersama mereka.”

“Kenapa sarapannya di dapur sih? Ya walau di sana ada meja makan panjang dari kayu dan kursi kayu yang panjang untuk sarapan yang bisa menampung orang banyak, tapi kan ruang makan lebih enak tempat duduknya, lebih empuk.”

“Entahlah, aku juga jadi merasa terganggu. Aku dan teman teman kan pagi pagi begini biasanya bergosip di sana.”

Katherine tertawa, “ya sudah nanti aku sarapan di kamar. Makasih ya Lupita sudah membawakan sarapan untukku.”

“Iya, sama sama.”


Katherine baru menuang air dingin ke dalam gelas dan baru mau minum ketika beberapa orang masuk ke dapur de Cartijo yang luas. Hari ini cuacanya cukup panas sehingga Katherine terus terusan merasa haus.

“Aku sudah cukup bahagia ketika mendengar kabar kau akan menikah lagi Cassie, tapi kemudian batal lagi, please deh.”

Katherine mengintip dari celah kulkas yang dibukanya siapa yang sedang ngobrol, ternyata Cassandra dan teman temannya.

“Yah mungkin aku dan Alex memang belum berjodoh. Tidak apa apa. Tidak masalah kok buatku.”

“Herannya lagi, Marvin sampai saat ini juga belum menikah lagi. Kenapa kau tidak rujuk saja dengannya lagi. Kau sebenarnya sangat cocok dengannya.”

“Apa?” teman teman Cassandra yang lain berteriak kaget.

“Samantha mau dikemanain. Kau ini aneh aneh saja idenya Pat.” Cassandra tertawa.

“Tidak aneh ah, kupikir ya siapa tahu kalian bisa bersama lagi. Siapa tahu.”

“Kalo bicara Marvin aku menyerah.” Ujar Cassandra lagi. “Ada satu hal yang kalian tidak ketahui. Marvin tak pernah mencintaiku.”

“Apa?!” teman temannya berteriak berbarengan.

“Tidak mencintaimu, tapi pernikahan kalian bertahan sampai delapan tahun?”

“Aku justru heran bisa bertahan selama itu.” Cassandra kembali tertawa. “Marvin menikahiku karena ingin punya pewaris, ia perlu seorang dua orang atau tiga orang ahli waris untuk melanjutkan kerajaan bisnis keluarga Guilarmo. Aku mau menikah dengannya karena aku jatuh cinta padanya. Aku sangat mencintainya. Saat itu kupikir cintaku yang besar untuknya cukup untuk kami berdua dalam mengarungi bahtera rumah tangga kami, tapi ternyata tidak cukup. Marvin sangat sulit kuraih. Hatinya, pikirannya, perasaannya. Saat dekat dengannya,  atau bahkan saat berada di pelukannya aku tetap merasa begitu jauh. Karena Marvin tidak pernah benar benar membiarkan aku masuk ke ke dalam hatinya secara utuh. Kalian tahu, semacam ada batasan gitu. Dan batas itu selalu membentang lebar diantara kami, tak bisa kudobrak atau apa. Dan ketika akhirnya aku merasa putus asa karena tidak tahu harus bagaimana lagi memperjuangkan cinta kami, akhirnya aku menyerah. Dan kami bercerai. Tapi menurutku memang itu yang terbaik. Kurasa, kami sekarang bahagia dengan kehidupan kami masing masing.”

Katherine cukup terkejut dengan pembicaraan Cassandra dan teman temannya dan tentang curahan hati Cassandra tentang diri Marvin. Katherine tidak bermaksud untuk menguping. Tapi perbincangan itu terjadi dengan sendirinya. Ia jadi bingung dengan apa yang harus dilakukannya, sehingga ia terus berdiri di depan kulkas tanpa ada seorangpun yang tahu ia di sana. Ia berharap ada orang lain yang masuk ke dapur sehingga Cassandra dan teman temannya bisa cepat cepat pergi dari dapur.

“Aku tetap tak percaya kalau Marvin tak mencintaimu. Masa sih Cassie, please deh.”

“Aku rasa dia berusaha untuk belajar mencintaiku. Dan terus berusaha. Tapi entahlah, sepertinya usahanya tak berhasil.”

“Mungkin usahanya kurang sungguh sungguh!” seru temannya diiringi derai tawa teman temannya yang lain.

“Mungkin, entahlah.” Gumam Cassandra lagi.

Sial. Katherine kebingungan. Kapan sih mereka pergi? Aku harus kembali ke kebun. Katherine pernah berkenalan dengan Cassandra beberapa tahun lalu. Saat perkenalan itu terjadi ia dan Mirella sedang naik kuda. Cassandra kemudian ikut berkuda dengan mereka. Tapi sebatas itu, selebihnya, mereka tidak terlalu akrab, hanya say hello kalau ketemu, lalu sibuk dengan urusan sendiri sendiri. Tidak pernah ngobrol akrab atau apa. Jadi sekarang, Katherine juga malas untuk say hello dengan Cassandra lagi atau sekedar berbasa basi.

“Tapi kupikir,” suara Cassandra terdengar lagi. “Marvin belum bertemu wanita yang tepat saja. Wanita yang benar benar memahami dirinya. Yang membuat dirinya atau hatinya merasa nyaman.”

“Jadi sama sepertimu, Cecil juga tidak membuat dirinya atau hatinya nyaman?”

“Oh ayolah Pat. Pernikahanku bahkan lebih lama dari Cecil. Kau tahu Cecil seperti apa. Dia sangat manja. Amat sangat manja. Dan apa ya, aku susah menggambarkannya. Aku bahkan dulu tak paham bagaimana Marvin bisa sampai menikahinya. Cecil bukan tipe Marvin sama sekali. Marvin suka wanita yang mandiri tidak seperti Cecil yang selalu menggantungkan hidupnya pada bantuan orang lain. Kau lihat sekarang berapa banyak personnal assistennya? Kau lihat berapa banyak bodyguard yang dia punya? Jumlah bodyguardnya bahkan ngalahin bodyguard Mirella dan Maddy. Dia pikir siapa yang akan menculik dia? Terus kalau dia diculik seseorang, Marvin mau nyediain uang tebusan gitu untuk membebaskannya?”

Teman teman Cassandra langsung tertawa, tapi tawa mereka terhenti ketika Nyonya Grida masuk ke dapur diiringi Lupita dan tiga pelayan lainnya.

“Maaf mengganggu Miss Cassandra, kami mau menyiapkan makan siang.” Ujar Nyonya Grida sopan.

“Ya, baiklah. Aku ke ruang depan sekarang. Dan tolong bawakan salad buah untukku.”

“Baik.”

Katherine langsung bernafas lega ketika dilihatnya Cassandra dan teman temannya berlalu dari dapur.

Sial. Tadi terlalu banyak yang aku dengar. Gerutu Katherine dalam hati. Ia sebenarnya tak pernah perduli dengan urusan orang lain dan tidak mau terlalu ikut campur. Tapi apa yang didengarnya membuat ia bertanya tanya kenapa hidup Marvin dan kisah cintanya serumit itu.


 




BAB DUA
RAMOS

Ramos memperhatikan kepergian Katherine dari atas kuda yang sedang dinaikinya dengan tatapan kecewa. Ia selalu kecewa kalau melihat Katherine keluar dari area de Cartijo. Ia selalu ingin Katherine berada disini. Karena ia bisa melihat wajah cantiknya atau senyum ramahnya setiap saat.

Katherine orangnya benar benar menyenangkan. Ia ramah dan sopan pada semua orang. Matanya selalu berbinar indah bila ia sedang menceritakan sesuatu yang menyenangkan.  Dan matanya akan terlihat sedih kalau ia bercerita tentang sesuatu yang tidak ia sukai. Mata Katherine sangat ekspresif. Ramos hampir tahu Katherine sedang sedih atau gembira hanya dengan memperhatikan tatapan matanya.

Katherine pergi dengan mengendarai mobil pick up milik perusahaan La Amaryllis.  Dan Ramos paling tidak suka kalau Katherine datang ke de Cortijo dengan mengendarai mobil sendiri seperti itu karena ia tak punya alasan untuk mengantar Katherine ke stasiun atau ke terminal bis kalau Katherine harus kembali ke La Amaryllis.

Bahkan suatu kali, ketika cuaca sedang tidak bersahabat, Ramos pernah mengantar Katherine pulang sampai ke rumah karyawan La Amaryllis di Seville. Saat itu Ramos benar benar khawatir Katherine kenapa kenapa di jalan padahal hari sudah malam. 

Sampai di rumah karyawan La Amaryllis Katherine langsung membuatkan minuman coklat panas untuknya dan sup makaroni panas sebagai ucapan terimakasih. 

hot chocolate drink


Dari situlah ia mulai jatuh cinta pada Katherine. Dan Ramos tak percaya perasaannya pada Katherine masih tetap sama seperti empat tahun lalu. 

“Ia tak akan pernah tahu perasaanmu kalau kau tidak mengungkapkannya,” Ramirez, adik Ramos tiba tiba sudah berada di samping Ramos. Kuda yang Ramirez naiki menjejeri kuda Ramos.  “Mau sampai kapan kalau kau terus memendam perasaan seperti ini,” ujar Ramirez lagi. “Harus ada akhir dari semua ini. Kau tahu, ibu dan ayah terus menuntut kita untuk segera menikah. Tidak penting diantara kita siapa duluan, yang penting kita berdua cepat cepat memberi mereka cucu. Dan aku mempersilahkan kau untuk menikah lebih dulu,” Ramirez tiba tiba tertawa. “Jadi, tunggu apalagi. Lamar Katherine sekarang juga, nyatakan perasaanmu dan ajak Katherine menikah.”

“Kau gila. Berkencan denganku saja Katherine belum tentu mau, ini menikah?” teriak Ramos kesal.

“Kau tak akan pernah tahu kalau kau tidak mencoba mengajak dia kencan. Ayolah Ramos, aku sangat mendukungmu. Aku juga ingin punya kakak ipar cantik seperti dia!”



 

Katherine memegang handphone-nya dengan perasaan bingung. Ramos baru mengajaknya pergi makan malam. Dan dia tidak mau pergi makan malam dengan Ramos karena kalau ia menerima, Ramos akan berharap banyak padanya, padahal Katherine tak mau itu terjadi. Tapi ia bingung cara menolak permintaan Ramos karena selama ini Ramos selalu baik dan memperhatikan dirinya.

Katherine tahu selama ini Ramos diam diam menyukainya. Dan Katherinepun menyukai Ramos, tapi hanya sebatas teman, tidak lebih dari itu.

“Katherine, aku menunggu jawabanmu. Makan seafood bareng di pinggir pantai dengan langit malam yang indah dan cerah yang ditaburi bintang bukan permintaan yang aneh kan?”

Katherine langsung memijit kepalanya yang tiba tiba terasa sakit, “Begini Mr. Perez.”

“Ramos, kau biasanya memanggil namaku saja. Ada apa denganmu?” Protes Ramos langsung. Ia tidak suka Katherine bersikap formil seperti itu padanya. Seperti ada batasan.

“Maap, begini Ramos. Aku mau pergi denganmu hanya sebagai teman, ok? Ma.. maksudku, kau tahu, kalau lebih dari itu aku tak bisa..”

“Kau punya pacar Katherine?”

Katherine diam. Ia ingin menghentikan harapan Mr. Perez pada dirinya dengan mengatakan iya, tapi Katherine tidak mau berbohong.

“Tidak.”

“Syukurlah.” Ramos langsung menarik nafas lega. “Jadi aku tak perlu khawatir kalau nanti ada seseorang yang menonjokku dengan tiba tiba.”

“Ramos, tapi..”

“Tidak masalah sebagai temanpun Katherine. Aku akan menjemputmu besok jam delapan malam. Ok?” Jadi supirmu, jadi bodyguardmu pun tak masalah buatku asal aku bisa bersamamu. Lanjut Ramos dalam hati.


 

Katherine makan dengan lahapnya. Ia sudah menghabiskan dua piring tigres, satu piring paella dan segelas cokelat hangat. Masih ada camilan olive tapenade yang belum ia habiskan.

Tigres adalah sekumpulan seafood yang dicacah dan dihaluskan, ditambah dengan bumbu-bumbu pilihan menjadi bahan bakunya. Cara masaknya dengan dipanggang bersamaan dengan keju parmesan.

tigres


Sementara olive tapenade adalah roti dengan olesan gilingan daging ikan segar dan potongan tomat diatasnya.

Olive tapenade

Katherine suka sekali makan dan ia selalu menikmati betul makanan apapun yang ada di hadapannya, seperti malam ini.

Ramos tersenyum lebar memperhatikan Katherine makan. Ia masih tak percaya Katherine sekarang berada di hadapannya walau sebagai teman.

Persetan dengan teman yang dimaksud Katherine. Ujar Ramos dalam hati. Yang penting malam ini aku bahagia bisa bersamanya.



Sejak awal Katherine merasa keputusannya menerima ajakan Ramos makan malam adalah salah. Katherine tahu akan ada dampak dari keputusannya itu, dan benar saja. Teman temannya di La Amaryllis mulai ribut memperbincangkan kencan Katherine dengan Ramos. Mereka mulai menggoda Katherine.

Dan julukan ‘si gunung es mulai cair pun’ disematkan teman teman Katherine pada diri Katherine. Menurut mereka Ramos tampan sekali, dan ia cocok sekali jadi pacar Katherine.

Oh tentu saja. Gerutu Katherine dalam hati. Jack juga tampan sekali. Dan Brian juga tampan sekali. Tapi lihat apa yang sudah diperbuat “mereka yang tampan sekali” itu padaku?

Sikap skeptis Katherine ternyata terus berlanjut. Dan Katherine tidak bisa dipaksa untuk menyukai Ramos lebih dari sekedar teman.

Perasaan Katherine sekarang benar benar tersiksa, dan hal itu diperparah dengan senyum manis nyonya Grida padanya ketika tadi menyapa Katherine dengan kata-kata “calon menantuku yang cantik” saat Katherine baru tiba di de Cortijo sore tadi.

Ya Tuhan, sepertinya seluruh dunia tahu aku pergi makan malam dengan Ramos kemarin malam. Bahkan Lupita pun tahu!

“Oh, itu indah sekali. Aku nanti jadi pendamping pengantinmu ya jika kau menikah nanti,” celoteh Lupita saat membawakan Katherine minuman jahe hangat. Katherine terbiasa minum jahe hangat kalau mau tidur agar badannya terasa hangat.

hot ginger drink


“Tidak ada yang akan menikah Lupita. Khayalanmu terlalu tinggi.”

“Tapi Ramirez bilang kau akan jadi kakak iparnya.”

“Biar saja Ramirez berpendapat begitu. Tapi aku tidak akan jadi kakak iparnya.”

“Jadi kau tidak akan menikah dengan Ramos?” Lupita terlihat kecewa.

“Tidak, kan tadi aku sudah bilang tidak.”

“Nyonya Grida pasti kecewa sekali.”

“Ya, aku menyesal nyonya Grida kecewa.”

“Padahal Nyonya Grida baik sekali.”

“Lupita,”

“Ya?”

“Aku mau tidur sekarang. Selamat malam. Mimpi yang indah.”

Lupita lalu keluar dari kamar Katherine dengan wajah cemberut.


 




BAB TIGA
MADDY


Pagi yang cerah. Matahari bersinar hangat menerobos jendela kamar Katherine di de Cartijo. Katherine tidur sangat nyenyak semalam.

Dan ketika terbangun tadi, yang ada di pikiran Katherine adalah ia tidak akan menerima ajakan Ramos lagi, kemanapun, karena itu akan menimbulkan gossip yang tidak tidak seperti yang didengarnya sekarang.

Para pelayan di de Cortijo senang sekali bergosip. Tidak ada yang perlu digosipkan pun mereka suka bikin gossip sendiri. Apalagi kalau memang ada bahan untuk digosipkan. Tapi Katherine yakin gossip tentang dirinya dan Ramos pelan pelan akan hilang dengan sendirinya.

Hmm.. aku menyesal harus membuat Nyonya Grida kecewa. Padahal dia baik sekali. Habis mau bagaimana lagi. Aku kan nggak suka pada Ramos. Ujar Katherine dalam hati.

Katherine merasa lega karena hari ini keluarga Perez sedang pergi ke Granada karena ada saudara mereka yang sedang melangsungkan pernikahan di sana. Jadi ia tak harus bertemu Ramos hari ini.  Dan ia bebas melakukan kegiatan yang ia sukai.

Melihat matahari yang bersinar hangat, Katherine berencana untuk jalan jalan saja di jalan jalan setapak sekitar perkebunan untuk mencari murbai seperti yang biasa ia lakukan.

Katherine lalu mandi dan berganti baju. Ia sedang ingin berpenampilan feminine sehingga ia mengenakan dress putih panjang dengan pita pink, sepatu boot dan topi lebar.

“Ya ampun Katherine, kau cantik sekali pagi ini.” Amanda, salah satu pelayan yang menjadi teman baik Lupita tersenyum lebar menatap Katherine ketika Katherine memasuki dapur. “Aku terbiasa melihat kau memakai jeans dan kaos saja.”

“Dia kan sedang jatuh cinta,” Lupita menimpali, “makanya penampilannya cerah seperti hatinya.”

“O ayolah Lupita jangan mulai lagi, jangan menggodaku terus seperti ini.”

Lupita tertawa, “ini keranjangmu, petik murbai yang banyak ya. Kita bikin salad buah murbai special nanti siang.”

Katherine menerima keranjang kecil yang diberikan Lupita lalu keluar dari dapur menuju halaman yang luas.

Di depan teras Katherine merasa heran ketika melihat sebuah mobil memasuki pekarangan de Cartijo. Mobil itu kemudian berhenti tidak jauh dari Katherine.

Tidak lama kemudian, Nyonya Annabel, ibu Marvin keluar dari mobil sambil menggendong Maddy, cucunya, diikuti Sarah dan Carmen, dua babysitter Maddy.

“Apa kabar Nyonya Annabel, senang bertemu Anda lagi,” sapa Katherine sopan. Katherine pernah berkenalan dengan Nyonya Annabel saat Nyonya Annabel berkunjung ke de Cartijo. Saat itu Nyonya Laurie yang memperkenalkan Nyonya Annabel padanya.

“Kabarku baik Katherine, terimakasih.” Senyumnya ramah. “Kau mau kemana?”

Katherine tertawa, “jalan jalan di sekitar sini. Siapa tahu ada buah murbai masak yang bisa dipetik.”

“Ya, cuacanya memang enak untuk jalan jalan.”

“Aku ikut!” teriak Maddy yang berada dalam gendongan Nyonya Annabel. Maddy langsung memberontak ingin turun. “Aku ingin memetik buah murbai.”

“Sayang, kita baru sampai, kita istirahat dulu,” kata Nyonya Annabel pada cucunya.

“Tidak, aku ingin ikut.”

“Aku akan mengajaknya kalau Anda tidak keberatan,” ujar Katherine.

“Baiklah, hati hati ya.” Nyonya Annabel lalu menurunkan Maddy dari gendongannya. Maddy berteriak senang saat Katherine menuntunnya. Katherine cukup sering jalan jalan dengan Maddy seperti itu sehingga Maddy tidak takut padanya.

“Sarah, Carmen, bawa perlengkapan Maddy ke kamarnya,” ujar Nyonya Annabel kemudian pada kedua babysitter Maddy.


Di sepanjang jalan yang mereka lalui Maddy terus berceloteh. Kadang celotehannya diiringi nyanyian. Ia dan Katherine akhirnya menyanyikan lagu lagu yang diajarkan guru Maddy di sekolah. Maddy bersekolah di suatu playgroup di Seville. Maddy dan Mirella, kakaknya, bersekolah di suatu sekolah swasta bonafid yang penjagaan sekolahnya cukup ketat.

Mereka sesekali datang ke de Cartijo. Dan sama seperti sekolah Maddy yang penjagaannya ketat, wilayah de Cartijo juga dibatasi dan dikelilingi pagar besi yang sangat tinggi sehingga tidak semua orang bisa dengan mudah masuk ke wilayah de Cartijo.  Bahkan di pintu gerbang masuk, ada pos security tersendiri yang dijaga tiga orang security untuk menyeleksi siapa siapa saja tamu yang boleh masuk ke de Cartijo dan apa keperluan mereka di de Cartijo. Itulah kenapa Katherine merasa aman mengajak Maddy jalan jalan seperti ini. Padahal biasanya selain didampingi dua babbysitternya kemana mana Maddy dijaga dua bodyguard.
Ketika keranjang murbainya sudah penuh, Katherine mengajak Maddy pulang. Tapi Maddy tidak mau, ia sekarang mulai memetiki bunga liar.


Nyonya Annabel sedang menikmati kopinya ketika Marvin tiba tiba duduk dihadapannya, di ruang keluarga de Cartijo.

“Ya Tuhan Marvin, kapan kau datang? aku tidak mendengar suara mobilmu.”

“Ibu, apa yang sudah ibu lakukan,” seru Marvin langsung tanpa menjawab pertanyaan ibunya. “Ibu membawa Maddy ke sini tanpa memberitahuku.”

“Kau tadi sedang tidur, aku tidak mau mengganggu tidurmu.”

“Tapi Ibu bisa menungguku bangun.”

“Kalau menunggumu ibu bisa siang sampai sini. Nanti sore ibu harus mengajak Maddy pulang lagi karena besok Maddy sekolah. Mirella masih bersama ibunya? Dia tidak ikut denganmu?”

“Masih. Mirella baru diantar pulang nanti malam, kakek neneknya dan adik adik Cassandra ingin bertemu, katanya Mirella sudah lama tidak  mengunjungi mereka.”

“Ya sudah, aku mau bilang Lupita untuk membuatkan kau minuman. Kau mau minum apa?”

“Tidak usah. Aku mau bertemu Maddy.” Marvin langsung berjalan ke kamar anaknya.

“Marvin, Maddy sedang..”

Tapi Marvin keburu hilang dibalik pintu.

Kedatangan Mr. Guilarmo yang tiba tiba membuat Sarah dan Carmen berteriak saking kagetnya. Mereka sedang membereskan mainan Maddy ketika Mr. Guilarmo masuk ke kamar Maddy.

“Maddy tidur?” Tanya Marvin langsung

“Ti..tidak Mr. Guilarmo.”

“Tidak? Lalu dia dimana?”

“Dia sedang jalan jalan.”

“Jalan jalan dimana?”

“Di luar sana tuan, di halaman.”

“Di halaman? Dan apa yang kalian lakukan disini? MADDY BERSAMA SIAPA?”

“Marvin, jangan panik. Maddy baik baik saja.” Nyonya Annabel menyusul Marvin ke kamar Maddy.

“Inilah yang aku khawatirkan dari Ibu. Ibu selalu bersikap sembrono seperti ini.”

“Baik, ibu akan menyuruh seseorang untuk mencari Maddy dan menyuruh Maddy pulang sekarang juga.”

“Tidak usah, biar aku cari sendiri saja.”

 



Marvin mengernyitkan kening ketika akhirnya melihat Maddy. Maddy sedang bersama seorang wanita berbaju putih, memetiki bunga liar sambil bernyanyi  twinkle twinkle little star.

Marvin heran bagaimana mungkin Maddy bisa akrab seperti itu dengan seseorang. Maddy termasuk susah akrab dengan orang lain. Kecuali dirinya, ibunya, neneknya dan babbysitternya Maddy tidak akan mau tangannya digenggam erat seperti itu. Bahkan bibi Laurie atau paman Paul selalu tidak berhasil jika ingin menggendong Maddy. Lebih parahnya lagi, Maddy suka menjerit ketakutan kalau melihat Pamela. Jadi tidak heran kalau sekarang Maddy dan Pamela bermusuhan.

Marvin baru mau melanjutkan langkahnya ketika Ramirez tiba tiba datang menghampirinya.

“Mr. Guilarmo, aku tidak tahu Anda akan datang hari ini. Anda mau berkuda, biar saya siapkan kuda Anda.”

“Nanti saja Ramirez. Kau tahu siapa wanita yang bersama Maddy sekarang?”

Ramirez memperhatikan arah yang ditunjuk Marvin dan langsung tersenyum lebar. “Oh.. dia Miss. Reeve, karyawan Nyonya Laurie di La Amaryllis. Ia cukup sering ke sini kok sehingga ia cukup akrab dengan nona Maddy. Nona Mirella juga sering minta ditemani naik kuda kalau kebetulan mereka bertemu disini.”

“Begitu?”

“Iya.” Ramirez kemudian tertawa, “Anda tahu tuan, kakakku  sangat menyukainya. Aku berharap suatu hari nanti mereka bisa berjodoh dan menikah. Aku ingin punya kakak ipar cantik seperti dia. Keponakanku nanti juga pasti cantik seperti dia.”

“Ayah!” Maddy tiba tiba berteriak memanggil Marvin.

Marvin langsung melambaikan tangannya pada Maddy.

Katherine yang mendengar Maddy berteriak memanggil ayahnya langsung berdiri dan membersihkan ilalang ilalang yang menempel di bajunya.

Akhirnya, aku bertemu juga dengan Mr. Guilarmo yang terkenal itu.

“Terimakasih sudah mengajak anakku jalan jalan.” Ujar Marvin ketika sudah berhadapan dengan Katherine.

“Sama sama Mr. Guilarmo. Maddy senang melakukannya.” Katherine tersenyum.

“Aku memetik murbai. Aku memetik murbai,” Maddy menjerit jerit senang.

“Iya. Ayah lihat.”

“Katherine, nanti sore aku boleh ikut mobilmu?” Tanya Ramirez pada Katherine.
“Biar aku yang menyetir.”

“Memang kau mau kemana?”

Granada. Aku tadi tidak ikut keluargaku ke sana, baru nanti sore aku menyusul.”

“Tapi aku tidak bisa mengantarmu sampai Granada.”

“Tidak apa apa, dari Seville aku naik bis saja.”

“Oke, tidak masalah.” Katherine lalu membereskan keranjang murbainya. “Aku mau ke dapur dulu,” ujar Katherine kemudian ke arah Marvin. Senang bertemu dengan Anda Mr. Guilarmo, anak anak Anda sangat lucu dan cantik, aku sangat menyukai mereka, lanjut Katherine dalam hati.

Marvin mengangguk, “ya, silahkan.”

Bye bye Maddy cantik.”

Bye bye Katie cantik.”

Katherine tertawa. Ia berlalu sambil melambaikan tangan pada Maddy. Maddy sedang sangat senang menirukan kata kata orang lain. Dan Katherine benar benar menyukainya. Ia sangat lucu dan menggemaskan.

Sampai di dapur, Katherine langsung menyerahkan keranjang murbainya pada Lupita. “Ini murbaimu. Aku mau ganti baju dulu.”

“Kau cantik dengan baju itu, kenapa ganti sih.”

“Bajuku kotor kena lumpur,” Katherine tersenyum.

“Ya sudah, makan siang bantu aku masak ya. Nyonya Grida sedang tidak masuk kerja. Nyonya Annabel dan Mr. Guilarmo sedang ada di sini. Aku takut masakanku tidak enak. Nyona Grida yang tahu betul selera mereka seperti apa.”
“Baiklah, nanti aku membantumu menyiapkan makan siang.”


 




Katherine bolak balik di kamarnya dengan gelisah.  Dia tak tahu kenapa hatinya jadi berdebar kencang seperti ini. Sejak bertemu Marvin untuk pertama kalinya barusan, Katherine merasa badannya meriang. Tatapan mata dan senyum Mr. Guilarmo membuatnya meleleh. Ya Tuhan, senyum Mr. Guilarmo menarik sekali. Aku tahu dari dulu aku menyukainya dengan mendengar cerita tentang dirinya, dengan membaca atau mendengar berita tentang dirinya di televisi atau media massa lainnya,, tapi aku tak menyangka efek bertemu langsung dengannya akan seperti ini. Tapi rasa sukaku muncul sebenarnya setelah aku jatuh cinta pada anak-anaknya di awal awal kedatanganku di de Cartijo.

Katherine sekarang jadi maklum, kenapa Lupita, Amanda, Juana, Isabella dan gadis gadis lain di de Cartijo dan sekitarnya selalu bersemangat bila sudah berbicara tentang diri Marvin.

Katherine akhirnya mencoba menghalau tentang diri Marvin di pikirannya, lalu ia turun ke bawah untuk membantu Lupita menyiapkan makan siang.

Siang ini Lupita mau bikin soup cream dengan taburan roti gandum, dilengkapi dengan irisan bebek panggang. Katherine bersedia bikin roti gandum karena ia dulu pernah belajar pada Mrs. Green.

Untuk dessertnya Lupita akan membuat creme brulle dan lemon pie.

“Aku heran, kenapa Miss. Samantha tidak ikut Mr. Guilarmo ke sini,” ujar Isabel sambil mengaduk telur dan terigu. Isabella sedang membuat lemon pie.

Yah, mulai lagi.. gerutu Katherine dalam hati. Katherine belum pernah bertemu dengan Samantha. Ia hanya pernah melihat Samantha diwawancara di sebuah televisi sehubungan dengan kegiatan ayahnya di bidang politik.

“Jangan mulai deh,” seolah tahu pikiran Katherine, Amanda tertawa, sambil tangannya sibuk mempersiapkan salad buah.

“Tidak, aku serius. Biasanya Miss. Samantha selalu ikut kalau Mr. Guilarmo pergi ke sini.”

“Ya, benar, aku setuju denganmu Isabel.” Juana yang sedang membuat minuman sangria ikut berkomentar.

“Sudah, jangan bergosip. Fokus pada kerjaan kalian.” Lupita yang biasanya senang bergosip kali ini sedang tidak senang bergosip karena ia bertanggung jawab atas para pelayan di sana kalau Nyonya Grida sedang pergi. Dan saat ini Lupita sedang stress mempersiapkan makan siang. Biasanya ia tidak bertanggung jawab seperti ini. Biasanya ia hanya menuruti perintah Nyona Grida untuk melakukan ini itu.

“Jangan.. jangan..” suara Juana kembali terdengar, “Mr. Guilarmo dan Miss. Samantha sudah putus.”

“Juana!” Lupita, Amanda dan Isabel teriak berbarengan.


Katherine masih duduk di depan jendela di kamarnya sambil memperhatikan suasana sore di halaman de Cartijo yang luas. Ia selalu suka pemandangan alam di sekitar de Cartijo baik sore hari, pagi hari ataupun malam hari. Ia selalu suka de Cartijo.



Nyonya Annabel, Marvin dan Maddy sudah kembali ke Seville sejam yang lalu. Mobil mereka berjalan beriringan saat keluar pintu gerbang de Cartijo.

Katherine tidak tahu kapan bisa bertemu Mr. Guilarmo lagi. Mr. Guilarmo lebih sering menghabiskan waktunya di Seville daripada de Cortijo, sementara Katherine tidak pernah sekalipun berkunjung ke rumah keluarga Guilarmo di Seville, karena dia memang tidak pernah ada keperluan apa apa di sana. Bahkan Nyonya Laurie yang sering bolak balik dari villa keluarga Ortega ke mansion keluarga Guilarmo tidak pernah mengajaknya.

Tadi Katherine bertemu dengan Mr. Guilarmo lagi saat makan siang. Katherine membantu Lupita menyediakan ini dan itu untuk keluarga Guilarmo saat makan siang. Setelah makan siang, Marvin menemani Maddy tidur di kamar Maddy sampai akhirnya mereka pulang.

Entah kenapa, ada rasa kecewa di hati Katherine melihat kepergian mereka. Katherine selalu menyukai Maddy dan tak pernah bosan bercanda dengannya. Ia selalu kangen pada Maddy dan Mirella.

Sekarang giliranku pulang. Katherine akhirnya meraih handuknya. Ia ingin mandi dulu sebelum kembali ke Seville. Perjalanan dari de Cartijo ke Seville ditempuh kurang lebih selama dua jam. Kalau jam enam Katherine berangkat dari de Cortijo berarti sampai di kamarnya di La Amaryllis jam delapan malam. Katherine malas mandi lagi kalau sudah jam segitu. Ia ingin cepat cepat tidur.

Katherine tersenyum saat ingat Lupita. Lupita biasanya selalu tak suka kalau melihat Katherine mau pulang. Ia bilang ia sering kesepian kalau rumah de Cartijo kosong. Tapi Lupita juga suka mengeluh kalau banyak tamu di de Cartijo karena katanya ia jadi capek. Katherine jadi bingung mau Lupita apa.

Katherine memanjakan diri dengan mandi air hangat. Badannya yang terasa pegal pegal jadi segar kembali. Katherine kalau mandi lumayan lama, bisa satu jam-an. Karena ia suka berendam sambil tiduran.

Keluar dari kamar mandi Katherine merasa takjub dengan langit yang tiba tiba sudah berubah warna. Dari terang benderang menjadi gelap pekat padahal masih jam lima sore. Dan di kamar mandi ia hanya satu jam.

Dia sungguh sungguh tak percaya, sejam yang lalu langit cerah dan sejam kemudian hitam pekat.

Sedang bingung memperhatikan perubahan cuaca di luar kamarnya yang begitu drastis, Nyonya Laurie tiba tiba menelepon Katherine.

“Katherine, Lupita barusan meneleponku katanya disana mau hujan. Langitnya gelap.”

“Iya aunty. Aku lagi memperhatikan dari jendela kamar.”



“Kalau begitu kau menginap lagi semalam di sana. Besok tidak usah kerja dulu. Besok pagi kalau sudah cerah kau baru pulang.”

“Tapi aunty..”

“Keselamatanmu lebih penting Katherine. Aku takut terjadi apa apa di jalan. Jalanan bisa sangat licin kalau sedang hujan deras.”

“Ramirez katanya mau menemaniku ke Seville. Ia yang mengemudi.”

“Sudahlah, kau tetap saja menginap. Biarkan saja Ramirez pergi. Ok?”

“Baiklah aunty.”

“Kau besok pulang naik kereta saja. Berikan kunci mobil pada Ramirez biar Ramirez membawa mobil ke kantor.”

“Oke.” Katherine tersenyum sambil bernafas lega karena tidak harus pulang sore ini.





Tengah malam Katherine terbangun karena merasa haus. Katherine melihat jam di handphonenya. Ternyata jam dua belas malam lebih lima belas menit. Katherine tadi lupa membawa beberapa botol air mineral ke kamarnya. Biasanya ia suka membawa air mineral kalau mau tidur, karena tengah malam suka terbangun seperti ini dan suka merasa haus.

Katherine akhirnya bangun dan memakai jaket kamarnya dan sandalnya. Di luar hujan sedang turun dengan derasnya  disertai angin kencang dan diselingi suara geludug dan petir sesekali.

Rumah sangat sepi karena selain memang sudah tengah malam, de Cartijo sedang tidak kedatangan tamu. Padahal biasanya kalau ada tamu, jam segini masih ada saja orang bercakap cakap atau menonton televisi atau kegiatan lainnya.

Kamar Lupita, Jane, Amanda dan yang lainnya ada di belakang rumah, terpisah dengan rumah utama. Jadi agak susah jika harus membangunkan mereka, harus melalui pintu dapur ke arah luar dulu baru sampai ke kamar mereka.

Tapi Katherine tak pernah takut di rumah sendirian seperti ini. De Cartijo sudah seperti rumahnya sendiri.

Katherine akhirnya pergi ke dapur dan menyalakan lampu dapur. Ia lalu minum air putih.

“Lupita, kaukah itu, aku perlu kopi dan…” Marvin masuk ke dapur dan kata katanya terhenti ketika melihat Katherine. Wajahnya terlihat kaget, “maaf, kukira Lupita.”

Katherine seperti bermimpi melihat Marvin berdiri dihadapannya seperti itu. Seingat dia, tadi sore ia melihat mobil Marvin meninggalkan de Cartijo.

“Aku haus,” Katherine tersenyum, “anda ingin kopi? Biar aku buatkan.”

“Tidak, tidak usah, aku bikin sendiri saja.”

“Anda yakin?”

“Ya.”

“Baiklah, aku mau kembali ke kamar sekarang.” Katherine ingin cepat berlalu dari hadapan Marvin karena dadanya tiba tiba berdegup kencang. Tubuh Katherine juga tiba tiba meriang lagi seperti tadi pagi, saat ia bertemu Marvin pertama kalinya. Efek bertemu Marvin ternyata selalu membuat tubuhnya meriang.

“ehm.. Miss Reeve.” Panggil Marvin ketika melihat Katherine mau meninggalkan dapur.

“Ya?”

“Kupikir, well, kalau kau tidak keberatan, kau bisa membuatkan kopi untukku.”

Katherine mengernyitkan kening bingung, tadi Mr. Guilarmo menolak dibuatkan kopi, sekarang ingin dibuatkan?

“Baiklah,” Katherine akhirnya kembali ke meja dapur ke arah alat pembuat kopi diletakkan. “Tapi saya tidak tahu selera kopi Anda seperti apa.”

“Tidak terlalu manis.”

“Baik,” ujar Katherine sambil tersenyum dan mulai sibuk mencari kopi dan gula.

Marvin masih berdiri di dekat Katherine, memperhatikan gerak gerik Katherine.

“Anda bisa menunggu kopi Anda  di dalam rumah, nanti saya antarkan kopi Anda.” Ujar Katherine karena merasa risi diperhatikan terus.

“ehm… kupikir aku lapar juga. Aku akan masak sesuatu. Coba kulihat ada apa saja di kulkas.”

Katherine bengong. Tengah malam begini Mr. Guilarmo mau masak?

“Biar aku bikin sesuatu, Mr. Guilarmo. Anda ingin dibuatkan apa?” Katherine memperhatikan Marvin yang mengeluarkan telur, keju, bawang bombai, daging asap dan susu dari dalam kulkas. Katherine tahu dapur di de Cartijo selalu penuh dengan persediaan bahan makanan, jadi apa saja bisa dibuat.

“Tidak usah, biar aku saja. Setelah kopiku selesai, kau duduk saja di sana, aku akan masak sesuatu untuk kita berdua.”

Katherine langsung mencubit tangannya, ia yakin ia sedang bermimpi. Tapi tangannya terasa sakit. Jadi ia tidak sedang bermimpi.

“Aku tidak terbiasa makan larut malam seperti ini Mr. Guilarmo.”

 “Tidak apa apa kalau tidak mau makan, kau bisa menemaniku makan.” Kini Marvin mengambil semangkuk macaroni kering dari stoples macaroni. Lalu ia merebus macaroni itu dan mulai sibuk mengiris daging asap dan bawang bombai.


~ ~

Katherine memperhatikan Marvin makan dengan perasaan tak menentu. Marvin sedang makan macaroni schotel bikinannya, ditemani secangkir kopi buatan Katherine. Ia makan dengan lahap. Ia duduk di hadapan Katherine.


“Kau yakin tidak mau mencicipinya?” tanya Marvin, “masih banyak kok, ayolah.”

Katherine memperhatikan macaroni schotel yang masih tersisa separuh. Macaroni schotel itu ditaruh di mangkuk kaca besar yang tahan panas. Asap masih terlihat menguap ke udara, aroma keju bakar cukup tercium kuat menggugah selera.

macaroni schotel


Sejenak dia tergoda untuk mencicipi masakan Mr. Guilarmo. Karena kapan lagi ia punya kesempatan mencicipi masakannya. Mr. Guilarmo selama ini yang Katherine tahu, tidak pernah memasak sendiri, ia punya koki khusus untuk memasakkan apapun untuknya baik di de Cartijo atau di rumahnya di Seville. Katherine jadi penasaran dengan rasa masakan Mr. Guilarmo. Tapi Katherine merasa yakin kalau ia mencicipi, nanti ia tak akan bisa menelannya karena ia merasa gugup sekali.

“Masakanku mungkin tidak begitu enak, tapi kupikir lumayanlah.” Marvin akhirnya bangkit dari duduknya, mengambil piring dan sendok, memotong macaroni schotel bikinannya satu potongan besar dan menyodorkannya ke hadapan Katherine. “Sepotong macaroni schotel yang lezat ini tidak akan membuatmu gemuk,” Marvin tersenyum ke arah Katherine. Lalu ia berjalan ke arah dispenser, menuangkan air untuk Katherine dan meletakkan segelas air putih di hadapan Katherine. “Dan ini air minummu.”

“Terimakasih Mr. Guilarmo.”

“Sama sama.”

Katherine akhirnya menyendok macaroni schotel bikinan Marvin, memasukkannya ke mulutnya, mengunyahnya dan ternyata ia bisa menelan. Macaroni schotel bikinan Mr. Guilarmo ternyata lezat sekali.

Tampan, kaya raya, dan pintar masak. Oh Tuhan, aku meleleh lagi. Teriak hati Katherine.

“Tidak terlalu buruk kan rasanya?” ujar Marvin sambil memperhatikan Katherine makan.

“Ini enak. Anda belajar masak dimana? Anda terbiasa masak?”

“Kalau aku sedang ada kerjaan di luar rumahku; di kota lain atau negara lain misalnya, aku biasanya tidur di apartemenku. Aku kurang suka tidur di hotel, entah kenapa. Di apartemen menurutku lebih privacy saja sifatnya  jika dibandingkan di hotel.”

Katherine menghela nafas lambat lambat, ia pernah mendengar dari Lupita kalau Mr. Guilarmo punya beberapa apartemen di beberapa Negara yang biasa ia kunjungi.

“Nah, di apartemen itulah aku biasanya masak sendiri.”

“Anda melihat resep masakannya dari buku atau majalah?”

“Ya, buku, majalah, televisi kadang aku menelepon kokiku untuk menanyakan bumbu ini apa, atau bumbu masakan itu apa.”

Katherine tersenyum, ia senang sekali mendengarkan Mr. Guilarmo bercerita.

“Aku suka masakan sendiri karena kupikir itu menyehatkan. Kau jadi mengetahui bahan bahan yang kau gunakan segar atau tidak. Yah, pokoknya sangat menyehatkan.”

“Iya, aku setuju.” Ujar Katherine.

“Memasak itu sebenarnya mudah. Kau tinggal membeli bahan bahannya, lakukan petunjuk seperti resep yang ingin kau masak, selesai. Kalau masalah rasa kurang asin atau kurang manis atau kurang pas, kau bisa terus mencoba masakan yang sama berulang ulang sampai rasanya pas sesuai yang kau inginkan.”

“Ya, kukira begitu.”

“Rumahmu di Seville? Keluargamu tahu kau menginap di sini?” Tanya Marvin tiba tiba membuat Katherine kaget. Katherine kesal, ia lebih tertarik mendengar cerita tentang Mr. Guilarmo tentang teknik memasak daripada bercerita tentang dirinya.

“Tidak, aku tinggal di rumah karyawan La Amaryllis.”

“Rumahmu jauh?”

“Ya, jauh. Nyonya Laurie baik sekali. Selain memperbolehkan aku menginap di rumah karyawan, ia juga memperbolehkan aku main ke sini. Aku cukup sering datang ke sini. Tapi aku baru berkesempatan bertemu Anda sekarang.”

“Ya, aku juga. Senang bertemu denganmu Miss. Reeve.”

“Senang bertemu Anda juga Mr. Guilarmo.”

“Kata Ramirez, kakaknya sangat menyukaimu dan ingin menikahimu.”

Untuk kedua kalinya Katherine merasa kaget. Ia tak menyangka Mr. Guilarmo sudah mendengar gossip tentang dirinya. “I.. itu cuma gossip Tn. Guilarmo.”

“Gosip?”

“Ya.”

“Jadi kau tidak akan menikah dengan Ramos?”

“Tidak.”

Lalu hening. Marvin dan Katherine sama sama terdiam cukup lama.

Tapi keheningan itu pecah saat pintu dapur yang menghubungkan dapur dengan kamar pelayan terbuka dan Lupita masuk, Lupita kaget melihat Katherine sedang duduk berhadap hadapan dengan Mr. Guilarmo, sambil di hadapan mereka ada makanan dan ada dua piring makan yang sudah hampir kosong.

“Aku melihat lampu dapur menyala, dan kata salah satu security di depan yang sedang berjaga malam ini, Anda kembali ke sini jam sepuluh malam tuan Guilarmo, kupikir saat melihat lampu dapur nyala, anda perlu bantuanku.”

“Ya, tadi aku perlu bantuanmu untuk bikin kopi, sekarang tidak lagi.”

“Oh, begitu, maap tuan, saya tidak tahu kalau Anda kembali lagi ke sini.”

“tidak apa apa. O, ya Lupita,”

“Ya tuan?”

“Bisakah kau tutup pintu dapurnya? Udaranya dingin sekali. Kalau kau mau masuk, silahkan masuk, kalau mau kembali ke kamarmu juga silahkan.”

Katherine langsung berharap Lupita masuk dan menemaninya ngobrol.

“Kalau Anda tidak perlu bantuanku, aku akan kembali ke kamarku.” Lupita memilih pergi. Ia tersenyum lebar pada Katherine sambil mengedipkan mata.

“Baik.” Ujar Marvin.

Lupitapun berlalu sambil menutup pintu.

“A.. aku juga akan kembali ke kamarku Mr. Guilarmo. Terimakasih banyak atas masakannya yang lezat.”

“Ya. Terimakasih juga atas kopinya.”

“Sama sama.” Katherine berlalu dari hadapan Marvin dengan setengah berlari.

~ ~

“Marvin, Ya Tuhan, ini jam tiga pagi. Aku sedang tidur jam tiga pagi. Ada apa meneleponku jam segini?” Nyonya Laurie Ortega berteriak kaget ketika keponakan kesayangannya meneleponnya.

“Bibi, aku ingin tahu tentang seseorang. Ia karyawan Bibi di La Amaryllis.”

“Bisakah mencari tahunya besok siang dan bukan jam tiga pagi?”

“Tidak bisa, harus sekarang. Aku ingin tahu tentang Miss Reeve, keluarganya tinggal dimana dan..”

“Kau bertemu Katherine?” Nyonya Laurie tampak kaget. “Kapan?”

“Kemarin.”

“Marvin, aku peringatkan. Jangan macam macam dengan Katherine.”

“Jangan macam macam gimana sih, aku jadi bingung.”

“Ya, jangan macam macam. Katherine sangat special untukku. Kalau kau berani macam macam dengannya, kau harus berhadapan denganku. Aku tak ingin Katherine patah hati.”

“Siapa juga yang mau bikin dia patah hati. Bibi jangan menuduhku tidak adil seperti ini dong.”

“Tidak adil? Kau pikir bibi tidak tahu berapa banyak gadis yang sudah kau buat patah hati. Lalu bagaimana dengan Samantha?”

“Aku sudah putus dengan Samantha setahun lalu.”

“Apa?” teriak nyonya Laurie kaget. “Bagaimana mungkin? Kalian masih suka tampil bersama.”

“Ya, aku memang minta bantuannya untuk sesekali tampil di depan publik bersama sama. Aku malas kalau kehidupan pribadiku dikorek korek dan jadi konsumsi publik. Kalau media tahu aku putus dengan Samantha aku pasti akan digosipkan punya hubungan dengan A atau B atau C, aku jadi malas. Jadi amannya orang tidak tahu kalau hubunganku dengan Samantha sudah berakhir.”

“Apa yang terjadi Marvin? Kenapa kalian bisa sampai putus?”

“Ayahnya punya banyak kepentingan padaku Bi. Dia ingin aku jadi penyumbang dana tetap untuk partai politik yang dipimpinnya. Dia ingin aku terlibat dalam politik, masuk jadi anggota di partainya. Padahal aku tidak suka politik. Ia juga ingin aku jadi partner bisnis sahabat sahabatnya. Dan aku tidak bisa membiarkan hal ini terus berlanjut. Aku tidak suka mencampur baurkan antara bisnis dan kehidupan pribadiku.”

“Aku bisa bayangkan,” Nyonya Laurie menghela nafas pelan, “Keadaan akan bertambah parah kalau kemarin kemarin kau jadi menikahi Samantha. Ayah mertuamu bisa mengaturmu ini itu.”

“Ya, itulah salah satu alasan kenapa aku tidak jadi menikah dengan Samantha.”

“Tapi kau mencintai Samantha.”

“Tidak Bibi, aku tidak mencintainya, aku hanya menyukainya dan belajar mencintainya. Tapi tidak berhasil.”

“Dari dulu begitu terus.”

“Tapi kalau Miss Reeve lain, kurasa..”

“Tidak Katherine Marvin, kubilang jangan Katherine.”

“Aku jatuh cinta pada pandangan pertama padanya, bibi Laurie. Aku serius.”

“Aku tidak percaya. Jatuh cinta pada pandangan pertama hanya ada di telenovela atau novel novel, tidak padamu.”

“Bibi, yang merasakannya kan aku!”

“Sudahlah Marvin, aku mau tidur lagi. Kalau ada apa apa dengan Katherine, kau orang pertama yang akan kucari.”

“Bibi!”

Tapi nyonya Laurie sudah memutuskan hubungan teleponnya dengan Marvin.

Marvin lalu menaruh handphone-nya di atas meja di samping tempat tidur. Ia serius dengan kata katanya pada Bibi Laurie. Ia merasa jatuh cinta pada pandangan pertama pada Katherine. Senyum Katherine memikat hatinya. Ia sangat menyukai senyumnya, dan keseluruhan diri Katherine. Katherine kemarin, waktu pertama kali bertemu dengannya, tampak cantik sekali dengan gaun putih, sepatu boot dan topi lebarnya.

Marvin pikir pada mulanya ia hanya merasa kagum saja. Tapi dalam perjalanan pulang menuju Seville kemarin sore, ia terus terusan gelisah memikirkan Katherine. Ia merasa sangat ingin kembali ke de Cartijo dan bertemu Katherine lagi. Tadinya ia ingin sekali mengajak Katherine ke Seville bareng naik mobilnya, tapi Katherine juga bawa mobil jadi ia batal mengajaknya.

Setelah mengantarkan Maddy pulang dan menunggui Maddy dan Mirella tidur, akhirnya Marvin memutuskan kembali ke de Cartijo. Ia tak menyangka bahwa Katherine ternyata masih menginap di de Cartijo.

Saat Marvin bertemu Katherine di dapur, Marvin merasa itu kesempatan untuknya untuk bisa ngobrol lebih akrab lagi. Untuk itulah ia bela belain masak tengah malam. Padahal ia sama sekali tidak lapar. Ia hanya ingin ngobrol dengan Katherine.

Marvin akhirnya meraih handphonenya lagi, lalu menelepon Lupita untuk menanyakan nomor telepon Katherine.

~ ~

Katherine terbangun ketika pintunya diketuk orang. Sesaat ia bingung ia ada dimana, tapi lalu ia ingat ada di de Cortijo. Ia merasa baru tidur lima menit yang lalu, tapi ternyata hari sudah pagi, dan sinar terang sudah menembus jendela kamarnya. “Sebentar,” teriaknya. “Akan kubukakan pintunya.”

Katherine lalu melirik jam di handphonenya, ternyata jam 7.30 pagi, dan ia heran ketika melihat ada pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal.

Aku ada rapat jam 10. Kita ke Seville bareng jam 8 pagi. Kutunggu setelah selesai sarapan. Aku akan mengantarmu pulang ke La Amaryllis. Marvin.

Ya Tuhan, Katherine panik, dia hanya punya waktu setengah jam untuk mandi dan sarapan.

Tapi kenapa aku harus panik? Renung Katherine kemudian. Aku kan tidak harus ikut mobil Mr. Guilarmo ke Seville.

“Katherine,” ketukan di pintu masih terdengar. Lupita terdengar meneriakkan namanya dengan kesal.

“Iya,” Katherine buru buru membuka kunci pintu.

Ada apa denganmu? Apa yang terjadi?” Lupita langsung menerobos masuk ke kamar Katherine.

“Apa yang terjadi?” Katherine balik bertanya.

Pertama. Aku melihat kau makan macaroni schotel bareng Mr. Guilarmo di dapur JAM DUA PAGI. Kedua. JAM EMPAT PAGI Mr. Guilarmo meneleponku menanyakan nomor handphone-mu. Ketiga, Jam setengah delapan pagi alias saat ini, Mr. Guilarmo  menyuruhku melihat ke kamarmu apakah kau sudah bangun atau belum karena katanya kalian akan pulang bareng ke Seville sebentar lagi. Oh, Katherine, setahuku kau akan menikah dengan Ramos, kenapa kau selingkuh darinya?”

“Hahaha, lucu sekali. Kau jangan panik Lupita. Tidak terjadi apa apa antara aku dan Mr. Guilarmo, ok? Tarik nafas dalam dalam, karena semua kecurigaanmu itu tidak beralasan. Dan tolong bilang pada Mr. Guilarmo, kalau aku pulang naik kereta saja ke Seville tidak bareng dia.”

“Tidak,” Lupita langsung menggeleng. “Aku tak berani, kau saja yang bilang sendiri. Kau tak tahu Mr. Guilarmo, kalau ada maunya, ia akan berusaha keras mewujudkan kemauannya itu. Jadi kalau kau tidak mau pulang bareng dengannya, aku khawatir dia akan menyeretmu keluar dari kamar ini dan memasukkan kau ke dalam mobilnya dengan paksa.”

“Begitu?”

“Ya, begitu.”

“Jadi menurutmu aku harus mandi sekarang?”

“Kukira itu ide yang bagus.”

~ ~


Ramos berlari lari kecil ke arah Lupita saat mobil Marvin berlalu beberapa meter dari rumah de Cartijo. Ramos sudah pulang dari Granada dan sudah kerja lagi seperti biasanya di de Cartijo.

“Kukira, aku melihat Katherine di mobil Mr. Guilarmo. Tapi aku pasti salah lihat.”

“Tidak Ramos, kau tidak salah lihat. Katherine memang berada di dalam mobil Mr. Guilarmo yang mewah dan mahal itu. Dan menurutku sebaiknya mulai sekarang kau harus melupakan Katherine dan menghentikan harapanmu tentang diri Katherine.”

“Kenapa?” Tanya Ramos kaget.

“Karena bos kita menyukai Katherine”

“Apa?!”


~




BAB EMPAT
LA ROSA



Katherine termenung di kamarnya di La Amaryllis. Ia tak bisa tidur walau sudah mencobanya. Padahal biasanya jam sepuluh malam seperti ini, ia sudah terlelap. Tapi entah kenapa malam ini hatinya sedang tak tenang dan pikirannya gelisah.

Ia sedang ingat Marvin. Sudah hampir tiga minggu sejak Marvin mengantarnya pulang ke Seville, ia belum bertemu Marvin lagi padahal Katherine ingin bertemu dengannya lagi. Berbincang bincang dengan Marvin ternyata sangat menyenangkan.

Saat Marvin mengantarnya pulang, mereka ngobrol macam macam. Mereka saat itu berbicara banyak hal, tentang film, cuaca, makanan favorit, dan yang paling Katherine suka adalah tempat tempat favorit di berbagai belahan dunia yang biasa dikunjungi keluarga Guilarmo kalau liburan.

Dua akhir pekan kemarin Katherine tidak bisa ke de Cartijo. Padahal kalau dia ke de Cartijo siapa tahu ia bisa bertemu Marvin lagi.

Akhir pekan pertama ia menginap di Cordoba, di rumah keluarga Ursula karena kakak Ursula menikah, dan Katherine serta kedua temannya yang lain di rumah La Amaryllis ini; Jane dan Deborah turut diundang ke pernikahan tersebut.

Akhir pekan kedua Katherine diminta bosnya di La Amaryllis ikut pameran di salah satu acara pameran Wedding Organizer.  Pameran itu rutin diadakan oleh bagian promosi La Amaryllis setiap minggunya. Tapi karena akhir pekan kemarin dua karyawan di bagian promosi sedang cuti, maka Katherine diminta bantuannya untuk menggantikan mereka.

Mudah mudahan, akhir pekan besok aku bisa ke de Cartijo lagi. Ujar Katherine dalam hati.

Katherine baru menarik selimutnya sambil merebahkan badan dan bersiap untuk tidur ketika handphonenya bunyi.

Tanpa melihat siapa yang menelepon, Katherine langsung menjawab.

“Hallo,”

“Apa kabar Miss. Reeve?”

Suara Marvin. Katherine terlonjak dan langsung duduk di tempat tidur.

“Kabar baik.” Dada Katherine berdegub kencang.

“Dua akhir pekan kemarin aku ke de Cartijo kau tidak kesana. Sedang sibuk?”

Ya Tuhan Mr. Guilarmo mencariku di de Cartijo. Ya Tuhan.

“Katherine?”

“Oh, ya.. ya kemarin aku ada Pameran di eksibisi house.. dan kemarinnya lagi aku ke Cordoba.”

“Cordoba?”

“Iya.”

“Ada acara apa di Cordoba?”

“Ehm, kakak temanku di rumah karyawan ini, namanya Ursula, menikah dua minggu yang lalu, rumahnya di Cordoba, jadi aku dan teman teman ke sana. Kami menginap.”

“Menginap? Menghadiri pernikahan seseorang tidak perlu menginap segala kan?”

Katherine bengong. Ya, suka suka dia-lah mau menginap atau tidak.

“Ehm.. kami disana membantu ibunya Ursula bikin kue dan roti.”

“Ooh.”

“Apakah anak anak Anda kemarin ikut Anda ke de Cartijo? Aku suka mereka. Mereka anak anak yang manis.” Katherine cepat cepat mengalihkan pembicaraan. Ia tak tertarik membicarakan pernikahan kakak Ursula. Ia lebih tertarik berbicara tentang Maddy dan Mirella.

“Ya, dua minggu yang lalu mereka ikut, tapi minggu kemarin Maddy sedang diajak pergi oleh ibunya, kakeknya dan neneknya. Mirella sedang sibuk latihan balet karena katanya seminggu lagi ada pentas balet di sekolahnya. Bicara soal Mirella, maukah kau membantuku menyiapkan pesta ulang tahun Mirella yang kedelapan bulan depan?”

Katherine terkejut. Ia tak menyangka Marvin akan meminta bantuannya.

“Kita bisa berdiskusi mengenai hal ini di luar jam kerjamu,” ujar Marvin lagi.

“Ya, tidak masalah Mr. Guilarmo.”

“Baiklah kalau begitu, besok pulang kerja, supirku akan menjemputmu ke tempat kerjamu dan mengantarmu ke rumahku, kita akan membicarakan mengenai hal itu di sini, kau makan malam di rumahku saja.”

“Tapi..”

“Sampai besok malam Katherine.” Ujar Marvin mengakhiri pembicaraan.

Katherine termenung. Besok malam ia berjanji akan mengantar Jane membeli baju. Kegiatan jalan jalan ke mal ini biasa mereka lakukan jika mereka punya waktu luang.

Jane pasti akan kecewa kalau Katherine tidak bisa mengantarnya. Tapi permintaan Marvin juga membuatnya bersemangat. Tidak ada yang membuatnya sangat bersemangat kecuali bertemu dengan anak anak Marvin yang manis dan cantik.

~

Marvin meletakkan handphonenya di meja kerjanya di rumahnya di Seville sambil tersenyum. Ia sangat menyukai Katherine, tapi mengingat Bibi Laurie yang mengancamnya agar jangan macam macam pada Katherine, ia jadi bersikap sangat hati hati. Biasanya, jika ia menyukai seseorang, ia akan langsung mengajak wanita yang disukainya kencan. Hanya dalam waktu singkat. Tidak harus menunggu sampai tiga minggu seperti yang ia lakukan pada Katherine. Itupun bukan ajakan kencan, tapi hanya ajakan untuk bertemu dan berdiskusi.

Katherine sangat spesial untuknya. Ia tak mau terburu buru. Ia ingin mengenal Katherine lebih jauh. Ia ingin bersahabat dengan Katherine. Makanya dua akhir pekan kemarin ia selalu datang ke de Cartijo berharap bisa bertemu Katherine lagi disana, tapi Katherine ternyata tidak datang. Akhirnya ia mencari cara bagaimana agar bisa bertemu Katherine lagi walau bukan di de Cartijo. Dan ia menemukannya. Ulang tahun Mirella adalah alasan yang tepat bagi Marvin agar bisa bertemu Katherine lagi. Ia bisa saja menyewa EO untuk menghandle acara ulang tahun Mirella seperti yang biasa dilakukan Cassandra, ibu Mirella, tapi kali ini hal itu tidak dilakukannya. Ia ingin Katherine yang menghandle acara ulang tahun Mirella bersama sama dengannya.

~

Katherine berniat untuk ganti baju dulu dan tidak memakai baju kerja ketika supir keluarga Guilarmo sudah menjemputnya ke kantor La Amaryllis. Ia bahkan menunggu Katherine sejak setengah jam lalu.

Katherine jadi serba salah. Kalau ia ganti baju dulu, supir yang menjemputnya akan menunggunya semakin lama. Dan Katherine kasihan padanya kalau harus menunggu lagi. Maka akhirnya ia pasrah. Ia pergi ke kediaman keluarga Guilarmo di Seville tanpa mengganti baju kerjanya.

Kediaman keluarga Guilarmo di Seville ternyata lebih indah dari yang Katherine bayangkan. Sama dengan di de Cartijo di pintu depan ada pos penjagaan yang diisi kurang lebih tiga security untuk menyeleksi siapa siapa saja tamu yang boleh masuk menemui tuan rumah atas perintah tuan rumah. Dan sama dengan di de Cartijo di sekeliling rumah kediaman keluarga Guilarmo di Seville dibatasi oleh pagar besi yang tinggi, sehingga orang orang tidak bisa masuk wilayah tersebut dan tetap harus melalui pintu gerbang utama.

Setelah melewati pintu gerbang, di sisi kiri dan kanan jalan ada pohon pinus berjejer rapi berselang seling dengan pohon palem. Mendekati rumah, di sebelah kirinya ada danau buatan yang cukup besar dimana angsa angsa sedang berenang di danau tersebut. Semakin mempercantik danau tersebut, bunga teratai tampak tumbuh di atasnya dengan bunga teratainya yang sedang bermekaran.


Di sebelah kanan yang dilalui Katherine ada fountain tinggi dimana di sekeliling fountain tersebut terdapat aneka bunga ros yang berwarna warni. Karena banyaknya bunga ros itulah, Lupita sering menjuluki kediaman keluarga Guilarmo di Seville dengan sebutan La Rosa.


Setelah turun dari mobil yang menjemputnya, Katherine lalu diantar seorang pelayan menemui Marvin di ruang santai.



Katherine merasa gugup ketika akhirnya bertemu Marvin lagi. Marvin tersenyum padanya sambil menyalami dirinya.

“Apa kabar Miss. Reeve?”

“Kabar baik,” Katherine ikut tersenyum.

“Maaf merepotkanmu.”

“Tidak repot kok.”

“Kalau tidak sekarang aku menghubungimu, besok besok sepertinya aku tak punya banyak waktu.”

“Iya, tidak apa apa.”

“Kau pasti lelah sekali pulang bekerja tidak istirahat tapi langsung kesini.”

“Tidak juga, aku sering kok pulang kerja jalan jalan ke mal atau semacam itu. Sampai rumah biasanya diatas jam sepuluh.”

“O, ya?”

“Ya.”

“Biasanya pergi dengan teman pria atau...”

Katherine tiba tiba merasa pipinya panas.

“Teman wanita.”

“Oke,” Marvin tersenyum, “silahkan duduk, santai saja di sini. Aku mau panggilkan anak anak dulu, mereka pasti senang bertemu denganmu.”

“Ya, aku juga senang bertemu dengan mereka lagi.”

 ~ ~




BAB LIMA

De Cartijo


Katherine tak menyangka, ulang tahun Mirella membuat ia dan Marvin jadi semakin dekat. Mereka berdua merencanakan semuanya secara bersama sama. Dari mulai menetapkan tema ulang tahun sampai melaksanakan tema tersebut.

Biasanya, yang sudah sudah, Mirella selalu merayakan ulang tahunnya di hotel atau resort, atau tempat lainnya yang bukan di rumah. Tapi Katherine sangat menyukai La Rosa sehingga menurut Katherine La Rosa adalah tempat yang tepat untuk merayakan ulang tahun Mirella.

Maka dihiaslah La Rosa dengan menggunakan atribut sirkus. Karena tema yang diusulkan Katherine untuk ulang tahun Mirella yang ke delapan adalah sirkus. Bahkan untuk membuat segala sesuatunya tampak nyata, Marvin mendatangkan rombongan sirkus langsung dengan kereta karavannya.


Tenda untuk atraksi sirkuspun dibangun di halaman La Rosa yang luas, disana segala jenis atraksi dipertontonkan kecuali tentu saja, membawa binatang buas seperti harimau dan yang lainnya. Binatang yang ada di sirkus itu hanya kuda. Para pemain sirkus selain mempertunjukkan bagaimana ia melompat dari satu kuda ke kuda yang lain tanpa terjatuh. Lalu ada juga atraksi berjalan di atas seutas tali, dan atraksi akrobat lainnya.

Makanan, minuman, souvenir, balon, mainan dan boneka dijejerkan dengan rapi di meja meja panjang di sepanjang danau buatan. Semua souvenir, balon, mainan dan boneka boleh dibawa pulang oleh tamu- tamu Mirella bila mereka pulang nanti.

Tamu undangan yang hadir di ulang tahun Mirella selain keluarga besar Guilarmo dan kerabat dekat keluarga Guilarmo juga keluarga besar dari ibu Mirella, Cassandra. Teman sekolah Mirella yang diundang adalah teman teman sejak Mirella duduk di playgrup hingga ia sekolah di elementary school, tidak lupa hampir seratus anak kurang mampu dari rumah-rumah  sosial atau rumah yatim piatu turut diundang. Keluarga Guilarmo ingin berbagi kebahagiaan dengan anak anak tersebut.

Dan mereka memang sangat bergembira bisa melihat pertunjukan sirkus secara langsung dan bukan hanya melihat dari televisi saja seperti yang selama ini mereka lakukan.

Sekarang, setelah ulang tahun Mirella sukses, Katherine memutuskan untuk pergi ke de Cartijo lagi untuk beristirahat. Udara di de Cartijo selalu menjadi charger bagi Katherine untuk kembali merasa segar, karena udaranya benar benar bersih.

Sayang Marvin dan anak anak tidak bisa ikut ke de Cartijo karena di playgroup Maddy sedang dilaksanakan acara pentas musik sehingga Marvin menghadiri acara tersebut karena Maddy terlibat dalam suatu pertunjukkan musikal dan ia berperan sebagai kelinci.


Sejak bangun tidur Katherine memutuskan untuk olahraga berkuda. Katherine bisa naik kuda karena dulu, saat ia tinggal dengan keluarga Williams di London, ia terbiasa ikut ke rumah pertanian keluarga Williams di Edinburg dan belajar kuda di sana. Kalau tidak mengenal mereka, Katherine tidak mungkin bisa berkuda seperti sekarang. Keluarga Williams pergi ke rumah pertanian mereka setiap ada waktu luang dan ada kesempatan.

Rumah pertanian mereka mirip kastil kastil yang biasa Katherine lihat di film film dongeng. Berada di sana, membuat Katherine seperti berada dalam negeri dongeng.

Katherine menjuluki rumah pertanian keluarga Williams dengan kastil impian. Karena selain bentuk kastilnya indah, pemandangan di sana juga sangat cantik. Dan tiba tiba Katherine merasa kangen kastel impian dan ingin pergi ke sana lagi.

Sejak meninggalkan keluarga Williams, ia benar benar putus hubungan dengan keluarga tersebut. Bahkan menelepon mereka pun Katherine tak pernah. Kadang Katherine merasa tidak enak pada Paman Daniel dan Bibi Alice karena mereka sudah sangat baik pada Katherine, tapi kemarin kemarin Katherine masih marah pada semuanya. Pada keadaan yang menimpa dirinya. Pada situasinya yang kurang beruntung. Sekarang ia tak marah lagi. Jika nanti ia punya kesempatan, ia akan mengunjungi Paman Daniel dan Bibi Alice lagi. Karena masalah Katherine sebenarnya adalah dengan Broke bukan dengan orangtuanya.

Katherine menghentikan laju kudanya. Entah kenapa, hari ini ia tak terlalu bersemangat berkuda. Ia lalu turun dari kuda kesayangannya yang ia juluki brown, karena bulunya yang coklat mengkilat. Dan mulai menuntun Brown pergi ke kandangnya.

“Brown baru olah raga sebentar, sudah kau ajak istirahat?” Ramos heran melihat Katherine yang kembali dengan cepat.

“Ya, aku lagi malas keliling keliling. Harusnya Brown memang berlari lari lagi.” Ujar Katherine.

“Ya. Tapi sebaiknya kau beri dia ini dulu.” Ramos menyerahkan apel pada Katherine, dan Katherine langsung memberi Brown apel.

“Dia makan lahap sekali,” Katherine tertawa.

“Ya, apel memang kesukaannya.” Ramos ikut tertawa. “Aku kangen bisa berbincang bincang akrab seperti ini denganmu lagi Kath,” lanjut Ramos membuat tawa Katherine langsung terhenti.

Sejak isu antara dirinya dan Ramos muncul, Katherine memang jadi sering menghindari Ramos.

“Aku rindu padamu. Aku rindu pada kebiasaan kita yang mengurusi kuda kuda di sini sambil tertawa tawa seperti ini. Kau bahkan sekarang tidak pernah menyikat bulu brown lagi. Sama seperti aku, brown selalu merindukanmu.”

‘Ramos, aku..”

“Aku tahu, kau tidak mau dihubung-hubungkan denganku. Kau tidak mau dianggap sebagai kekasihku. Tapi bisakah kita tetap berteman?  Aku benar benar kehilangan moment kebersamaan kita seperti dulu. Aku benar benar menyukai pertemanan kita. Persahabatan kita. Aku sangat ingin bersahabat denganmu.”

“Aku juga suka berteman.” Ujar Katherine, “tapi...”

“Apa ini karena Mr. Guilarmo?”

“Apa maksudmu?”

“Ya, karena kau dekat dengannya, kau jadi tidak mau dekat dengan pegawai seperti aku dan..”

“Tidak, tidak begitu Ramos. Aku hanya menghindari isu yang tidak tidak tentang kita. Aku takut ibumu punya harapan banyak padaku padahal aku tidak bisa memberikan apa yang ia inginkan. Aku takut mengecewakan kalian.”

“Ibu sudah bisa mengerti kok.”

“Syukurlah.”

“Jadi kita bisa melanjutkan pertemanan kita?” harap Ramos lagi.

“Ya. Kenapa tidak.”

“Kalau begitu sekarang kau harus membantuku menyikat kuda kuda ini. Terutama menyikat Brown.”

“Apa? A..aku akan membantu Lupita untuk menyiapkan makan siang.”

“Sedang tidak ada tamu di de Cartijo sekarang Katherine, kau tidak harus membantu Lupita, ayolah, ini sikatnya.” Ramos tersenyum sambil memberikan sikat pada Katherine.

 ~ ~

“Aduh kalian kompak sekali,” Lupita datang setelah setengah jam lebih Katherine membantu Ramos membantu menyikat bulu bulu kuda. Lupita datang sambil membawa beberapa gelas kosong dan satu teko besar air jeruk dingin ke arah Katherine dan Ramos dan meletakkan minuman itu tidak jauh dari mereka. “Ini aku bawakan air jeruk dingin segar untuk kalian.”


“Wah, kau memang teman yang terbaik Lupita. Kau tahu apa yang kubutuhkan.” Katherine tersenyum sambil menuang air jeruk di teko ke gelas kosong. Ia melakukan hal yang sama pada gelas satunya dan menyodorkannya ke arah Ramos.

“Bukan aku yang punya ide.”

“Lalu siapa?” tanya Ramos sambil mulai minum air jeruk yang disodorkan Katherine padanya.

“Mr. Guilarmo. Kata dia tolong bawakan air jeruk untuk Katherine dia pasti kepanasan harus menyikat kuda seperti ini.”

“Jangan bilang kalau Mr. Guilarmo sedang ada di sini.” Katherine kaget.

“Kenapa? Takut ketahuan sudah selingkuh?”

“Lupita!”

“Tentu saja dia ada di sini. Dia melihatmu sedang menyikat kuda. Lalu menyuruhku untuk memberikan es jeruk segar ini padamu.”

“Tapi dia kan sedang melihat Maddy yang sedang jadi kelinci.”

“Astaga Katherine, Maddy jadi kelinci cuma sebentar, paling cuma beberapa menit, tidak butuh waktu seharian.”

“dan.. dan bagaimana cara Mr. Guilarmo melihatku? Aku tidak melihat dia di sekitar sini.”

“CCTV Katherine, astaga, kuda kuda mahal begini mana mungkin dibiarkan begitu saja tanpa pengawasan.”

Katherine diam, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, akhirnya ia menuang segelas lagi es jeruk dari teko yang dibawa Lupita dan meminumnya lagi. “Es jeruknya enak lupita. Gulanya pas, tidak terlalu manis.”

“Mr. Guilarmo yang bikin.”

“Apa?!” Katherine dan Ramos teriak berbarengan.

“Ya, dia yang bikin, aku hanya tinggal mengantarkan.”

“Kukira,” Ramos meletakkan gelasnya yang sudah kosong diminum, “aku harus siap siap cari kerjaan baru.”

~ ~



Maddy tampak serius saat Katherine membacakan cerita Si Semut Yang Sombong dari buku cerita anak anak kepunyaannya.

Maddy berada dalam pangkuan Katherine. Ia tiduran dalam pelukan Katherine sambil mendengarkan Katherine bercerita.

Waktu jam tidur Maddy sebenarnya sudah lewat. Maddy diharuskan tidur jam tujuh malam, tapi karena ia asik mendengarkan Katherine membacakan beberapa cerita anak anak dari buku favoritnya maka Maddy belum tidur juga.

Akhirnya ayah Maddy membuat pengecualian. Maddy boleh tidur jam delapan asal malam ini saja. Malam malam berikutnya Maddy tetap harus tidur sesuai dengan jam tidurnya seperti biasa.

Marvin duduk di hadapan Katherine dan Maddy, ia ikut mendengarkan Katherine bercerita. Mirella duduk di samping Marvin, tapi ia merebahkan tubuhnya pada pangkuan ayahnya. Mirella biasa manja seperti itu.

Mereka berempat sedang berada di ruang keluarga de Cartijo yang nyaman. Marvin suka mendengar Katherine bercerita seperti itu. Ia membuat cerita yang dibacakannya terdengar menarik. Ia mampu menghidupkan tokoh tokoh dalam cerita yang dibacakannya dengan suara yang berbeda beda membuat Maddy dan Mirella tertawa senang.

Marvin tersadar kalau ia benar benar mencintai Katherine karena tadi pagi, saat ia melihat Katherine menyikat kuda bareng Ramos, ia merasa cemburu pada Ramos. Ia tahu Ramos dan Katherine tidak punya hubungan yang spesial karena Katherine pernah bilang padanya bahwa antara Katherine dan Ramos tidak ada hubungan apa apa. Tapi tetap saja, melihat mereka berdua seperti itu, Marvin merasa cemburu.

Sementara Katherine bercerita, Lupita bolak balik menghidangkan minuman dan snack ringan untuk mereka.

“Aku terharu sekali,” ujar Lupita saat masuk ke dapur. Ia baru mengantarkan keripik jagung kesukaan Mirella yang khusus dibuat Nyonya Grida untuk Mirella. Nyonya Grida baru pulang ke rumahnya beberapa saat yang lalu.

“Terharu kenapa?” Amanda heran.

“Katherine. Ia cocok sekali jadi ibu Maddy dan Mirella. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga yang harmonis.”

“Ya, harapanku juga sama denganmu,” bisik Amanda, “aku berharap Katherine bisa jadi ibu bagi Maddy dan Mirella karena Katherine benar benar menyayangi mereka.”

“Oh pasti indah sekali kalau Katherine dan Mr. Guilarmo benar benar menikah. Mereka pasangan yang serasi.” Lupita tersenyum lebar.

“Menurutmu apakah Mr. Guilarmo dan Samantha sudah putus?” tanya Amanda pelan. “Aku tidak pernah melihat Miss Samantha Sanchez lagi di sini.”

“Kukira juga mereka sudah putus,” Lupita ikut berbisik. “Baguslah kalau memang betul. Aku kurang suka sama Miss. Sanchez, ia arogan sekali. Suka merintah ini itu, pokoknya benar benar nyebelin, tidak seperti Katherine yang suka menolong dan tidak pernah menyusahkan.”

“Ya, aku setuju denganmu.”

~ ~




BAB ENAM
LA AMARYLLIS HOUSE

Katherine sibuk membuat omelet telur untuk sarapan, sementara Jane asik menonton televisi di ruang televisi rumah karyawan La Amaryllis.

Deborah dan Ursula akhir pekan ini sedang pulang ke rumah mereka masing masing. Mereka pergi Jum’at malam kemarin sepulang kerja. Kalau Jane sedang pulang juga, Katherine biasanya sendiri di rumah. Itulah kenapa Katherine selalu pergi ke de Cartijo kalau sedang tidak ada teman di rumah.

Tapi akhir pekan ini Katherine tidak pergi ke de Cartijo bukan karena Jane menemaninya, tapi karena hari minggu besok ia dan nyonya Laurie mau nonton pertunjukkan teater.

Katherine tidak pernah sekalipun nonton pertunjukkan teater, sementara nyonya Laurie sangat suka nonton pertunjukkan teater. Itulah sebabnya kenapa nyonya Laurie membujuk Katherine untuk menemaninya hari minggu besok, dan Katherine bersedia menemani nyonya Laurie seperti biasanya.

Setelah meletakkan omelet yang dibuatnya dalam dua piring, Katherine lalu beranjak ke ruang televisi menghampiri Jane.

“Kau sudah beli bajunya belum? Mau kuantar hari ini? Aku tidak kemana mana hari ini.” Ujar Katherine sambil duduk di samping Jane dan menyodorkan piring yang berisi omelet pada Jane.

“Boleh,” ujar Jane sambil menerima piring yang disodorkan Katherine. “Tapi nanti ya, agak siangan. Aku nonton gosip dulu.”

“Gosip apa sih?” Katherine memperhatikan televisi, tapi televisi sedang menayangkan iklan.

“Biasa, tentang keponakan bos kita yang tampan. Ia selalu menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan.”

Katherine terdiam memperhatikan iklan di televisi. Jane tak pernah tahu keakraban dirinya dengan keponakan bos mereka karena Katherine memang menyimpan rapat rapat tentang hal itu dari teman temannya. Hal itu ia lakukan untuk menghindari gosip yang tidak tidak.

“Mana gosipnya? Kok iklannya lama bener,” komentar Katherine akhirnya.

“Sebentar lagi.” Jane mulai menyendok omelet bikinan Katherine dengan lahap.

“Gosipnya apa sih?” Katherine penasaran.

“Tentang rencana pernikahan Mr. Guilarmo dengan Samantha. Orang bertanya tanya kira kira kapan hal itu akan dilaksanakan.”

Katherine yang hendak menyuap omeletnya tidak jadi memakannya. Ia meletakkan piring omeletnya di meja di hadapannya.

“Tentang Mr. Guilarmo dan Samantha?” tanya Katherine lambat lambat.

“Iya. Jangan bilang kau tak tahu tentang mereka. Mereka kan pacaran sudah lama, sudah hampir tiga tahun. Itu dia, acara gosipnya sudah dimulai.” Jane langsung memperbesar volume tivi.

Disana diberitakan bahwa Mr. Guilarmo dan samantha Sanchez kemungkinan akan menikah dalam waktu dekat karena semalam Mr. Guilarmo menghadiri acara ulang tahun ayah Samantha dan kehadirannya di acara ulang tahun tersebut disambut gembira oleh keluarga besar Sanchez.

Katherine tersenyum mendengar berita itu. Walau hatinya tiba tiba merasa tidak enak, tapi Katherine selalu siap dengan berita apapun tentang diri Marvin, dan iapun mulai menghalau rasa kecewanya jauh jauh.

Ia tahu, walau Marvin tampak baik dan perhatian padanya, ia tak pernah berharap banyak pada hubungan mereka. Ia suka berteman dengan Marvin. Ia juga suka berada di sekeliling anak anak Marvin. Itu kebahagiaan tersendiri buatnya. Dan kalau kebahagiaan itu hanya sebatas itu untuknya dan tidak lebih, Katherine tetap merasa puas, karena ia sudah mendapat banyak. Ia sudah mendapatkan perhatian bukan saja dari Marvin dan Nyonya Laurie, tapi juga dari para pekerja di de Cartijo, mereka semua sudah seperti keluarga untuknya. Dan itu lebih berharga dari apapun. Perhatian dan kasih sayang dari mereka membuat Katherine merasa tidak sendirian hidup di dunia ini. Walau Katherine punya keluarga sendiri, punya ayah ibu dan saudara saudara kandung, tapi hubungannya dengan keluarganya sejak dulu tidak terlalu akrab, Katherine sering merasa jadi orang luar di tengah tengah keluarganya sendiri.

“Kisah mereka seperti sebuah dongeng.” Jane tersenyum sambil mematikan tivi saat berita tentang Marvin selesai ditayangkan. “Siapapun yang diberitakan akan menikah dengan Mr. Guilarmo seperti sebuah dongeng. Dulu, sebelum Samantha ada Ines yang cantik, ia seorang dokter hewan yang biasa merawat kuda kuda Mr. Guilarmo di ranchnya di Huelva. Setelah itu ada seorang aktris, kalau nggak salah namanya Isabel, lalu Maria, ia seorang penari, lalu..”

“Kau mengikuti kisah cinta Mr. Guilarmo sedetail itu?” potong Katherine tak percaya.

“Semua orang mengikuti kisah cintanya, Katherine. Semua orang merasa penasaran dan bertanya tanya siapa wanita yang beruntung berikutnya yang akan dipersunting olehnya. Dan ternyata dia Samantha.”

“Ya mudah mudahan hubungan mereka berhasil.” Gumam Katherine pelan. “Baiklah, aku mandi dulu.” Katherine lalu bangkit dari tempat duduknya. “Setelah itu kita shopping!”

“Omeletmu tidak dimakan?”

“Tidak, nanti aku mau makan pizza saja.”

“Aku habiskan ya?”

“Ok.”

~ ~

Seharian ini Katherine memborong baju. Entah kenapa, selalu saja ada baju cantik yang ingin Katherine beli. Ia dan Jane bolak balik ke kamar ganti untuk mencoba baju baju yang cantik itu.

Selesai memborong baju mereka melihat lihat dan mencoba sepatu sepatu cantik. Katherine suka model sepatu jenis boot sehingga ia memborong tiga pasang sepatu boot sekaligus.

Jane hanya bisa menatap Katherine bingung. Ia yang minta diantar beli baju, malah Katherine yang berbelanja lebih banyak dari dirinya.

Sebelum pulang, mereka makan pizza dan makan es krim. Katherine benar benar senang hari itu. Rasa stressnya akibat berita tentang Mr. Guilarmo yang tidak enak sedikit berkurang dengan berbelanja seperti itu. Ternyata bagi Katherine berbelanja adalah salah satu obat penghilang stress yang lumayan ampuh.

Namun sampai di rumah karyawan La Amaryllis stress Katherine yang tadi lumayan terobati karena berbelanja kembali lagi ketika dilihatnya putri semata wayang Nyona Laurie Ortega menunggunya di teras rumah karyawan La Amaryllis dengan wajah yang tidak bersahabat.

“Aku masuk duluan ke kamarku,” Jane berbisik pada Katherine saat Pamela Ortega bilang pada mereka bahwa ia ingin berbicara berdua dengan Katherine.

Katherine hanya bisa mengangguk dan mempersilahkan Jane pergi masuk ke rumah.

“Mau bicara di sini atau di dalam?” tanya Katherine setelah Jane membuka kunci pintu dan masuk ke dalam rumah.

“Di sini saja.”

“Baiklah,” Katherine akhirnya duduk di hadapan Pamela. “Apa yang ingin kau bicarakan, akan aku dengarkan.”

“Aku ingin kau mengundurkan diri dari perusahaan La Amaryllis dan keluar dari rumah karyawan ini secepatnya.”

Katherine tertegun. Kenapa hal yang tidak enak menimpa dirinya terus terusan hari ini.

“Apakah ada alasan khusus kenapa aku harus melakukan apa yang kau perintahkan?” tanya Katherine datar.

“Tidak ada, aku hanya tidak suka padamu.”

“Hanya karena kau tidak suka padaku, lalu kau mengusirku begitu saja?”

“Jangan berlagak bodoh Katherine. Kau pikir aku tidak tahu apa yang sudah kau lakukan. Kau penjilat.”

“Aku? Penjilat?” teriak Katherine kaget.

“Ya, kau mempengaruhi ibuku sedemikian rupa sehingga ibuku jadi tidak perduli lagi padaku.”

“Aku tidak pernah mempengaruhi ibumu. Sebenarnya ada masalah apa sih?”

“Ibuku lebih memilih pergi ke teater denganmu daripada ke Paris denganku. Kau lihat betapa hebatnya dirimu? Kau berhasil mempengaruhinya hingga dia tega menolak pergi denganku.”

“Aku tidak pernah mempengaruhi ibumu. Kalau ibumu tidak mau pergi ke Paris denganmu, tanyakan kenapa alasannya jangan lantas menuduhku yang tidak tidak.”

“Aku sudah bilang dari tadi, alasannya adalah kau. Ibu ingin pergi denganmu tidak denganku!” teriak Pamela kesal, “sekarang, tinggalkan rumah ini secepatnya!”

“Aku tidak akan pergi kemana mana.”

“Hebat sekali. Kau berani menantangku?”

“Aku akan pergi kalau ibumu yang menyuruhku pergi. Dulu Ibumu yang meminta aku untuk tinggal di sini, jadi dia juga yang harus menyuruhku meninggalkan tempat ini.”

“Baik, lihat saja. Dalam satu jam, ibu akan datang ke sini dan menyuruhmu pergi. Dalam satu jam.” Pamela lalu berlalu dari hadapan Katherine, dan naik ke mobilnya sambil membanting pintu mobilnya keras.

Setelah Pamela pergi, Katherine hanya mampu menghela nafas, ia lalu memperhatikan tas tas belanjaannya dengan perasaan sedih.

Baju baruku dan sepatu baruku yang malang, ujar Katherine dalam hati. Sepertinya kau harus langsung kupacking.

Sejam kemudian, nyonya Laurie Ortega mengetuk pintu kamar Katherine. Jane yang tadi membukakan pintu rumah untuknya.

“Boleh aku masuk Katherine?” tanya Nyonya Laurie dari balik pintu.

“Masuklah Aunty,” ujar Katherine “tidak dikunci kok,” Katherine lalu tersenyum ketika melihat Nyonya Laurie membuka pintu dan menatapnya sedih.

“Kupikir, ehm.. begini Katherine. Aku akan memberikan cuti padamu sampai situasi memungkinkan dan..”

“Pamela mengancam akan melakukan apa?” tanya Katherine sambil tersenyum.

“Dia mengancam akan pergi dari rumah. Dia bilang pilih dirinya atau pilih dirimu. Dan ini rahasia antara kita berdua, aku sebetulnya memilih dirimu, tapi dia puteriku satu satunya.”

Katherine tertawa, “Aku tahu Aunty akan memilih aku.”

“Ya,” Nyonya Laurie tersenyum, “beristirahatlah selama beberapa hari saja okey. Pergilah ke pantai atau tempat tempat indah lainnya. Itu akan baik untukmu dan jangan lupa, tidur di hotel yang nyaman. Pokoknya nikmati hari harimu. Jangan pergi jauh jauh. Aku tetap membutuhkanmu.”

“Barangku juga tidak banyak. Kukira aku akan membawa semua barangku saat aku pergi jalan jalan.” Komentar Katherine.

“Katherine, aku bilang, jangan pergi jauh jauh. Kau bisa kembali kapanpun kau mau. Ini hanya sementara waktu. Pamela seperti ini hanya sementara, aku yakin.”

“Kenapa Anda tidak mau pergi ke Paris dengannya Aunty?”

“Aku sudah teramat sering pergi ke Paris. Aku sebenarnya bosan, tapi aku tidak menolak permintaan Pam. Aku bilang padanya ke Parisnya minggu depan, jangan besok, karena besok hari spesial untukku. Tidak banyak yang menyukai pertunjukan teater seperti aku, dan kau mau menemaniku, aku gembira sekali. Aku sangat ingin nonton teater denganmu.”

“Kapan kapan kita akan melakukannya, Aunty jangan khawatir,” senyum Katherine.

“Ya, kabari aku saat kau liburan nanti ya?”

“Ok.”

“Aku akan merindukanmu,” Nyonya Laurie memeluk Katherine erat.

“Aku juga Aunty. Terimakasih atas semuanya. Terimakasih atas semua kebaikanmu.”

“Kau akan masih kembali ke sini Katherine.”

“Ya, tentu saja.” Katherine tertawa dan balas memeluk Nyonya Laurie erat.

~ ~

Katherine membuang kelopak mawar satu satu sambil dirinya berada di depan laptopnya. Ia akan memesan tiket pesawat secara online. Ia ingin sekali pergi ke London ke rumah bibi Alice dan Paman Daniel. Tapi ia juga ingin pergi ke rumah orangtuanya di rumah danau. Jadi ia belum memutuskan mau pergi kemana.

Katherine tidak punya rencana untuk kembali ke rumah La Amaryllis lagi. Ia merasa petualangannya di negara Spanyol yang eksotik sudah berakhir. Ia merasa bahwa ini mungkin saat ia benar benar harus mewujudkan impiannya punya toko kue dan roti seperti kepunyaan Mrs. Green.

“London,” Katherine memetik kelopak mawar yang dipegangnya dan membuangnya.

“Rumah danau,” sisa kelopak mawarnya tinggal dua.

“London,” sisa kelopak mawarnya tinggal satu.

“Rumah danau.” Dan Katherine tersenyum, sepertinya ia harus bertemu keluarganya dulu. Dari sana baru ia akan berkunjung ke rumah bibi Alice dan Paman Daniel.

~ ~

Bunyi bel terus terusan berdering. Katherine yang sedang sibuk membuat pie labu berteriak memanggil Mrs. Grayson, asisten keluarga Reeve, tapi tidak ada sahutan.

Katherine sudah empat hari tinggal di rumah orangtuanya di rumah danau. Ia baru mau pergi ke London minggu depan. Ia sudah memesan tiket untuk pergi ke London. Ibunya protes lagi kenapa Katherine pergi lagi padahal baru sampai di rumah, Katherine bilang ia pergi ke London cuma empat hari, setelah itu ia pulang lagi dan ibunya merasa lega karena Katherine sepertinya akan tinggal lama di rumahnya.

“Mrs. Grayson, ada tamu!” Katherine berteriak lagi tapi tak ada sahutan. Rumah sedang sepi. Hanya ada Katherine dan Mrs. Grayson di rumah, ibunya sedang pergi berbelanja, ayahnya bekerja dan Candy sekolah.

Katherine akhirnya berjalan ke arah pintu dan membukanya, dan ia terkejut. Ternyata Jack. Ya Tuhan, sudah lama sekali aku tak bertemu dengannya, ujar Katherine dalam hati.

Jack pun sama terkejutnya dengan Katherine. Ia jadi serba salah. “A.. aku mau menitipkan ini untuk ayahmu. Hari ini aku tidak kerja nanti sore dan seminggu ke depan aku keluar kota, tapi berkas berkas ini perlu aku berikan pada ayahmu. Ini dibutuhkan untuk rapat besok.” Ujar Jack sambil menyodorkan amplop cokelat pada Katherine.

“Ya Jack, akan kusampaikan. Masuklah dulu.”

“Ti.. tidak usah.”

“Kau yakin?”

Jack dan Katherine bertatapan lama. Akhirnya Jack tersenyum. “Baiklah,” ujarnya sambil masuk.

“Katherine, tadi kau memanggilku? Aku tadi sedang di kamar mandi,” Mrs. Grayson tiba tiba muncul.

“Tidak apa apa Mrs. Grayson. Bisakah kau membuatkan minuman untuk kami?”

“Ya, tentu saja,” Mrs Grayson segera berlalu.

“Duduklah,” ujar Katherine mempersilahkan Jack duduk.

“Terimakasih,” Jack tersenyum sambil memperhatikan Katherine. “Sudah lama sekali,” ujar Jack sambil duduk, “ibumu bilang kau bertualang ke sana kemari.”

“Ya. Dan aku menyukai petualangan itu. Aku mendapat banyak pengalaman. Bertemu orang orang.” Jawab Katherine. Bertemu brian, cowok brengsek seperti dirimu, dan bertemu Marvin, yang sejauh ini terlihat baik, manis dan tidak brengsek seperti kalian. Lanjut Katherine dalam hati.

“Kau tambah cantik, Katherine.”

“Terimakasih.”

“Bisakah kau duduk juga? Aku tidak akan menggigitmu.”

Katherine akhirnya duduk di hadapan Jack. Mereka lalu sama sama terdiam, bahkan setelah Mrs. Grayson menyuguhkan minuman untuk mereka, mereka masih diam.

“Kabar Chayenne tidak baik,” ujar Jack akhirnya.

“Aku tidak bertanya,” komentar Katherine.

“Aku tahu kau tidak akan bertanya, aku hanya memberitahu.”

“Jack, kupikir sebaiknya kau pergi. Tadi sepertinya ide buruk mengundangmu masuk ke sini.” Katherine akhirnya berdiri lagi.

“Chayenne stress. Ia ingin punya anak, tapi aku tak bisa memberikannya.”

“Maksudmu?” tanya Katherine kaget.

“Aku punya masalah dengan kesuburan. Banyak dokter dari banyak rumah sakit yang sudah kukunjungi mengatakan hal yang sama. Aku tidak subur, aku tak bisa memberi Chayenne anak.”

No way,” teriak Katherine kaget.

Yes way,” Jack tersenyum sedih, “karena masalah ini kami jadi sering bertengkar.”

“Kalian bisa mengadopsi anak.”

“Itu juga yang kukatakan pada Chayenne. Tapi Chayenne tidak mau.”

Katherine diam, dia tak tahu apa yang harus dikatakannya lagi.

“Baiklah, aku pulang sekarang, masih ada yang harus kulakukan, aku harus packing. Senang bertemu denganmu lagi Katherine.”

“Minumanmu, kau belum minum minumanmu.”

“Tidak usah, terimakasih. Maaf sudah merepotkan.” Jack berlalu dari hadapan Katherine. “Jangan lupa sampaikan berkas itu pada ayahmu.”

“Iya, akan kusampaikan.” Katherine memperhatikan kepergian Jack dengan perasaan tak menentu.

~ ~

Marvin mengemudikan mobilnya memasuki pintu gerbang de Cartijo. Ia ingin beristirahat di de Cartijo. Sudah sepuluh hari ini ia kurang beristirahat. Ia selalu sibuk menghadiri acara ini dan itu, peresmian ini dan itu, undangan ini dan itu. Ia bahkan harus ke luar kota selama beberapa hari. Berada di de Cartijo, membuat pikirannya yang penat akan terasa santai kembali.

Marvin berharap bisa menghabiskan waktu dengan Katherine di de Cartijo. Tapi karena sekarang hari Kamis, Katherine tidak mungkin ada di de Cartijo sekarang karena sedang bekerja. Ia biasanya datang hari jum’at malam.

Ia bahkan tak sempat menelepon Katherine saking sibuknya.

Marvin baru turun dari mobilnya ketika Lupita berlari menghampirinya.

“Mr. Guilarmo, syukurlah Anda datang. Anda harus membawa Katherine ke sini tuan, aku merindukannya.”

“Bukankah Katherine sedang kerja?” Marvin heran.

“Tidak, kata Ursula Katherine tidak kerja lagi di La Amaryllis.

“Tidak kerja lagi disana?” Marvin heran.

“Anda tidak tahu?” Lupita menatap Marvin kaget. “Miss Ortega menyuruh Katherine berhenti bekerja dan mengusirnya dari rumah karyawan La Amaryllis.

“Apa?!”

“Sekarang aku tak tahu Katherine dimana. Aku mencoba menghubunginya tapi tak pernah berhasil.” Lupita hampir menangis mengatakan itu, “aku khawatir padanya.”

Marvin langsung menelepon Katherine, tapi nada sibuk yang ia terima. Ia terus menelepon dan Katherine tetap tidak bisa dihubungi.

~

Katherine menatap sim cardnya dan menyimpannya di laci meja di samping tempat tidurnya dengan perasaan sedih. Ia ingin menenangkan diri dulu, baru menghubungi teman temannya di de Cartijo nanti. Maafkan aku teman teman, bisiknya dalam hati. Ini semua terlalu berat untukku. Aku seperti dipaksa pergi dari tempat yang aku sukai, dari orang orang yang aku sukai. Aku tahu sewaktu waktu aku bisa kembali pada kalian, tapi situasinya akan tetap sama seperti ini, bahwa nanti aku pun tetap harus pergi lagi. Jadi nanti atau sekarang sama saja karena pada akhirnya aku tetap harus meninggalkan kalian. Dan sekarang aku sudah  memutuskan. Aku akan tetap tinggal di sini karena masa depanku di sini, di rumahku, bersama keluargaku.

~ ~


BAB TUJUH
VILLA ORTEGA

“Marvin, demi Tuhan, berhentilah mondar mandir di hadapanku, kepalaku pusing melihatnya,” Nyonya Laurie berteriak pada Marvin yang mondar mandir di hadapannya. Sejak datang ke rumahnya barusan, Marvin terus marah marah padanya.

“Aku tak percaya bibi membiarkan ini. Kenapa bibi tidak meneleponku dan menceritakan semuanya padaku?”

“Ini hanya masalah sepele Marvin.”

“Masalah sepele? Katherine pergi masalah sepele?”

“Dia hanya jalan jalan. Dia sedang liburan. Aku memberinya cuti. Ini baik untuknya. Untuk refreshing.”

“Ya, tentu saja. Lalu bagaimana kalau dia tidak mau kembali?” teriak Marvin kesal. “Aku mencintainya bibi. Aku tidak mau kehilangan dia.”

“Ya Tuhan, kau serius Marvin?” Nyonya Laurie kaget.

“Tentu saja aku serius!”

“Kupikir kau cuma bercanda.”

“Katherine sangat special untukku bibi.”

“Kalau begitu kau cari Katherine sekarang dan bawa dia kembali ke sini.”

“Itu memang akan kulakukan.”

“Kalau begitu masalah terpecahkan. Bisakah kau duduk sekarang dan berhenti mondar mandir seperti ini?”

“Tidak.” Marvin menghela nafas panjang, “Pamela mana? Dia ada di kamarnya?”

“Tidak, dia sedang pergi. Sudahlah Marvin, jangan memperbesar persoalan. Pam tidak tahu dengan apa yang dilakukannya.”

“Tentu saja dia tahu. Bibi jangan membelanya seperti ini. Tindakannya tetap salah, kekanakan, egois.”

“Bibi tidak membelanya. Bibi hanya tidak punya pilihan. Bibi tidak mau Pam pergi dari rumah ini dan..” kata kata Nyonya Laurie terhenti ketika didengarnya suara mobil Pamela masuk halaman rumah. “Pam datang,” ujar Nyonya Laurie pelan.

“Tinggalkan kami berdua Bi, aku ingin bicara dengannya.”
“Jangan memarahinya Marvin, dia..”

“Tolong Bibi, tinggalkan kami berdua.”

“Oke,” Nyonya Laurie akhirnya pergi dari ruang tamu Keluarga Ortega dan pergi ke dapur.

Pamela yang baru masuk ke dalam rumah terkejut melihat Marvin ada di ruang tamu rumahnya. “Wow, kakak sepupuku tersayang yang super sibuk ada di sini. Ini kejutan.”

“Apa yang sudah kau lakukan pada Katherine?”

“Katherine?” Pamela terkejut, dia terdiam beberapa saat. “Oh Ya Tuhan, hebat sekali wanita itu. Pertama ibuku, lalu kau, keahliannya ternyata mencuri perhatian orang orang yang kusayangi.”

“Tidak ada yang mencuri apapun dari dirimu. Kau tidak pernah ada untuk ibumu saat ibumu butuh dirimu, butuh teman bercerita, butuh teman curhat. Katherine yang ada untuknya, tapi lalu kau mengusirnya pergi?”

“Dia pantas mendapatkan itu karena..”

“Hanya karena ibumu menolak pergi denganmu dan memilih pergi dengan Katherine kau mengusirnya Pamela? Demi Tuhan.”

“Masalahnya tidak sesederhana itu. Ia mencoba mencuri ibuku.”

“Kau yang membiarkan ibumu dicuri! Bagaimana mungkin kau menimpakan kesalahan pada orang lain!”

“Kakak sepupuku yang sangat menyayangiku biasanya tidak semarah ini padaku.” Pamela hampir menangis. “Ia selalu membelaku.”

“Adik sepupuku yang kusayang juga biasanya tidak bersikap menyebalkan seperti ini.” Ujar Marvin sambil mengeluarkan handphone-nya. “Cari Katherine secepatnya Pamela, minta maaf padanya dan bawa dia kehadapanku.”

“Tidak akan. Jangan bermimpi. Aku tidak akan melakukan itu.”

“Baiklah, kalau itu pilihanmu.” Marvin lalu menelepon sekretarisnya. “Bianca, tolong kartu kredit atas nama Pamela Ortega dibekukan untuk sementara waktu.”

“Marvin! Kau tak mungkin melakukan ini padaku.” Teriak Pamela histeris.

“Ya Bianca, terhitung mulai sekarang. Kau cepat beritahu banknya.” Marvin tak menggubris teriakan Pamela, ia terus ngobrol dengan sekretarisnya.

“Marvin! Kau tidak sungguh sungguh!”

“Aku sungguh sungguh,” ujar Marvin setelah mengakhiri pembicaraannya dengan sekretarisnya. “Kartu kreditmu tidak bisa digunakan lagi sekarang.”

“Aku tak percaya ini!”

“Sebaiknya kau percaya. Seperti aku bilang, cari Katherine, minta maaf padanya dan bawa dia ke hadapanku, baru kartu kreditmu aktif lagi.”

“Marvin!”

“Semakin lama kau mencarinya, semakin lama juga kartu kreditmu tidak bisa digunakan!”

“Marvin!”

“Aku pulang sekarang.”

“Marvin!”

“Itu pilihanmu Pamela. Kalau kau tak perlu kartu kreditmu lagi juga tak apa apa. Tidak masalah buatku.”

“Aku sangat memerlukannya. Tentu saja aku memerlukannya.”

“Kalau begitu cari Katherine sekarang.”

“Itu tidak mungkin, aku..”

Marvin tak mendengarkan kata kata Pamela lagi. Ia berjalan ke arah mobilnya dan segera pergi meninggalkan halaman rumah keluarga Ortega.

~





BAB DELAPAN
RUMAH DANAU


Ini tidak mungkin terjadi padaku, ini hanya mimpi buruk. Pamela terus menggerutu. Ia benar benar tak punya pilihan. Ia sangat memerlukan kartu kredit dari Marvin  untuk menopang biaya hidupnya sehari-hari.

Oh, brengsek, kupikir masalah Katherine hanya berhubungan dengan ibu saja. Bagaimana mungkin Marvin bisa terlibat di dalamnya? Apakah Marvin menyukai Katherine? No way! Orang seperti Katherine? Yang benar saja. Masih banyak wanita lainnya yang lebih menarik dari Katherine.  Pam terus mengeluh dalam hati. Ia sekarang sedang berada dalam taksi yang akan membawanya ke alamat rumah keluarga Reeve.

Teman temannya ikut membantunya mencarikan alamat keluarga Reeve lewat internet, media sosial, bahkan menelepon rumah keluarga yang mempunyai nama belakang Reeve satu satu. Sama seperti dirinya, teman temannya juga bergantung pada kartu kredit dari Marvin, karena Pam sering mentraktir mereka ini dan itu dan pergi ke tempat tempat yang mereka sukai dengan menggunakan kartu kredit itu sehingga teman temannya rela membantunya.

Ketika alamat Katherine akhirnya berhasil ia dapatkan, Pamela langsung menarik nafas lega. Ia berharap bisa cepat cepat membawa Katherine pulang lagi ke Seville sehingga kartu kreditnya bisa cepat digunakan lagi.

Mrs. Grayson membukakan pintu ketika Pamela membunyikan bel di kediaman keluarga Reeve.

“Ya, ada yang bisa dibantu?” tanya Mrs. Grayson pada Pamela.

“Hai, aku mencari Katherine.”

“Sebentar aku panggilkan.”

Katherine turun dari tangga rumahnya dan tertegun melihat Pamela sedang menunggunya di ruang tamu rumahnya.

“Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana cara kau menemukan rumahku? Ibumu tidak tahu alamat rumahku.” Cerocos Katherine kaget.

“Aku berusaha mencarinya,” Pamela tersenyum serba salah. “Katherine, aku minta maaf atas apa yang sudah kulakukan. Saat itu aku sedang emosi dan..”

“Jadi aku harus memaklumi sifat emosimu gitu? Semudah itu?”

“Aku tahu aku salah, seharusnya aku tidak melakukan hal itu, untuk itulah aku datang ke sini mencarimu.”

“Kau mau datang jauh jauh mencariku untuk minta maaf?” teriak Katherine tak percaya.

“Teleponmu susah dihubungi. Aku tak punya pilihan.”

“Kupikir pasti ada sesuatu,” ujar Katherine lambat lambat.

“Sesuatu apa?”

“Entahlah. Sesuatu yang mendorongmu melakukan ini.”

“Tidak, sungguh, ini karena aku merasa sangat bersalah.”

“Ya, tentu saja.”

“Ayolah Katherine, tolong maafkan aku.”

“Kau janji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi pada siapapun?”

“Aku janji.”

“Bagus, sebaiknya memang begitu. Sebelum kita melabrak seseorang atau menyakiti hati orang lain, pikirkan apa akibatnya.”

“Oke.”

“Luka yang kita timbulkan pada hati orang lain akan berbekas Pamela.”

“Oke.”

“Mungkin bisa sembuh, tapi akan berbekas. Orang itu akan selalu mengingat perlakuan buruk kita pada dirinya.”

“Oke.”

“Jadi berhati-hatilah sebelum kita bikin masalah dengan orang lain.”

“Oke. Jadi kau memaafkanku?”

“Ya.”

“Terimakasih.”

“Ya.”

Pamela masih duduk di hadapan Katherine.

“Aku sudah memaafkanmu, sekarang kau boleh pergi dari rumahku.”

“Ehm, satu lagi Katherine. Bekerjalah lagi di tempat ibuku. Ibu sangat memerlukanmu.”

“Tidak, ibumu tidak memerlukanku, karyawannya banyak.”

“Baik, tidak apa apa kalau tidak mau bekerja di sana lagi, kau boleh kembali ke rumah karyawan La Amaryllis lagi.

“Rumah itu khusus diperuntukkan untuk karyawan La Amaryllis. Bagaimana aku bisa tinggal di sana kalau aku tidak bekerja di La Amaryllis lagi.”

“Kau pengecualian. Kau special. Kau tetap boleh tinggal di sana walau bukan karyawan La Amaryllis lagi. Kau ikut denganku ke Seville ya, please Katherine?”

“Aku tidak mau, aku tidak akan kembali ke sana. Aku mau membuka toko roti dan kue di sini.”

“Apa?!”

“Kenapa kau terkejut seperti itu?” Katherine menatap Pamela heran.

“Kau tidak akan membuka toko roti di sini, kau harus ikut denganku ke Seville.”

“Aku tidak akan ikut denganmu. Kenapa aku harus ikut denganmu?”

~

Katherine sedang memilih buah buahan yang segar di pasar tradisional di dekat rumahnya ketika teleponnya berbunyi. Sejak pulang ke rumah orangtuanya, Katherine menggunakan nomor telepon baru, yang tahu nomor teleponnya hanya keluarganya.

“Ya ibu, ada apa? Ibu mau minta dibelikan sesuatu?”

“Tidak Katherine, ibu tidak perlu apa apa hanya saja…”

“Hanya apa bu?”

“Temanmu Pamela, kapan kira kira dia pergi dari rumah kita? Sudah dua malam ia menginap di sini.”

Katherine diam, ia juga bingung harus bertindak bagaimana terhadap Pamela. Sejak Katherine menolak ikut pulang dengannya ke Seville, Pamela memaksa menginap di rumahnya. Untung orangtua Katherine mengijinkan.

“Aku tidak mungkin mengusirnya Bu. Ibunya sudah baik padaku saat aku tinggal di Seville. Apa saat ini dia bertingkah macam macam?” tanya Katherine.

“Tidak. Dia duduk manis di samping Candy memperhatikan Candy menggambar baju. Sepertinya ia tertarik dengan apa yang dilakukan Candy sehingga ikut mencoret coret sesuatu di sebuah kertas kosong.”
“Ya Tuhan,” gerutu Katherine kesal. “Ibu, aku harus bagaimana kalau ia betah tinggal di rumah kita?”

“Mungkin kau harus ikut dengannya pulang dulu ke Seville baru ke sini lagi, dia bilang dia tidak akan kemana mana sebelum kau ikut dengannya ke Seville.”

“Aku tidak mungkin ke Seville dalam waktu dekat ini Bu. Besok aku harus ke London, aku sudah pesan tiket pesawatnya. Aku empat hari di sana.”

“Bagaimana dengan temanmu kalau kau pergi ke London?”

“Aku tidak tahu, mudah mudahan kalau tidak ada aku dia mau pergi.”

“Ya, mudah mudahan.”

“Ibu jangan memberi tahu siapa siapa ya kalau aku mau pergi. Aku nanti malam akan pergi diam diam ke bandara. Aku takut Pamela mengikutiku.”

“Ya, tenang saja. Ayahmu yang nanti akan mengantarmu ke Bandara. Mobilnya ia titipkan pada tetangga kita Mr. Philips, biar nanti tidak berisik dan membuat Pamela bangun.”

Katherine tertawa, “kita seperti main kucing kucingan.”

“Ya.” Mrs. Reeve ikut tertawa, “sampai makan siang nanti, Sayang. Mengemudi hati hati.”

“Ya ibu, bye. Sampai nanti.”

Katherine kemudian termenung sambil memegang buah apel yang besar. Ia tak mengerti kenapa Pamela begitu ngotot mengajaknya kembali ke Seville.

Ia lalu memperhatikan apel yang dipegangnya. Ia kemudian tersenyum saat ingat Brown, kuda kesayangannya di de Cartijo. Katherine akhirnya memutuskan untuk pergi ke kastil impian lebih dulu sebelum pergi ke rumah bibi Alice dan Paman Daniel.


~ ~





BAB SEMBILAN
KASTIL IMPIAN

Katherine tak percaya bisa melihat kastil impian lagi. Dulu ketika pergi meninggalkan keluarga Williams, Katherine tak punya keinginan untuk kembali ke rumah pertanian keluarga Williams di Edinburg ini lagi walau Katherine sangat menyukainya. Tapi ternyata ia di sini lagi. Dan ia sangat bersyukur karenanya.

Kastil impian adalah rumah pertanian dengan satu bangunan utama yang besar yang terdiri dari dua lantai, puluhan kamar tidur di dalamnya, ruang keluarga yang luas, ruang televisi yang luas, ruang makan yang luas, dapur yang luas, halaman yang luas, istal dan puluhan kuda di dalamnya. Bangunan kastil impian adalah khas rumah rumah di Edinburg yang tertata rapih dengan corak batu bata yang lebar. Suasana asri pedesaan begitu terasa di sini. Pagar yang mengelilingi rumah pertanian Williams adalah pagar kayu dengan pintu gerbang yang juga terbuat dari kayu.

Dari Luton Airport London tadi, Katherine hanya menempuh satu jam perjalanan menggunakan pesawat. Sampai bandara Edinburg Katherine masih harus menggunakan bis untuk mencapai kastil impian. Dulu Katherine biasanya menggunakan bis secara langsung dari London. Waktu yang ditempuh Katherine menuju rumah pertanian keluarga Williams yang cantik ini bila menggunakan bis sekitar sebelas jam. Katherine pergi dari terminal bis Victoria di London jam sepuluh malam dan sampai kastil impian jam delapan pagi. Katherine harus melewati kota kota eksotik di Inggris seperti Sheffield dan Newscastle sebelum mencapai Edinburg. Pemandangan yang Katherine suka bila melewati Newcastle adalah jalanan di pesisir laut utara yang terletak di sebelah timur laut pulau Britania. Pemandangan di pesisir laut itu cukup indah bagi Katherine dan Katherine menyukainya. Jika naik kereta Katherine biasanya menempuh perjalanan kurang lebih lima jam dari stasiun Euston, London ke stasiun Glasgow. Dari stasiun Glasgow Katherine masih harus naik bis selama 1 jam lebih untuk mencapai rumah pertanian keluarga Williams.

Pergi naik bis atau kereta biasanya Katherine lakukan kalau ia sedang pergi sendiri. Ia lebih suka naik kereta dan bis daripada mengendarai mobil. Ia malas kalau harus mengemudi selama sebelas jam perjalanan. Tapi pernah beberapa kali Katherine pergi ke kastil impian berdua Brooke dengan menggunakan mobil Brooke dan mereka mengemudi secara bergantian.

Sampai di halaman kastil impian, Katherine merasa heran karena seluruh halaman kastil dihias seperti akan ada pernikahan.

Banyak perubahan lainnya dari kastil tersebut. Kastil tersebut sekarang terlihat lebih rapi dan terawat, tidak seperti dulu saat Katherine meninggalkannya. Ada tambahan taman bunga di sana sini. Semuanya terlihat begitu cantik.

Katherine akhirnya berjalan ke belakang bangunan utama untuk menemui Mrs. Alison, ketua pelayan di sana yang dulu Katherine kenal. Ia berharap Mrs. Alison masih kerja disana. Dan harapan Katherine terkabul karena ternyata Mrs. Alison masih mengenali dirinya.

“Katherine, Ya Tuhan, apa kabar, aku merindukanmu,” Mrs. Alison memeluk Katherine erat. “Ayo masuk.” Ia lalu mengajak Katherine masuk melalui pintu dapur. “Aku minta maaf, tempat ini hari ini hingga tiga hari mendatang akan dipakai acara pernikahan. Jadi agak ramai. Kamar di rumah ini penuh semua digunakan tamu tamu yang datang ke pernikahan. Kau tak keberatan kan tidur di kamarku, berdua denganku?” tanya Mrs. Alison.

“Tidak apa apa Mrs. Alison.” Katherine tersenyum.

“Kalau begitu ayo ke kamarku dulu, kau mandi dan istirahat dulu, aku akan menyiapkan camilan dan minuman untukmu.”

“Oke,” Katherine langsung mengangguk setuju.

~

Jam baru menunjukkan pukul delapan malam saat Katherine melihat Mrs. Alison terus terusan menguap. Sepertinya Mrs. Alison lelah sekali dan ingin cepat cepat tidur.

“Mrs. Alison, kalau Anda ngantuk, Anda tidak usah menemaniku. Aku memang biasa tidur larut kok.”

“Tidak apa apa, sebentar lagi aku tidur. Ada banyak sekali yang ingin kuceritakan padamu Katherine, aku yakin, kau pasti tak akan suka mendengarnya.”

“Tentang apa?” tanya Katherine heran.

“Tempat ini.” Mrs. Alison menghela nafas pelan, “Sekarang bukan milik keluarga Williams lagi.”

“Apa?” teriak Katherine kaget. “Yang benar?”

“Ya. Benar.”

“Mereka menjualnya?”

“Ya, mereka menjualnya. Mereka tak punya pilihan sehingga harus menjual tempat indah ini.”

“Apa yang terjadi Mrs. Alison? Apakah keluarga Williams mempunyai masalah keuangan?”

“Itu betul. Perusahaan mereka nyaris bangkrut. Mereka bahkan tidak sanggup menggaji karyawan mereka sehingga keputusan untuk menjual rumah pertanian ini mereka ambil untuk mengatasi masalah keuangan yang mereka hadapi. Perusahaan mereka malah didanai oleh beberapa investor dari luar negeri agar bisa tetap berjalan.”

“Bagaimana mungkin Williams Property bisa sampai mengalami kebangkrutan?” tanya Katherine heran, “seingatku saat kutinggalkan dulu keuangan di perusahaan sangat sehat, tidak ada masalah apapun.”

“Ini semua karena ulah suami Brooke.”

“Brian?” tanya Katherine kaget.

“Ya. Sejak menikah dengan Brooke, Brian diberi kepercayaan oleh Mr. Williams untuk mengelola perusahaannya karena pengalaman Brian juga dibidang properti. Pada mulanya semua berjalan lancar, tidak ada kendala apa apa. Tapi lama kelamaan perusahaan mengalami masalah keuangan karena pengeluaran ternyata lebih banyak dari pemasukan.”

“Lalu?”

“Brian sepertinya suka investasi disana sini tanpa melihat apakah usaha tempat ia berinvestasi sehat atau tidak. Singkat cerita ada beberapa usaha yang tidak sehat sehingga perusahaan mengalami kerugian. Dan semua diperparah dengan hobi  gambling  Brian di bursa saham.”

“Lalu apa yang terjadi?”

“Ya itu tadi. Perusahaan mengalami kebangkrutan karena punya masalah keuangan yang parah. Kalau masalah keuangan tersebut tidak cepat ditanggulangi maka banyak karyawan yang harus dipecat, dan mau tak mau perusahaan itu tutup. Akhirnya suami dari Angela, Timothy Taylor, kau ingat Angela, anak dari isteri Mr. Williams yang sudah meninggal?”

“Ya, aku ingat,” kata Katherine.

“Nah suami Angela, Mr. Taylor, akhirnya mengatasi masalah ini. Dan atas kesepakatan antara Mr. Williamas, anaknya dan menantunya, rumah pertanian ini akhirnya mereka jual.”

“Ya Tuhan, sayang sekali, padahal tempat ini indah sekali.”

“Aku juga menyayangkan hal itu, tapi itu satu satunya jalan agar perusahaan kembali sehat.”

“Lalu apa tindakan mereka terhadap Brian?” tanya Katherine penasaran.

“Mereka memecat Brian. Aku tidak tahu Brian kerja dimana sekarang. Ia dan Brooke sekarang tinggal di sebuah apartemen. Aku dengar sejak Brian dipecat, Brooke bekerja lagi di perusahaan periklanan tempat ia bekerja dulu sebelum ia menikah.”

“Ya, di AE Advertising.”

“Iya, di sana. Kalau Brian aku tak tahu kerja dimana sekarang.”

“Perusahaan Williams Property jadi sehat lagi?”

“Ya, berkat pasokan dana dari hasil penjualan tempat ini dan dari pinjaman modal beberapa teman Mr. Taylor, keuangan perusahaan Williams Property sehat lagi. Mr. Taylor sekarang yang jadi pimpinan perusahaan tersebut. Teman Mr. Taylor banyak. Tersebar dari beberapa negara Eropa lainnya. Bahkan teman ia juga yang membeli tempat ini.”

“Aku tetap merasa sedih tempat ini bukan menjadi milik keluarga Williams lagi.”

“Tapi pemilik barunya baik kok. Dia juga idenya sangat briliant. Dulu waktu masih jadi milik keluarga Williams tempat ini dibiarkan begitu saja. Digunakan hanya saat saat tertentu ketika keluarga Wiliams liburan. Kalau sekarang tidak.”

“Memang sekarang tempat ini dijadikan apa Mrs. Alison?”

“Bisnis untuk acara pernikahan seperti yang kau lihat hari ini. Semua sudut dihias dengan cantik.”

“Ya, semua orang sibuk sekali hari ini.” Katherine tertawa. “Apakah pelayan pelayan di sini selalu sibuk seperti ini?”

“Selalu.” Mrs. Alison tersenyum, “Kami hampir jarang beristirahat, karena kau tahu yang membooking tempat ini untuk acara pernikahan sudah penuh hingga akhir tahun. Dan kau tahu, sekali menyewa tempat ini untuk acara pernikahan harganya berapa? Sangat mahal. Amat sangat mahal. Ya bagaimana tidak mahal, ada tigapuluh kamar dengan fasilitas bintang kelas lima disini, ditambah pemandangan yang bagus, taman yang indah, air mancur yang cantik belum lagi fasilitas lainnya. Tapi orang orang yang menyewa tempat ini seperti tidak mempermasalahkan betapa mahal harganya tempat ini.”

“Ya, bagi orang orang kaya uang bukan masalah.” Komentar Katherine.

“Tepat sekali. Mereka berebut tempat ini untuk pesta pernikahan mereka, dari mulai para sosialita, selebrities, politikus, olahragawan, aktor, komedian, semuanya sepertinya ada.”

“Bisnisnya mengiurkan sekali,” Katherine kembali tertawa.

“Sangat menggiurkan,” Mrs. Alison tersenyum, “aku masih terus kagum pada pemilik yang baru. Diawal mula merenovasi tempat ini hingga menjadi seperti sekarang ia keluar uang sangat banyak. Itu diluar uang pembelian tempat ini. Tapi hanya biaya renovasi. Tapi dua tahun berlalu, yang aku dengar dari bagian keuangan, uang yang ia keluarkan sudah kembali dan ia bahkan mendapat untung besar dari bisnis ini.”

“Kalian kecipratan tidak?” tanya Katherine sambil bercanda.

“Tentu saja gaji kami disesuaikan. Ada biaya lembur tersendiri bila kami kerja overtime. Belum bonus dan lain lain.”

“Syukurlah, aku senang mendengarnya. Karyawan yang bekerja disini tetap pegawai lama?”

“Ya, pegawai lama ditambah pegawai baru. Untuk pegawai baru sepertinya mereka memang biasa kerja di hotel atau semacam itu karena pekerjaan mereka profesional sekali. Ada bagian Public Relations khusus, ada bagian promosi khusus, bahkan HRD juga ada. Kita juga punya pengacara untuk menghandle kontrak kerja dengan para penyewa.”

“Kuda kuda Mr. Williams bagaimana? Beralih juga jadi kepunyaan pemilik yang baru?”

“Tentu saja. Tapi Mr. Williams dan keluarganya diperbolehkan datang ke sini untuk berkuda kapanpun mereka mau. Tamu tamu yang menginap disini juga begitu. Itu semacam fasilitas tambahan.”

“Aku kangen paman Daniel dan Bibi Alice.” Ujar Katherine sambil menguap.

“Kapan kau mengunjungi mereka?”

“Mungkin lusa. Aku mungkin hanya semalam menginap di mansion mereka. Setelah itu aku pulang lagi ke negaraku.”

“Kenapa hanya sebentar Katherine?”

“Aku hanya berkunjung saja Mrs. Alison, tidak menetap seperti dulu. Ngomong ngomong, besok aku boleh nginap lagi kan? Aku suka udara di sini. Di sini udaranya segar sekali.”

“Tentu saja. Tapi kau harus cukup puas tidur dikamarku seperti sekarang.”

“Tidak masalah.”

“Padahal kalau ada salah satu kamar kosong, aku ingin menempatkan kau disana. Kamar di sini asik sekali Katherine. Elegan sekali. Sangat nyaman. Ada perapian kalau musim dingin tiba. Jendelanya besar besar sehingga cahaya matahari di pagi hari bisa masuk.”

“Kapan kira kira aku bisa tidur di salah satu kamar itu?” harap Katherine.

“Aku tidak bisa memastikan,” Mrs. Alison tertawa. “Karena yang nyewa selalu antri. Jadi kamar kamar itu tak pernah kosong, kecuali..” kata kata Mrs. Alison terhenti.

“Kecuali apa?”

“Ada satu kamar yang khusus diperuntukkan untuk pemiliknya jika dia datang ke sini. Kamar itu selalu kosong.”

“Oh, rumah dia di London juga seperti paman Williams?”

“Tidak, dia berasal dari luar negeri. Ayo Katherine, kita ke sana sekarang. Aku punya kuncinya.”

“Apa?” Teriak Katherine kaget. “Tidak Mrs. Alison, aku tidak berani.”

“Hanya malam ini Katherine. Besok kau harus tidur di kamarku karena yang aku dengar pemiliknya besok akan datang ke pesta pernikahan Miss. Barbara karena ayah Miss Barbara teman bisnisnya. Ayolah.”

“Mrs. Alison, aku tidak berani.”

“Ayo!.”

~

Katherine tersenyum gembira saat akhirnya bisa tidur di tempat tidur yang sangat nyaman yang sekarang ia tiduri. Tempat tidurnya luas. Kasurnya sangat empuk. Bantal dan gulingnya menurut Mrs. Alison terbuat dari bulu angsa.

Mrs. Alison tidak mau ikut tidur bareng Katherine di sini. Ia hanya mengantarkan Katherine ke kamar ini lalu pergi.

“Biasanya aku tak pernah melakukan ini,” ujar Mrs. Alison sebelum meninggalkan Katherine. “Baru sekarang aku melakukannya, maksudku membiarkan kau tidur di kamar bosku. Entah kenapa aku sangat ingin membantumu.”

“Tidak apa apa Mrs. Alison, cuma semalam kok, lagipula tidak akan ada barang barang di sini yang akan rusak atau kucuri.”

“Ya, tentu saja. Kau tak mungkin melakukan itu. Mudah mudahan Tuhan dan bosku mau memaafkanku.”

“Amin.” Katherine mengamini doa Mrs. Alison.

Mrs. Alison lalu berpesan besok pagi pagi sekali ketika Katherine bangun tidur ia harus membereskan tempat tidur dan mengunci kamar ini lagi dan memberikan kunci kamar ini pada Mrs. Alison.

Bagi Katherine tidak masalah asal ia bisa tidur di tempat nyaman seperti ini. Tadi Katherine juga sempat berendam air panas sambil minum wine. Ada bar kecil di kamar ini, ada televisi besar, ada meja kerja lengkap dengan laptop di atasnya. Ada kulkas kecil, ada perapian bahkan ada meja tempat bermain bilyard.

Katherine tidak menyalakan perapian karena udara malam ini sedang hangat.

Jendela besar di kamar ini ia biarkan terbuka dan tidak ditutupi tirai. Katherine ingin sinar matahari menerobos masuk melalui jendela itu dan memberi kehangatan pada kamar tersebut saat pagi datang.

~

Katherine terbangun ketika mendengar ketukan di pintu kamar. Untuk sejenak Katherine bingung ia berada dimana, tapi kemudian ia ingat ia sedang ada di kastil impian.

“Katherine, kau sudah bangun,” suara Mrs. Alison terdengar di balik pintu.

Katherine langsung loncat dari tempat tidur dan berlari ke arah pintu dan membukanya.

“Sudah jam delapan pagi. Acara pernikahan jam sepuluh. Ya Tuhan Katherine, ayo cepat keluar dari tempat ini, aku takut pemiliknya datang.”

“Sebentar aku bereskan tempat tidurnya dulu.”

“Cepatlah.”

“Iya.” Katherine langsung membereskan tempat tidur yang sudah ditidurinya.

“Tasmu mana Katherine, tasmu, biar kuambilkan.”

“Ada di kamar mandi.”

Mrs. Alison segera berlari ke kamar mandi. Ia lalu memeriksa sekali lagi barang barang Katherine lainnya takut ada barang Katherine yang tertinggal. Setelah semuanya aman ia lalu menarik tangan Katherine keluar pintu. “Ayo.” Ujar Mrs. Alison. “Kenapa kau bangun kesiangan?”

“Aku tidak tahu, aku tidur nyenyak sekali.”

“Sekarang berlarilah ke kamarku. Para tamu mulai berkumpul di halaman karena pesta pernikahannya akan dilaksanakan di sana.

“Mrs. Alison.”

“Ya?”

“Kau punya baju pelayan lainnya? Biar aku bantu kalian menghidangkan kue dan minuman.”

“Apa? Yang benar saja Katherine.”

“Iya. Aku ingin membantu kalian, aku tidak ada kerjaan hari ini.”

“Kau bisa jalan jalan di sekitar sini seperti yang biasa kau lakukan dulu.”

“Nanti saja jalan jalannya.”

“Baiklah, di lemariku ada beberapa baju pelayan, kau pakai saja salah satunya. Mudah mudahan tidak kebesaran di tubuhmu.”

“Mudah mudah tidak.” Kateherine tertawa sambil berlari ke kamar Mrs. Alison.

~ ~



Katherine tersenyum sambil memperhatikan penampilannya di depan kaca. Baju Mrs. Alison ternyata muat di tubuhnya karena tubuh mereka memang tidak berbeda jauh. Tidak gemuk, tidak juga kurus. Ia juga bersyukur karena baju pelayan di kastil impian harus memakai topi yang agak lebar sehingga wajahnya jadi sedikit tersembunyi.

Katherinepun akhirnya wara wiri di antara tamu sambil membawakan kue kue. Ia malas membawa minuman karena gelas gelas untuk menghidangkan minuman tersebut adalah gelas kristal yang mahal. Ia takut gelas itu pecah, jadi amannya ia hanya membawakan roti dan kue kue kecil.

Ketika pemberkatan pernikahan Barbara sudah dilakukan, para tamu yang tadi duduk hikmat di tempat duduk yang ditata rapi di depan altar kini mulai berbaur dan ngobrol satu sama lainnya. Mereka tertawa tawa, bahkan ada beberapa diantaranya yang berdansa.

“Miss Samantha Sanzhec, apa kabar? Lama tidak berjumpa denganmu, kau tambah cantik saja,” ujar seorang pria pada seseorang.

“Terimakasih.” Jawab suara seorang wanita.

Samantha Sanchez. Tunggu dulu. Katherine tertegun. Rasanya ia pernah mendengar nama itu. Dimana ya, siapa yang bilang. Oh salah satu temanku yang menyebutkan namanya. Ursula? Bukan? Deborah? Bukan. Jane? Ya jane yang bilang.. Katherine langsung membekap mulutnya karena kaget. Ya Tuhan, Samantha Sanchez adalah kekaksih Marvin.

“Mr. Guilarmo apa kabar? Aku senang kau bisa hadir di pernikahan putriku.”

“Kabar baik Mr. Ethan. Senang bisa bertemu denganmu lagi.”

MARVIN DISINI? Katherine berteriak dalam hati. Ia menarik topinya agar wajahnya tersembunyi. Ya Tuhan, Ya Tuhan, semoga ia tak melihatku. Aku tak menyangka ia menjadi salah satu undangan di pesta pernikahan ini dan..

“Tempat Anda indah sekali Mr.Guilarmo, aku sangat menyukainya.”

“Ya, terimakasih sudah menjadikan tempat ini sebagai bagian dari moment kebahagiaan Barbara.”

“Barbara dapat hadiah dari temannya. Temannya mau mengalah memberikan tempat ini pada Barbara lebih dulu. Ia menikah belakangan. Cukup susah untuk membooking tempat ini Mr. Guilarmo.”

“O, ya?” Marvin tertawa, “aku tak tahu itu. Mr. Howard yang mengurusnya untukku. Ia yang bertanggung jawab dengan tempat ini.”

“Ya, kemarin kemarin aku juga banyak berdiskusi dengan Mr. Howard.”

Katherine tidak mendengar lagi dengan apa yang mereka perbincangan. Ia berusaha kabur dari tempat Marvin berada secepatnya. Ia menaruh baki kuenya di atas meja yang dilewatinya dan berlari ke kamar Mrs. Alison.

Di depan kamar Mrs. Alison Katherine berusaha menenangkan nafas. Aku harus segera pergi dari tempat ini, Ya Tuhan, aku harus segera pergi dari tempat ini, teriak Katherine dalam hati.

“Hey, kau, enak saja kau malas malasan di sini. Cepat keluar dan bawa hidangan kue ini!” Ujar seorang pelayan wanita berambut pirang pada Katherine. “Kau dibayar tidak untuk malas malasan.”

Katherine ingin bilang kalau ia bukan pelayan di tempat itu tapi kata kata itu sangat susah keluar dari mulutnya. “Pe..perutku sakit,” akhirnya Katherine bisa berbicara juga dengan gumaman tak jelas.

“Apa?”

“Perutku sakit.”

“Huh, alasan!” pelayan berambut pirang itu akhirnya pergi dari hadapan Katherine.

Katherine cepat cepat masuk ke kamar Mrs. Alison dan mengganti bajunya. Ia akan pergi saat itu juga, tapi ia tak tahu cara berpamitan pada Mrs. Alison.

Katherine sedang mondar mandir dengan gelisah saat Mrs. Alison akhirnya masuk ke dalam kamar.

“Aku tidak melihat kau wara wiri di luar lagi.”

“Ya, aku sedang bersiap siap, kupikir aku akan mengunjungi paman Daniel dan bibi Alice sekarang saja.”

“Kenapa?”

“Tidak apa apa.”

“Pasti kau nanti malam malas tidur di sini ya? Tempat tidurmu di Williams Mansion memang sangat nyaman.” Mrs Alison tertawa.

“Tidak begitu kok. Aku kangen dengan mereka. Mungkin aku akan mengajak mereka jalan jalan dulu sebelum pulang ke negaraku. Aku kangen suasana London di waktu malam.”

“Oh, begitu. Baiklah hati hati di jalan ya.”

“Ok.” Katherine lalu diam, “ehm.. Mrs. Alison, apakah pemilik baru rumah ini berasal dari Spanyol?”

“Ya, namanya Mr. Guilarmo, ia ada di antara tamu yang hadir hari ini. Kenapa?”

“Tidak apa apa. Tadi orang orang memperbincangkan tentang dirinya.”

“Oh. Semua orang pasti memuji tempat yang indah ini.”

“Ya, itu yang mereka katakan,” gumam Katherine pelan. Kenapa kau tidak memberitahuku dari semalam Mrs. Alison Bahwa pemilik tempat ini Mr. Guilarmo! Teriak Katherine dalam hati. Tahu begitu aku tidak akan tidur di kamarnya!

“Kau mau naik apa ke London?” tanya Mrs. Alison saat Katherine mengenakan sepatunya.

“Kereta saja. Terimakasih atas semuanya Mrs. Alison. Aku akan sangat merindukanmu.”

“Aku juga Katherine. Andai kita bisa bertemu dalam waktu yang lebih santai, aku minta maaf tidak bisa menemanimu ngobrol banyak.”

“Tidak apa apa. Kapan kapan kita harus jalan jalan dan ngobrol dengan santai,” Katherine tertawa.

“Iya, aku setuju.”

“Aku berangkat sekarang.” Katherine mengambil tasnya sambil tersenyum. Tidak banyak yang Katherine bawa. Ia hanya membawa beberapa potong baju santai saja. Ia lalu memeluk tubuh Mrs. Alison erat.

“Iya Katherine. Selamat jalan. Dan hati hati di jalan.” Mrs. Alison balas memeluk Katherine erat.

Katherine akhirnya melepaskan pelukannya dan melambai sambil tersenyum ke arah Mrs. Alison. Ia lalu keluar dari arah pintu dapur dan berjalan menyusuri jalan setapak untuk mencapai jalan raya.

~

“Terimakasih sudah menemaniku ke sini,” Marvin tersenyum ke arah Samantha ketika Samantha siap siap akan pergi ke London. Salah satu teman Samantha mempunyai apartemen di London dan Samantha akan menginap di rumah temannya. Supir Marvin akan mengantarnya hingga bandara. Dari sana ia menggunakan pesawat ke London.

“Sama sama Marvin. Tempat  ini indah sekali, aku sangat menyukainya. Aku baru sekali datang ke sini dan aku sangat menyukainya.”

“Ya, tadinya aku tidak tertarik membelinya, tapi temanku, Tim, memaksaku. Keluarganya sedang mengalami masalah keuangan. Jadi ya...” Marvin terdiam sejenak. “Di awal awal membeli tempat ini aku tidak punya ide, apa yang harus kulakukan dengan tempat ini. Aku merasa sayang kalau tempat ini terbengkalai begitu saja sementara aku juga pasti jarang datang ke sini.”

“Tapi kau tetap harus mengeluarkan uang untuk perawatan tempat ini dan menggaji para pegawai di sini.” Samantha tertawa, “aku mengerti maksudmu.”

“Kau betul. Selain sayang karena tempat ini butuh dana perawatan yang besar, aku juga ingin memberi kesempatan pada orang orang untuk bisa menikmati keindahan pemandangan di sini. Akhirnya ide untuk menyewakan tempat ini muncul, dan seperti inilah keadaannya sekarang.”

“Kudengar tempat ini jadi tempat favorit.”

“Ya, kuharap akan tetap jadi seperti itu.”

“Baiklah, aku pergi sekarang.”

“Oke, hati hati di jalan.”

“Kapan kau kembali ke Seville?” tanya Samatha sebelum naik ke mobil.

“Mungkin lusa. Tim mengundangku makan malam besok malam di tempat ayah mertuanya. Aku tidak enak kalau langsung pulang tanpa memenuhi undangannya.”

“Baiklah, sekali lagi terimakasih sudah membawaku ke tempat indah ini.” Samantha tersenyum menatap Marvin.

“Sama sama dan kupikir..” Marvin terdiam sejenak.

“Kenapa?” tanya Samantha heran.

“Mungkin di waktu waktu mendatang aku tidak perlu bantuanmu seperti ini lagi.”

Wajah Samantha berubah kecewa. Ia sangat menyukai Marvin dan sangat mencintainya. Ia sangat suka dimintai bantuan seperti ini. Ia patah hati saat Marvin memutuskan hubungan mereka. Ia sempat stress, tapi Marvin kemudian minta bantuan padanya dan stressnya hilang. Tapi stress itu sepertinya akan kembali menerpa dirinya.

“Siapa wanita yang beruntung itu?” tanya Samantha pelan.

“Aku belum bisa bicara banyak,” Marvin tersenyum, “tapi aku harap kelak kalian bisa berteman.”

“Aku meragukan itu,” Samantha tertawa, “aku akan mencakar cakar wajahnya.”

“Tidak, kau tidak akan melakukan itu.”

“Tentu saja aku akan melakukannya. Aku cemburu sekali padanya.”

“Mr. Robinson, mengemudi hati hati ya,” ujar Marvin pada supirnya sambil membukakan pintu mobil untuk Samantha.

“Ya, tuan.” Jawab supirnya sopan.

“Serius Marvin, aku akan mencakar cakar wajahnya.” Samantha lalu masuk ke dalam mobil.

“Kau bukan kucing Samantha, kau tidak akan mencakar wajahnya. Sampai bertemu lagi.” Marvin menutup pintu mobil dan melambaikan tangan pada Samantha.

~ ~





BAB SEPULUH
WILLIAMS MANSION


Katherine tak percaya bisa berada di ruang tamu keluarga Williams yang luas dan indah lagi. Tadi Mrs. Rogers, salah satu pelayan di tempat kediaman Williams membukakan pintu untuknya. Sekarang, Mrs. Rogers sedang memanggil bibi Alice. Dari stasiun Euston tadi Katherine menggunakan taksi ke sini.

“Katherine, Ya Tuhan, sudah lama sekali, aku merindukanmu,” bibi Alice berteriak senang saat melihat Katherine. Ia lalu memeluk Katherine erat.

“Bibi sehat sehat saja?” Katherine balas memeluk bibi Alice.

“Ya. Bagaimana dengan dirimu? Kukira kau sedikit lebih gemuk.”

“Aku banyak makan.” Katherine tertawa.

“Duduklah sayang, kemana saja kau selama ini, apa yang kau lakukan di negaramu, kau bekerja dimana? Aku belum mendapat undangan pernikahan darimu, padahal kau berjanji kalau menikah akan mengundangku.”

“Aku memang belum menikah bibi”

“O, ayolah, jangan bilang tidak ada pria oke di luaran sana.”

“Aku belum menemukan yang cocok saja.”

“Kau harus cepat cepat menikah. Brooke sudah punya anak laki laki. Namanya Brandon. Ia..” kata kata bibi Alice terhenti. “Maafkan aku, aku terlalu bersemangat.”

“Tidak apa apa kok, Bi.”

“Sungguh?”

“Iya.”

“Kukira, sejak kejadian itu kau masih marah dan…”

“Dulu aku memang marah, tapi sekarang tidak lagi. Brandon ada dimana sekarang? Kata Mrs. Alison Brooke tinggal di apartemen sekarang.”

“Kau sudah bertemu dengan Mrs. Alison?”

“Ya. Aku sudah mendengar semuanya dari Mrs. Alison, aku menyesal dengan kejadian yang menimpa keluarga ini. Padahal rumah pertanian di Edinburg indah sekali.”

“Ya, dan sekarang indahnya berkali kali lipat dari sebelumnya. Pemilik barunya sudah menyulapnya menjadi tempat yang menakjubkan. Aku dan pamanmu dulu tidak kepikiran untuk menyewakan tempat itu.”

“Itu karena keluarga ini sering pergi ke sana untuk istirahat dan liburan, berbeda dengan pemilik barunya yang jarang datang ke tempat itu. Jadi manfaatnya juga beda Bi, keluarga Williams untuk liburan, dan pemilik baru untuk bisnis.”

“Memang.” Bibi Alice tersenyum, lalu ia mengeluarkan handphonenya, mencari cari sesuatu di handphonenya. “Ini Brandon, cucuku yang tampan.” Ujarnya sambil memperlihatkan sebuah foto pada Katherine, “aku sedih Brandon tidak tinggal di sini lagi.”

“Ia lucu, senyumnya mirip Brooke,” komentar Katherine, “jadi benar ia tinggal di apartemen bersama ibu dan ayahnya?”

“Hanya bersama ibunya saja. Brooke dan Brian sedang menjalani sidang perceraian.”

“Apa?” Katherine terkejut. “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”

“Brooke tak tahan dengan semuanya, terutama dengan hobi gambling Brian. Dulu sebelum Brian bikin ulah, mereka, - Brian dan Brooke - tinggal di sini karena kau tahu, kamar di sini banyak, sementara untuk menyewa apartemen di kota besar seperti London biayanya mahal sekali. Brandon lahir saat mereka masih tinggal di rumah ini. Brandon juga bahkan sempat tinggal di rumah ini selama hampir setahun. Tapi sejak perusahaan paman mengalami masalah dan Brian dipecat dari perusahaan, Brooke merasa malu lalu pindah ke sebuah apartemen. Brooke yang menyewa apartemen itu dengan uangnya. Diawal awal kepindahan mereka di apartemen, Brooke yang membiayai kehidupan mereka sampai tabungannya habis.”

“Brian tidak bekerja?” Katherine heran.

“Tidak. Kerjanya sehari hari hanya bertaruh ini dan itu. Ia berharap dapat untung banyak dari sana, tapi harapan tinggal harapan, sementara hidup harus terus berlanjut,  mereka harus terus makan. Brandon perlu susu. Akhirnya Brooke bekerja lagi di perusahaan tempat ia bekerja dulu, untung bosnya baik padanya dan mau memberi Brooke kesempatan.”

“Lalu?” tanya Katherine penasaran.

“Lalu kesabaran Brooke habis dan ia menuntut cerai.”

“Aku sedih mendengar hal itu, bibi, sungguh. Kupikir hidup Brooke baik baik saja.”

“Ya, aku juga. Tapi kurasa ini jauh lebih baik bagi Brooke daripada mereka terus terusan bertengkar. Brooke terlihat lebih bahagia sekarang. Keadaan keuangannya sudah oke lagi. Ia sudah mampu membayar biaya penitipan anak untuk Brandon karena kalau ia berangkat kerja ia harus menitipkan Brandon. Brandon belum sekolah. Tahun depan ia baru mau masuk playgroup. Brooke tak sanggup menyewa babysitter, karena di sini biaya sewa babysitter lebih mahal dari menitipkan anak ke sebuah lembaga penitipan anak.”

Katherine termenung. Ternyata banyak hal terjadi setelah kepergiannya dari keluarga Williams dan itu semua karena ulah Brian.

“Kupikir, kau beruntung tidak jadi menikah dengan Brian,” komentar Bibi Alice pelan. “Ternyata Brian hanya mengincar harta kekayaan suamiku. Tapi sayangnya saat itu Brooke tidak melihat itu, ia dibutakan oleh cinta dan..”

“Bibi, kupikir kita sebaiknya melupakan masa lalu saja. Aku malas membicarakan hal ini lagi.”

“Kau benar,” bibi Alice tersenyum maklum.

“Dan lepas dari apapun persoalan yang terjadi, sekarang sudah ada Brandon,” ujar Katherine lagi, “aku yakin Brandon jadi penghibur yang menyenangkan bagi keluarga ini.”

“Tentu saja Katherine. Brandon sangat lucu dan menggemaskan. Kau harus bertemu dengan Brandon.”

“Ya, bibi punya alamat Brooke? Mungkin nanti malam aku akan mengunjungi Brooke.”

“Ada Sayang, nanti aku berikan alamatnya. Sekarang kau harus bertemu paman Daniel dulu. Ayo.”

“Paman sedang apa?”

“Biasa, sedang mengajak anjingnya lari lari di halaman belakang.”

Katherine lalu mengikuti bibi Alice ke halaman belakang.

“Paman Daniel!” teriak Katherine saat dilihatnya Paman Daniel sedang berlari lari kecil dengan anjing kesayangannya.

“Katherine,” Paman Daniel melambaikan tangannya. Ia lalu berlari menghampiri Katherine. “Ya Tuhan, sudah lama sekali. Apa kabar Sayang?”

“Baik.” Katherine tersenyum.

“Paman ingin memelukmu tapi keringatan seperti ini,” Paman Daniel tertawa, “kau tinggal di sini lama kan? Kamarmu masih sama seperti dulu. Aku tidak memperbolehkan siapapun mengutak atik kamarmu. Jadi tetap dibiarkan kosong.”

“Tidak Paman, aku di sini hanya dua malam.”

“Ayolah Katherine, tinggallah lebih lama.”

“Tidak bisa, aku sudah memesan tiket pesawat untuk pulang.”

“Bisa dibatalkan pemesanannya.”

“Aku malas mengurus pembatalannya.”

“Ya, sudah, ayo kita minum teh sambil ngobrol. Kau sudah makan siang Katherine? Aku masih ingat kebiasaanmu yang suka terlambat makan. Kadang sore begini kau baru makan siang.”

“Sudah tadi di kereta.” Katherine tersenyum. “Paman jangan khawatir.”

“Di kereta? Memang kau dari mana?”

“Dari Edinburg,” bibi Alice memberitahu. “Dia sudah bertemu Mrs. Alison dan sudah melihat perubahan yang terjadi di sana.”

“Benarkah?” Paman Daniel terdiam sejenak. “Well, di sana jadi jauh lebih indah sekarang..”

“Paman, aku sedih tempat itu bukan jadi milik paman lagi.” Katherinepun langsung menangis.


~ ~



London di waktu malam, Katherine suka suasananya. Ia malam ini jalan jalan sendiri ke beberapa tempat yang biasa ia kunjungi dulu. Ia pergi ke restoran hamburger favoritnya, ke restoran es krim favoritnya. Ia lalu membeli beberapa syal dan sebuah jaket panjang yang cantik.

Tadinya ia mau mengajak bibi Alice dan Paman Daniel jalan jalan, tapi berhubung ia pulangnya mau mampir ke tempat Brooke, hal itu tidak jadi ia lakukan. Setelah sekian lama tidak bertemu Brooke, Katherine merasa ia butuh privacy untuk berdua Brooke saja.

Sore hingga malam tadi, Katherine, bibi Alice dan paman Daniel ngobrol tak henti henti. Mereka bertukar cerita tentang apa saja. Tapi Katherine lebih tertarik berbicara mengenai rencananya membuka toko kue dan roti daripada bercerita mengenai pengalaman kerjanya di Seville.

Setelah makan malam baru Katherine pergi jalan jalan. Sekarang jam sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Katherine lalu mencari taksi untuk pergi ke apartemen Brooke.

Ketika sudah sampai di pintu apartemen Brooke, Katherine  memencet bel dan menunggu dengan perasaan gugup.

Brooke membuka pintu dan menjerit histeris saat melihat Katherine “Katherine,” teriaknya, “kau benar benar datang. Aku merindukanmu.”

“Apa kabar Brooke?” Katherine tersenyum.

“Kabar baik, masuklah,” Brooke menarik tangan Katherine dan menutup pintu lagi. “Ibu sudah meneleponku dan bercerita kau sedang ada di London. Tadinya malam ini aku ingin ke rumah ibu dan ayah untuk menemuimu, tapi ibu bilang kau yang akan datang ke sini.”

“Iya, sekalian mengunjungi tempat tempat favorit yang biasa kukunjungi dulu. Ini untukmu,” Katherine menyerahkan sebuah tas kertas pada Brooke.

“Ini apa?” Brooke menerima pemberian Katherine sambil mengeluarkan isinya.

“Baju.”

“Wow, cantik sekali. Motifnya ceria sekali. Terimakasih Katherine.”

“Sama sama.”

“Baju ini beli dimana?”

Seville.”

Seville? Spanyol? Ngapain kau kesana?”

“Hanya jalan jalan.”

“Ooh.. sekali lagi terimakasih, besok pas kerja aku akan memakainya, ini baju yang sangat cantik.”

“Iya. Brandon sudah tidur?”

“Sudah. Aku membiasakan ia tidur awal dan tidak larut malam, biar jadi kebiasaan saja.”

“Boleh aku melihatnya?”

“Tentu, akan kutunjukkan kamarnya.”

Katherine lalu mengikuti langkah Brooke ke kamar Brandon.

“Pipinya tembam,” komentar Katherine saat memperhatikan Brandon yang sedang tidur dengan pulas. “Senyumnya mirip dirimu, aku tadi melihatnya di ponsel ibumu.”

“Ya, tapi matanya mirip ayahnya.”

Hening. Katherine dan Brooke tiba tiba saling bertatapan lama.

“A.. aku akan ambilkan minum dulu, kau mau minum apa?” Brooke tiba tiba merasa gugup.

“Tidak, aku tidak mau minum apa apa. Aku tadi sudah kenyang makan es krim.”

“Ba.. baiklah.”

“Brooke,”

“Ya?”

“Brian dimana sekarang?”

“Aku tidak tahu, aku tidak perduli. Dia pastinya ada di suatu tempat di luar sana. Kau mau apa mencari Brian?”

“Aku ingin menonjok hidungnya.”

Untuk sejenak Brooke kaget menatap Katherine, tapi kemudian ia tertawa terbahak bahak, “O Ya Tuhan Katherine, kau lucu sekali, tidak kau tidak mungkin berani melakukannya.”

“Aku berani melakukannya. Aku akan menonjok hidungnya sampai berdarah.”

“Kupikir itu ide yang bagus. Kau tonjok hidungnya, aku jambak rambutnya. Kita akan bekerjasama membuat ia terkapar.” Brooke tertawa lagi. Ia lalu memeluk Katherine erat, “Katherine, aku benar benar merindukanmu. Dari dulu kau selalu membuatku tertawa seperti ini. Kau harus tidur di sini malam ini, kita akan bercerita banyak hal seperti dulu.”

“Tapi ibu dan ayahmu…”

“Aku akan menelepon mereka, memberitahu bahwa kau tidur ditempatku.”

~ ~

Katherine memperhatikan Brooke yang sedang berdandan. Pagi ini Brooke terlihat cantik sekali. Mata Brooke berwarna hijau terang, rambutnya berwarna pirang terang   berbeda dengan Katherine yang punya mata biru gelap dan rambut cokelat kemerahan.

Brooke benar benar memakai baju yang diberikan Katherine seperti yang ia bilang semalam. Ia memakai baju bermotif ceria itu dan celana jeans hitam. Ia saat ini sedang berdandan karena akan berangkat kerja.

“Gajimu oke Brooke?” tanya Katherine sambil memperhatikan Brooke memakai lipstick.

“Kalau tidak oke, aku tidak akan bertahan bekerja di sana.”

“Syukurlah. Aku tidak mau kau kerja keras tapi penghasilanmu tak seberapa.”

“Yang terpenting sih, ada biaya bulanan untuk sewa apartemen, ada biaya untuk menitipkan Brandon di rumah penitipan anak selama sebulan, ada uang untuk susu Brandon. Dan uang untuk bensin, parkir dan lain lain. Aku bawa mobil ke tempat kerja. Tadinya kupikir aku ingin menjual mobilku tapi aku sangat membutuhkannya.”

“Brooke,”

“Ya?”

“Aku bisa meminjamkan uang kalau kau..”

“Tidak usah Katherine. Aku tidak sampai kekurangan kok. Oke, tabunganku sangat memprihatinkan, tapi aku tidak sampai kekurangan.”

“Bagaimana kalau begini saja, aku bayarkan sewa apartemenmu selama setahun, lalu kau bayar uang sewa itu padaku separuh saja setiap bulannya sampai lunas. Separuh uang biaya apartemenmu yang lain bisa kau tabung. Jadi kau punya tabungan cukup.”

“Serius kau mau membantuku seperti itu?” tanya Brooke kaget.

“Iya.”

“Katherine, kau baik sekali.”

Baik sekali adalah nama tengahku.”

“Jangan membuat aku tertawa lagi Katherine,” Brooke terbahak. “Kau benar benar lucu, aku heran, masa tidak ada sih cowok yang jatuh cinta pada orang selucu dirimu?”

“Hahaha. Sekarang kau yang lucu.”

“Jangan terlalu pemilih Katherine, ayolah, beri mereka kesempatan.”

“Stop. Berhenti disana. Aku tidak akan mendengarkan nasehat dari orang yang sudah mengalami kegagalan dalam rumah tangganya.”

“Justru yang mengalami kegagalan berumah tangga itu yang punya pengalaman. Nasehatnya baik, agar kau tidak mengalami kegagalan yang sama dengannya.”

“Kupikir aku mau melihat Brandon dulu.”

“Katherine!”

~


Marvin duduk di kursi mobil Timothy Taylor sambil memperhatikan keadaan jalan yang dilewatinya. Timothy menyediakan mobil khusus untuk Marvin lengkap dengan supirnya untuk menjemput Marvin ke Bandara lalu mengantarnya ke mansion keluarga Williams. Sejak Marvin membantunya, Timothy selalu memfasilitasi segala sesuatu yang terbaik untuk Marvin jika Marvin berkunjung ke London.

Timothy adalah teman kuliah Marvin. Mereka sempat terlibat bisnis di bidang penyewaan kapal pesiar sebelum akhirnya Timothy mengambil alih kepemimpinan perusahaan milik ayah Angela, isterinya.

Dulu Timothy biasa menyewa kapal pesiar itu dari Marvin. Kapal pesiar yang ia sewa ia sewakan lagi pada orang lain yang ingin pergi liburan menggunakan kapal pesiar tersebut. Ia memfasilitasi semuanya, dari mulai rute liburan, kamar yang nyaman, tempat tempat wisata yang ingin dikunjungi, makanan yang disajikan, minuman yang disajikan dan lain lain. Semuanya terangkum dalam beberapa paket liburan dengan berebapa harga yang berbeda. Ia yang menghandle acara liburan klien kliennya.

Tapi karena ayah mertuanya minta bantuan dirinya untuk mengatasi masalah di perusahaan Williams Property, ia lalu menyerahkan bisnis yang tadinya ia kelola pada adik laki lakinya.

Marvin kini memejamkan mata. Ia sebenarnya merasa ngantuk sekali. Selama berada di rumah pertanian di Edinburg, tamu tamu di sana terus ingin ngobrol dengannya tentang banyak hal sehingga ia kurang beristirahat. Ia memang tidak pernah bisa benar benar beristirahat dengan baik kalau tidak di rumahnya di Seville atau di de Cartijo.

Ingat de Cartijo, Marvin jadi ingat Kaherine, ia lalu tersenyum saat membayangkan Pamela yang sekarang sedang membujuk Katherine untuk pulang bersamanya ke Seville.

Menurut bibi Laurie, Pamela sedang berada di kediaman keluarga Reeve dan sedang membujuk Katherine, tapi sepertinya belum berhasil.

Marvin mau memberi waktu pada Pamela seminggu lagi. Kalau dalam batas itu Pamela benar benar tidak bisa membawa Katherine pulang ke Seville, ia sendiri yang akan datang untuk membujuk Katherine untuk ikut bersamanya.

Baru saja memikirkan Katherine, Pamela tiba tiba melakukan video call dengannya.

Ada apa Pam? Kau menyerah?” tanya Marvin langsung.

“Tidak akan!” teriak Pamela.

“Lalu kenapa kau meneleponku?”

“Aku cuma mau bilang aku TIDAK MENYERAH walau sekarang aku tak tahu Katherine berada di mana.”

“Kau tak tahu Katherine berada dimana?” Marvin heran.

“Iya. Sudah tiga hari ini dia pergi dari rumah tapi keluarganya tidak mau memberitahu padaku kemana dia pergi.”

“Dan kau tidak mencarinya?”

“Mencari kemana? Aku benar benar tidak punya ide dia ada di belahan dunia mana!”

“Lalu kenapa kau tetap di rumah Katherine dan tidak pulang?”

“Aku menunggu keajaiban.”

“Menunggu keajaiban?”

“Ya, siapa tahu Katherine besok atau lusa sudah pulang.”

“Ya, sudah, terserah, itu urusanmu. Sebentar lagi aku ada acara, aku akan matikan teleponnya.”

“Tu.. tunggu dulu Marvin. Kau lihat ini?” Pamela tiba tiba mengarahkan kamera teleponnya pada suatu kamar. “Ini kamar Katherine. Aku tahu kau penasaran sama kamarnya, dan ini kamarnya.”

“Pam, apa yang kau lakukan?”

“Itu tempat tidurnya, ini meja biasa Katherine duduk sambil mengetik sesuatu. Itu laptopnya, sayang laptopnya menggunakan password jadi aku tidak bisa mengutak atik isinya. Siapa tahu isinya fotomu semua.”

“Pamela, apa yang kau lakukan di kamar orang lain?”

“Ini bukan kamar orang lain. Ini kamar Katherine.”

“Kau tidak boleh melakukan itu, itu melanggar hak privacy seseorang.”

“Kalau Katherine menganggap kamarnya privacy, seharusnya ia mengunci kamarnya, tapi ia membiarkan kamarnya tidak terkunci sehingga aku bisa masuk.”

“Keluar dari sana sekarang Pamela.”

“O, ya, ini lemari baju Katherine. Kau lihat bajunya seksi seksi? O, iya, seharusnya aku merekam dia kalau sedang berenang. Dia seksi sekali kalau sedang berenang.”

“Pamela!”

“Apa sih teriak teriak melulu dari tadi. Kenapa kau tidak mematikan handphonemu kalau tidak mau melihat ini semua?!”

~ ~





Katherine memperhatikan penampilannya di depan cermin di kamarnya di Williams Mansion. Ia punya banyak baju yang ia tinggalkan di kamarnya ini ketika ia pergi dulu dan ternyata baju baju itu masih ada. Masih terawat rapi. Satu per satu dari baju baju itu diberi plastik sehingga tak berdebu. Juga diberi pewangi sehingga tidak bau apak. Pelayan pelayan di sini sepertinya merawat baju baju Katherine dengan baik.

Beberapa diantara baju baju itu adalah gaun malam yang cantik yang biasa Katherine pakai dulu. Dan ketika Katherine mencoba gaun malam itu satu persatu, semuanya begitu pas ditubuhnya, bahkan cenderung sempit karena dulu tubuh Katherine lebih kurus dari sekarang.

Katherine sebenarnya malas harus memakai gaun yang agak sempit itu di acara jamuan makan malam keluarga Williams. Tapi ia tak punya pilihan. Ia tetap harus hadir karena puteri Paman Daniel dari isterinya terdahulu yaitu Angela dan suaminya Timothy, ingin bertemu dengannya karena sudah lama mereka tak bertemu.

Acara jamuan makan malam keluarga Williams rutin diadakan minimal dua bulan sekali. Mereka selalu mengundang kerabat dekat mereka atau rekan bisnis mereka untuk menghadiri acara yang mereka adakan itu.

Tamu yang diundang biasanya berkisar antara tigapuluh sampai lima puluh orang.  Tamunya bisa itu itu saja atau bisa ditambah dengan orang orang baru tergantung tuan rumah maunya mengundang siapa.

Acara jamuan makan malam ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sosialita bibi Alice dan paman Daniel di London. Di waktu waktu berikutnya, mereka yang diundang untuk datang ke rumah teman atau sahabat mereka. Acara seperti ini biasanya diadakan agar ikatan pertemanan atau ikatan persahabatan di antara mereka tetap erat dan tidak terputus.

Hari ini Brooke tidak bisa datang ke acara jamuan makan malam karena Brooke bilang ia harus istirahat karena besok bekerja. Selain itu ia merasa kasihan pada Brandon karena setelah seharian Brandon dititipkan pada rumah penitipan anak, ia tak mungkin meninggalkan Brandon lagi pada malam harinya.

Tapi Brooke berjanji akan mengantar Katherine ke Bandara besok pagi sebelum berangkat kerja. Ia akan menjemput Katherine ke sini dan mengantar Katherine ke bandara.

Sambil dandan di depan cermin Katherine tiba tiba ingat Marvin. Ia merasa senang karena yang membeli rumah pertanian keluarga Williams di Edinburg adalah Marvin, sehingga suatu saat nanti kalau ia sedang ingin pergi ke sana ia bisa minta ijin pada Marvin dan Katherine merasa yakin kalau Marvin akan mengijinkan karena Marvin selalu baik padanya.

Tapi kenapa aku harus minta ijin? Renung Katherine, aku kan bisa menyewa tempat itu seperti yang lainnya. Ya, tentu saja aku akan menyewanya! Tapi… Mrs. Alison bilang menyewa tempat itu sangat mahal. Dan aku tidak mungkin menghambur hamburkan uangku untuk menyewa tempat mahal seperti itu!

“Kath,” Katherine terlonjak ketika suara seorang wanita memanggilnya dari balik pintu kamarnya, “apa kau sudah siap? Tamu tamu sudah berdatangan.”

“Sebentar,” Katherine berjalan ke arah pintu dan membukanya, “Angie, hai, apa kabar?” teriak Katherine gembira saat melihat putri paman Daniel.

“Kabar baik,” Angela tersenyum lebar ke arah Katherine. “Sudah lama sekali ya. Kukira aku tak akan pernah melihatmu di sini lagi.”

“Tapi aku ada di sini sekarang.”

“Iya, kau tambah cantik Katherine, dan tambah segar.”

“Terimakasih.”

“Apakah aku yang salah lihat atau kau sedikit gemuk dari sebelumnya?”

“Aku memang tambah gemuk.” Katherine tertawa, “aku tak bisa menghentikan kebiasaanku makan es krim.”

Angela ikut tertawa. “Baiklah, aku ke ruang makan duluan. Tadi ayah yang menyuruhku melihatmu ke sini.”

“Iya, aku menyusul sebentar lagi.”

“Oke”

Paman Daniel menyambut Katherine ketika Katherine memasuki ruang makan keluarga Williams yang luas.

“Semuanya, mohon perhatian sebentar,” ujar paman Daniel membuat tamu tamu yang hadir berhenti berbicara.

Marvin yang berada di antara tamu tamu tersebut ikut berpaling ke arah Mr. Williams dan dia sangat terkejut ketika melihat Katherine berdiri di samping Mr. Williams.

Itu benar benar Katherine? Ujar hatinya kaget.

“Ehm, semuanya, aku ingin memperkenalkan puteriku yang cantik; Katherine Aurora. Mungkin di antara kalian sudah ada yang kenal, tapi aku yakin banyak yang belum kenal. Ia dulu pernah tinggal di sini selama tiga tahun dan bekerja sebagai sekretaris eksekutifku di Williams property.” Paman Daniel tersenyum lebar, “banyak pria yang dibuat patah hati olehnya disana,” lanjut Paman Daniel sambil tertawa.

“Aku salah satunya Paman,” teriak seseorang yang duduk disamping bibi Alice.

Katherine melihat ke arah suara itu dan tersenyum ketika melihat teman kerjanya dulu di Williams Property, - Shane Smith -  melambaikan tangan padanya.

“Katherine menolak cintaku tapi selalu menerima cokelat pemberianku.”

Semua orang tertawa.

“Apa kabar Mr. Smith?” Katherine membalas lambaian tangan Shane Smith.

“Kabar baik sayang, kau tambah cantik saja sekarang. Apa sekarang aku masih punya kesempatan?”

“Sepertinya tidak, maaf.” Katherine tersenyum, “tapi aku akan tetap menerima cokelat pemberianmu.”

Tamu tamu yang hadir tertawa lagi.

Shane Smith lalu mengeluarkan ponselnya.

“Shane, apa yang kau lakukan?” tanya temannya, yang berdiri tidak jauh darinya.

“Aku mau memesan cokelat buat Katherine.” Shane Smith lalu berbicara dengan seseorang di teleponnya.

“Ya Tuhan, kau gila, Katherine cuma bercanda kali.”

“Ssst..” Shane Smith menyuruh temannya diam. Ia terus berbicara dengan seseorang.

“Katherine sayang,” teriak Shane Smith kemudian.

“Ya?” Katherine menatap Mr. Smith heran.

 “Cokelatmu sebentar lagi datang. Kurir yang akan mengantarnya.”

“SERIUS?!” Katherine berteriak kaget.

~


O great. Apa lagi yang tidak kuketahui tentang dirinya? Marvin memejamkan matanya untuk mulai tidur. Ia baru mencari tahu tentang diri Katherine pada Timothy lewat telepon. Ia sekarang sedang dalam penerbangan ke Spanyol. Ia tadi tidak ingin menegur Katherine. Ia terlalu shock dengan semuanya. Ia ingin menenangkan diri dulu. Katherine yang ia kenal adalah Katherine yang sederhana, bukan berasal dari kalangan high class seperti tadi. Ia tadi langsung pergi ketika acara makan malam belum dimulai.

Kata Timothy, Katherine dulu sempat mau menikah dengan seseorang yang bernama Brian Harrison, tapi tidak jadi. Brian kemudian malah menikah dengan Brooke, sahabat Katherine. Setelah pernikahan Brooke itu, Katherine akhirnya kembali pulang ke negaranya.

“Kath patah hati,” ujar Timothy tadi. “Aku juga tak percaya dengan apa yang terjadi. Aku tidak berbicara tentang cowok brengsek itu, karena sejak awal mengenalnya, aku tak pernah suka padanya karena tipenya oportunis gitu. Tapi aku berbicara tentang Brooke. Bagaimana mungkin Brooke tega melakukan itu pada sahabatnya sendiri?” Timothy menghela nafas panjang. “Tapi aku melihat Katherine mengalami banyak perubahan. Ia lebih  dewasa dan tenang sekarang. Dan lebih segar dan lebih lucu. Sejak dulu ia selalu lucu seperti itu. Ia dulu jadi idola di Williams Property. Kukira sekarang ia bisa mengatasi semuanya dengan baik. Hal itu terlihat dari wajahnya yang lebih ceria, tidak sedih seperti dulu. Mudah mudahan ia nanti bisa mendapatkan seseorang yang benar benar tulus menyayanginya.”

“Ya, mudah-mudahan.” Sahut Marvin setuju.

Marvin tak mengerti kenapa Brian bisa menyia nyiakan seseorang yang baik seperti Katherine. Menurut Marvin tindakan Brian itu bodoh sekali. Tapi Marvin suka dengan tindakan Brian yang bodoh karena tanpa kebodohan Brian ia tak mungkin  bertemu dan berkenalan dengan Katherine.

~


BAB SEBELAS
PAMELA FASHION

Katherine baru masuk ke kamarnya di rumah danau ketika Pamela tiba tiba memeluknya dengan erat.

“Katherine kau kemana saja. Aku merindukanmu.”

“Aku pergi cuma empat hari. Kau berlebihan. Dan kenapa kau belum pulang juga? Dan kenapa kau ada di kamarku dan bukan di kamar tamu?”

“Aku sakit.”

“Sakit?” teriak Katherine kaget. Walau ia kurang suka pada Pamela tapi bagaimanapun Pamela anak aunty Laurie yang disayanginya, jadi Katherine harus menjaganya.

“Apa yang sakit Pam?”

“Semuanya. Tubuhku, hatiku. Aku sekarat Katherine. Tolong aku.”

“Serius?” Katherine panik.

“Ya. Satu satunya yang bisa menyembuhkanku kau harus ikut aku pulang ke Seville.”

Katherine terdiam sejenak, lalu mendorong tubuh Pamela kesal “bercandamu kelewatan.”

“Aku tidak bercanda Katherine, kumohon, pulanglah bersamaku. Karena kalau tidak...”

“Kalau tidak kenapa?”

Pamela diam sebentar, “kalau tidak, Marvin tidak akan mengaktifkan kartu kreditku lagi.”

“Apa?!”

“Iya, itu ancamannya. Ia menyuruhku datang padamu, minta maaf lalu membawamu  ke hadapannya.”

“Jadi kau minta maaf padaku atas perintahnya? Bukan atas keinginanmu?” teriak Katherine kaget.

“Tidak, tidak seperti itu. Aku benar benar minta maaf. Iya, oke, aku akui tadinya seperti itu. Tadinya karena Marvin yang menyuruhku. Tapi sekarang aku benar benar minta maaf dengan tulus. Ayolah Katherine, ikut aku. Aku betul betul memerlukan kartu kredit itu. Tanpa itu, aku tak tahu harus bagaimana.”

“Kau bisa bekerja.”

“Nah! Itu dia yang aku ingin bicarakan denganmu. Masalah pekerjaan. Ayo lebih baik kita duduk dulu dan ngobrol dengan tenang.”

“Aku tidak bisa ngobrol dengan tenang, aku lapar dan haus. Aku belum makan siang.”

“Baik, hanya sepuluh menit, setelah itu kau boleh makan.”

Katherine akhirnya duduk sambil cemberut.

“Begini, aku tidak mau bekerja di perusahaan orangtuaku, aku juga tidak mau bekerja di salah satu perusahaan Marvin, aku mau usaha sendiri. Aku mau bekerja di perusahaanku sendiri.”

“O, ya, dan apa itu?”

“Dibidang fashion. Aku ingin memproduksi baju. Designnya dariku, Candy sudah memberiku inspirasi. Hobinya corat coret mendesign baju sudah menulariku.”

“Terus?”

“Terus aku perlu modal awal. Dan modal itu bisa aku peroleh dari kartu kreditku. Kau tahu, aku bisa menarik uang tunai yang sangat banyak dari kartu kreditku. Marvin yang membayarnya.”

“Terus?”

“Terus agar kartu kreditku bisa aktif lagi, kau harus ada di hadapan Marvin. Aku harus berhasil mengajakmu kembali ke Seville, ke hadapannya.”

“Pam,”

“Ya?”

“Orangtuamu kaya raya. Kau anak mereka satu satunya. Menurutku mereka dengan senang hati akan memberimu modal.”

“Kalau kejadiannya tiga tahun lalu itu mungkin. Kalau sekarang tidak mungkin.”

“Kenapa tidak mungkin?”

Pamela menghela nafas pelan, “Well, dulu, kurang lebih tiga tahun lalu, aku agak berlebihan dalam menghamburkan uangku. Aku punya tabungan, aku juga dibekali kartu kredit oleh orangtuaku dan... suatu hari aku beli mobil yang sangat mahal karena bujukan teman temanku.”

“Lalu?”

“Lalu mobil yang sangat mahal itu akhirnya kujual lagi.”

“Lalu?”

“Lalu uang hasil penjualan mobil itu habis untuk mengajak teman temanku keliling dunia. Temanku banyak. Mau mereka macam macam.”

“Oke, aku tidak mau mendengar apa apa lagi. Itu kesalahanmu. Waktu sepuluh menitmu habis. Aku mau makan.”

“Katherine, please, baru delapan menit. Dua menit lagi.”

‘Aku bilang aku tidak mau dengar apa apa lagi.”

“Dari kejadian itu orangtuaku akhirnya menggunting kartu kreditku dan menyuruhku kerja. Lalu aku datang pada Marvin untuk minta bantuannya. Karena Marvin sangat sayang padaku, dia lalu membantuku. Pengeluaranku selama tiga tahun ini ditanggung olehnya. Dan sekarang ia menghentikan bantuannya. Bantuannya akan kembali berlanjut kalau aku berhasil membawamu pulang ke Seville. Tolonglah Katherine, aku sekarat.”

“Sekarang begini. Aku hanya akan memberimu satu kesempatan. Lakukan rencanamu seperti yang tadi kau bilang padaku. Buka usaha fashion-mu. Bekerja dengan benar dan sungguh sungguh. Gagal atau berhasil itu terserah nanti, yang penting kau sudah berusaha.”

“Oke.”

“Jangan bermalas malasan lagi Pam. Hentikan kegiatan hura huramu.”

“Oke.”

“Kalau kau tidak menepati janjimu, aku tidak mau mengenalmu lagi.”

“Oke.”

~ ~

Marvin tersenyum menatap Katherine yang kini duduk di hadapannya di ruang kerjanya di de Cartijo. Pamela ternyata benar benar membawa Katherine ke de Cartijo lagi. Entah apa yang sudah dilakukan Pamela untuk membujuk Katherine, sehingga Katherine sekarang ada di hadapannya. Ia sangat merindukan Katherine. Walau ia sempat melihat Katherine di kediaman keluarga Williams beberapa hari yang lalu, tapi ia sangat merindukannya.

“Kartu kreditku bisa digunakan lagi kan, Marvin?” Pamela yang duduk disamping Katherine menatap Marvin harap harap cemas.

“Sudah minta maaf pada Katherine?”

“Sudah.”

“Sudah dimaafkan oleh Katherine?”

“Sudah.”

“Kau betul betul sudah memaafkannya Kath?” Kali ini Marvin bertanya pada Katherine, “karena kalau tidak, bilang saja tidak. Jangan terpaksa memafkannya padahal hatimu tidak benar benar memaafkan.”

“Ya ampun Marvin, Katherine sudah memaafkanku.”

“Aku tidak bertanya padamu.”

“Sudah,” Katherine tertawa, “aku memaafkannya dengan syarat Pam tidak melakukan hal itu lagi pada siapapun.”

“Kau dengar itu Pam?”

Yeah.”

“Baiklah, kalau begitu sebaiknya kau pulang sekarang. Ibumu mengkhawatirkanmu. Kartu kreditmu aktif lagi.”

“Oh terimakasih Marvin, aku menyayangimu.”  Pamela memeluk Marvin dengan gembira, ia lalu tersenyum ke arah Katherine. “Aku pulang dulu, nanti aku meneleponmu.”

“Oke.” Sahut Katherine.

Pamela lalu berjalan ke arah pintu.

“Aku minta maaf atas kekacauan yang sudah dilakukannya.” Ujar Marvin ketika Pamela sudah pergi.

“Tidak apa apa, saat itu Pam sedang emosi saja.”

“Ya, mudah mudahan dia tidak meledak ledak seperti itu lagi.”

“Mudah mudahan,” Katherine tersenyum.

“Kau akan kembali bekerja di La Amaryllis?”

Katherine terdiam sejenak. “Entahlah, kurasa aku off dulu.”

“Dan apa yang akan kau lakukan? Kau tidak akan kembali ke negaramu dalam waktu cepat kan?”

“Tidak, kupikir aku masih akan di sini untuk sementara waktu.” Jawab Katherine, Maafkan aku Ibu, lanjut Katherine dalam hati saat ingat pesan ibunya agar Katherine cepat cepat kembali pulang setelah mengantar Pamela ke Seville. Aku terlalu menyukai de Cartijo Bu.

“Baguslah.” Marvin tersenyum menatap Katherine, “santai saja dulu. Nikmati hari harimu. Kau boleh tinggal di sini selama kau mau.”

“Terimakasih Mr. Guilarmo.”

“Sama sama Katherine. O, ya, bisakah kau memanggil namaku saja?”

~ ~


Lupita menjerit senang ketika Katherine muncul lagi di dapur de Cartijo.

“Kupikir aku tak akan melihatmu lagi,” ujar Lupita sambil memeluk Katherine. erat. “Miss Ortega benar benar keterlaluan.”

“Tapi dia sudah meminta maaf.”

“Ya, tapi tetap saja keterlaluan.”

Katherine tertawa, “kadang orang berbuat salah dalam hidupnya. Kita juga begitu. Hidup kita kan tidak selalu sempurna.”

“Nah ini yang aku suka dari Katherine,”Amanda ikut memeluk Katherine. “Kata-katanya selalu bikin hati kita jadi tenang.”

“Kau tahu, Mr. Guilarmo sangat sedih saat tahu kau pulang ke negaramu.”

“Lupita, jangan mulai.”

“Aku serius. Mr. Guilarmo lebih sering menghabiskan waktunya di sini. Ia sering bekerja di ruang kerjanya di sini, di de Cartijo. Ia menghubungi anak buahnya lewat telepon, video call atau internet. Pernah suatu kali ia juga melakukan meeting dengan karyawan karyawannya dari sini lewat video-call. Aku tahu karena aku sering membawakan kopi untuknya.”

“Tapi sekarang dengan kedatanganmu, rasa sedihnya pasti hilang,” Amanda tertawa.

Katherine hanya mampu tersenyum mendengar komentar teman temannya. “Kalian punya apa? Aku lapar sekali.”

~

Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya tidak seperti ini. Katherine mengusap peluh dikeningnya sambil mencari alamat yang dimaksud Pamela. Padahal cuaca sedang panas sekali. Seharusnya aku tidak terlibat terlalu jauh seperti ini.

Pada mulanya Katherine hanya akan membantu Pamela menemukan tempat yang cocok untuk memulai usahanya.

Ia berhasil menemukan tempat itu, sebuah bangunan tingkat empat yang cukup luas. Letaknya di perbatasan Seville dan Malaga.

Setelah bangunan ketemu, Pamela masih meminta bantuannya mencari furniture. Maka ia dan Pamela berbelanja furniture. Ia dan Pamela juga yang menata semuanya.

Lantai pertama mereka khususkan untuk kantor, ada ruang customer service, kantor khusus untuk ruang design, ruang tamu, dan display yang besar untuk menaruh baju baju yang kelak sudah selesai dijahit. Termasuk beberapa diantaranya manequin manequin yang nanti mereka butuhkan. Lalu ada kantor untuk ruang pemasaran. Pemasaran baju Pamela nantinya akan dilakukan dengan dua cara; secara online dan dijual langsung dengan cara dititipkan ke departemen departemen store atau toko toko baju yang akan menjadi partner kerja Pamela fashion nantinya.

Lantai dua adalah ruang produksi, terdapat beberapa kamar yang disekat sekat dengan fungsi yang berbeda beda. Ada ruangan yang cukup luas untuk menjahit, disana paling tidak sudah disediakan sepuluh mesin jahit. Lalu ada ruang untuk membuat pola, memotong pola, memotong bahan, finishing dan lain lain.

Lantai tiga diperuntukkan untuk gudang, untuk menaruh semua bahan yang diperlukan untuk memproduksi baju, dari mulai kain dan aksesoris baju lainnya, seperti pita, kancing, resleting, benang, jarum dan lain lain.

Lantai empat diperuntukkan untuk ruang tidur karyawan bagi mereka yang ingin menginap. Di sana disediakan juga balkon yang luas untuk bersantai komplit dengan taman yang indah, dan sofa sofa empuk yang berjejer rapi untuk beristirahat. Bahkan tempat untuk barbeque juga turut disediakan.

Katherine masih tinggal di de Cartijo, tapi jika hari sudah terlalu larut malam untuk Katherine pulang ke de Cartijo ia biasanya menginap di kantor Pamela di kamar karyawan di lantai empat.

Sesekali Pamela yang mengantar Katherine pulang ke de Cartijo dengan mobilnya, tapi bila Marvin sedang tidak sibuk, Marvin yang mengantar atau menjemput Katherine dari dan ke de Cartijo.

Setelah tempat kerja siap dengan semua perlengkapan yang mereka butuhkan, akhirnya Pamela dan Katherine merekrut karyawan. Lalu setelah karyawan mereka dapatkan, mereka mulai memproduksi baju sesuai design yang dihasilkan Pamela.

Sekarang, Katherine sedang sibuk mencari model untuk acara pagelaran busana Pamela yang pertama.

Dan untuk keperluan mencari model itulah, Katherine sekarang kepanasan seperti ini.

Pamela melabeli bajunya dengan namanya sendiri; Pamela Ortega. Jenis baju yang ditawarkan adalah untuk gaun santai dan gaun bepergian untuk para gadis muda. Pamela sudah banyak memproduksi baju sehingga ia siap memasarkan bajunya. Dan hal utama yang ia lakukan pertama kali adalah membuat pagelaran. Ia juga nanti akan menghubungi media massa agar mereka ikut meliput kegiatan pagelaran bajunya yang pertama.

Akhirnya Katherine menemukan alamat yang dimaksud Pamela. Ia lalu masuk ke agency model yang dimaksud Pamela.

Katherine bertekad akan berhenti membantu Pamela setelah pagelaran busana Pamela yang pertama selesai. Ia sudah menghabiskan waktunya selama empat bulan lebih untuk membantu Pamela merintis usaha fashion-nya itu. Katherine nanti ingin benar benar punya waktu untuk dirinya sendiri.

~ ~

Marvin menatap bingung laporan yang ada di tangannya. Sekretarisnya baru memberitahu dirinya bahwa dalam empat bulan terakhir ini, tidak ada pengeluaran sama sekali dari kartu kredit Pamela. Padahal biasanya selalu ada tagihan tiap bulannya dan Marvin – lewat sekretarisnya – selalu membayar lunas tagihan yang ditujukan pada Pamela tiap bulannya, berapapun jumlahnya.

Jadi darimana modal Pamela untuk usaha bajunya kalau ia tak mempergunakan kartu kredit dariku? Pikir Marvin heran. Marvin langsung menelepon Pamela dan menanyakan hal itu. Ia menduga bibi Laurie atau Paman Paul yang memodali usaha Pamela.

“Tidak, bukan mereka.” Pamela tertawa.

“Lalu siapa Pam?”

“Seorang sahabat yang baik hati.”

“Pam, jangan macam macam, kau tidak terlibat peminjaman uang yang membahayakan kan?”

“Tidak Marvin, kau jangan khawatir. Tapi aku tetap butuh kartu kreditmu, untuk emergency. Memegang kartu itu membuat aku merasa sangat tenang. Aku hanya sedang belajar mandiri saja Marvin. Aku tahu kau bisa membantuku, tapi aku tidak mau manja lagi seperti dulu. Aku sedang ingin belajar mandiri.”

“Aku tetap khawatir kau tidak bisa membayar pinjaman modalmu dengan benar atau tepat waktu sehingga nantinya jadi bermasalah atau kau kenapa kenapa.”

“Ah, tenang saja. Katherine tidak memberiku bunga kok.”

“KATHERINE?” teriak Marvin kaget. “KATHERINE YANG MEMBERIMU MODAL?”

Pamela bengong. Ia sudah keceplosan ngomong.

“Bukan aku yang memintanya, sungguh. Ia yang memaksaku. Tapi kami punya perjanjian kok, pakai lawyer segala. Paling cepat aku mengembalikan modal dalam waktu lima tahun, dan paling lama sepuluh tahun.”

“Dan kalau dalam waktu sepuluh tahun tidak kembali?”

“Bikin perjanjian baru.”

“Dan kalau dalam perjanjian baru itu kau tetap tidak bisa mengembalikan?”

“O ayolah Marvin, kau sangat menyepelekan aku. Siapa tahu dalam lima tahun ke depan usahaku sukses dan aku bisa meraih untung sehingga aku bisa mengembalikan semua uang Katherine tepat waktu.”

“Sekarang Katherine mana?”

“Lagi nyari model untuk pagelaran busanaku yang pertama. Aku sekarang sedang ngurus ijin pagelaran dan lain lain.”

“Pam, aku punya teman yang punya agency model yang...”

“Aku tahu kau punya teman dan punya segalanya Marvin. Tapi tolong, jangan bantu aku, ok? Biarkan aku berusaha.”


~


Suasana di restoran tempat Katherine makan siang lumayan sepi. Katherine makan di sebuah restoran yang menyajikan makanan cepat saji. Dan Katherine memesan patatas bravas, semacam french fries, tapi kentangnya dipotong kotak kotak, bukan memanjang dan dibumbui dengan bumbu saos pedas dan mayonaise. Melengkapi patatas bravas, Katherine juga memesan ayam bakar dengan bumbu campuran antara lada hitam, saus tomat, bawang bombay, kaldu, garam, gula, merica dan pala bubuk dan sedikit mentega, sausnya sejenis saus steak.

Untuk melengkapi papatas bravas dan ayam bakar bumbu tadi, Kateherine memesan lemon tea yang segar.

Katherine merasa lapar dan haus setelah mencari model agency yang disarankan Pamela dan bertanya tanya kepada pemilik model agency berapa harga model yang bisa dihire.

Sekarang Katherine mau istirahat dulu sambil makan siang. Tapi baru saja ia mau menyeruput lemon teanya, Pamela meneleponnya.

“Gimana Kath?”

“Mahal Pam.”

“Mahal?”

“Iya, di New York aja tidak segitu harganya, padahal agency model tadi tidak terlalu terkenal, kau dapat dari mana sih?”

“Dari temanku.”

“Ooh.. temanmu dapat info dari mana?”

“Aku tidak tahu ia dapat dari mana. Ya sudah kau kembali saja ke kantor, nanti kita diskusi lagi.”

“Ehm.. Pam, aku ada ide.”

“Ide apa?”

“Bagaimana kalau teman temanmu saja yang memperagakan bajumu.”

“Apa?” teriak Pamela kaget. “Kau bercanda?”

“Tidak, aku tidak bercanda, mereka pasti mau, apalagi mereka sering kau traktir ini itu. Masa sih tidak mau membantumu. Kau bayar saja mereka dengan harga teman, mereka pasti mau.”

“Mau sih mau, tapi kan mereka tidak profesional, mana bisa mereka jalan di atas catwalk.”

“Ya, nanti kita cari instruktur lah yang mau ngajarin. Kita masih punya waktu tiga minggu. Ini bisa menekan pengeluaran. Kalau pagelaran pertamamu ini sukses, pagelaran berikutnya baru kau sewa model profesional.”

“Yah, idemu tidak terlalu buruk sih.”

“Aku juga bisa minta bantuan Ursula dan Deborah. Mereka ramping ramping dan tinggi. Mereka pasti senang bisa membantu.”

“Oke Katherine, sampai bertemu di kantor.”

“Ok. Bye.” Katherine lalu mematikan hubungan teleponnya dan melanjutkan minum lemon tea.

~ ~


Sore ini Katherine sibuk mengetik sesuatu di depan komputer di salah satu ruangan di kantor Pamela. Walau Katherine bukan pekerja di Pamela Fashion, tapi ia mengikuti waktu kerja di sana. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam lima sore. Ia bahkan punya ruangan khusus tersendiri, walau itu sifatnya hanya sementara waktu.

Ia saat ini sedang membuat daftar nama model yang akan memperagakan baju baju Pamela di pagelaran baju Pamela yang pertama.

Sejauh ini sudah ada sepuluh teman Pamela yang bersedia membantu, ditambah Ursula dan Deborah yang bekerja di La Amaryllis jadi dua belas. Sisanya sebanyak delapan model berhasil Katherine dapatkan secara online. Mereka model profesional dan bekerja secara freelance. Katherine lebih suka berhubungan dengan para model freelance itu langsung daripada dengan  agency model karena harga honor mereka jauh lebih murah. Tidak ada fee segala macam.

Data honor untuk para model itu juga sudah Katherine berikan pada Rebecca, karyawan Pamela di bidang keuangan. Pamela yang menentukan berapa saja honor yang akan diterima teman temannya dan honor yang akan diterima para model yang sudah berpengalaman.

Sedang asik asiknya Katherine mengetik, Isamar, karyawan Pamela di bagian Customer Service datang menghampirinya.

“Katherine, di luar sana ada seseorang yang mencari Pamela. Ia cantik sekali. Sepertinya aku sering melihat wajahnya di majalah majalah, tapi aku lupa namanya.”

“Siapa kira kira?” Katherine heran.

“Aku tidak tahu, aku sudah bilang Pamela sedang pergi, tapi dia bilang dia akan menunggu.”

“Biar aku telepon Pam.”

“Sudah, Pamela sudah kutelepon, Pamela sedang dalam perjalanan ke sini.”

“Lalu kenapa kau mencariku kalau memang sudah menelepon Pam. Biar saja tamu itu menunggu.”

“Ya, siapa tahu kau ingin bertemu dengannya. Ia cantik sekali Katherine. Seperti boneka barbie.”

“Serius?” Katherine jadi penasaran.

“Iya.”

“Haduh, seingatku aku tidak memanggil model lagi. Model yang didapat sudah cukup.”

“Ya mungkin Pamela yang memanggil.” Ujar Isamar.

“Mungkin.” Katherine melanjutkan mengetik.

“Kau tidak ingin bertemu dengannya?” Isamar masih berdiri di samping Katherine.

“Kenapa aku harus bertemu dengannya? Dia tamunya Pam.”

“Tapi dia cantik sekali, kau tahu kulitnya halus bagai porselen. Aku rasa kalau ada nyamuk yang hinggap dikulitnya yang mulus itu juga bakalan jatuh.”

“Saking licinnya?”

“Iya, saking licinnya. Jadi nyamuk itu tergelincir.”

Katherine tertawa. “Kau ini bener bener ya Isamar.”

“Kenapa tertawa sih, aku serius.”

“Ya sudah ayo kita temui sama sama.”

Katherine akhirnya bangun dari duduknya dan pergi ke ruang tamu diikuti oleh Isamar. Dan Isamar memang tidak berlebihan. Tamu Pamela sangat cantik, Ramping, tinggi. Rambut wanita itu pirang terang dan bergelombang, matanya biru. Sekilas melihat wajahnya Katherine merasa pernah melihatnya di suatu tempat.

“Hai, aku Katherine, teman Pamela.” Ujar Katherine sambil tersenyum, “Pam sedang dalam perjalanan ke sini.”

“Iya, tidak apa apa, aku akan menunggunya.”

“Aku seperti pernah melihatmu.” Ujar Katherine lagi. Wanita itu cuma tersenyum.

“Ya, tentu saja kau melihatnya di majalah majalah, kan tadi aku sudah bilang,” komentar Isamar.

“Tidak, tidak di majalah, tapi di suatu tempat. Wajah ini sering aku lihat di... sebentar,” Katherine berpikir lagi. “Maddy. Aku ingat Maddy.”

“Maddy?” Wanita itu bertanya heran. “Madelaine?”

“Iya, Madelaine, kau mirip dengannya.”

“Aku memang ibunya.”

“Apa?!”

~


Katherine terus terusan makan keripik kentang di hadapannya, ia sudah habis tiga bungkus keripik kentang dan dua botol coke.

“Kau benar, dia cantik sekali,” ujar Katherine sambil mengambil bungkus keripik kentang yang keempat, tapi Isamar langsung merebutnya.

“Kenapa kau merebut keripikku?” teriak Katherine histeris.

“Keripik tidak baik untuk kesehatan.”

“Aku mau keripik kentangku lagi.”

“Oke, sekarang begini. Tarik nafas dalam dalam. Wanita cantik itu sudah pergi dengan Pamela entah kemana. Sekarang tolong kau ceritakan padaku kenapa kau jadi stress begini setelah melihat wanita cantik itu.”

“Aku tidak stress.”

“Tentu saja kau stress.”

“Darimana kau tahu aku stress?”

“Kau habis tiga bungkus keripik kentang dan dua botol minuman bersoda. Hallo.”

“Pantas saja Maddy cantik sekali,” keluh Katherine sambil menelungkupkan wajahnya di depan komputer “ia mewarisi kecantikan ibunya.”

“Aku tidak mengerti dengan apa yang kau maksud, dari tadi kau bilang Maddy.. Maddy. Maddy siapa sih?”

“Keponakan Pamela.” Jawab Katherine pelan.

“Keponakan...” Isamar menatap Katherine kaget. “Jadi Maddy itu anak Mr. Guilarmo?”

“Ya.”

“Dan wanita tadi mantan isterinya?”

“Ya. Namanya Cecil.”

“Aku ingat sekarang. Iya, Cecil. Namanya Cecilia Ricci. Ia supermodel asal Itali kalau tak salah.”

“Ya.”

“Katherine apa kau stress?”

“Ya.”

“Tuh kan aku bilang apa.”

“Apa?” Katherine kaget, “kau bertanya apa?”

Isamar tersenyum menatap Katherine. Ia akan sangat kehilangan kalau Katherine tidak membantu Pamela lagi, karena menurut Pamela, Katherine hanya akan membantunya sampai pagelaran busana pertamanya selesai. Padahal ia sering merasa terhibur kalau ada Katherine.

Ia merasa maklum Katherine jadi seperti ini karena yang ia tahu hubungan Katherine dengan Mr. Guilarmo sangat dekat. Mr. Guilarmo sering mengantar atau menjemput Katherine ke tempat ini. Ia juga sering membawakan makan siang untuk Katherine. Dan mereka makan siang bersama di meja kerja Katherine.

“Kau sebelumnya belum pernah bertemu Cecil?” tanya Isamar penasaran.

“Tidak pernah.”

“Sekalipun?”

Katherine menggeleng. “Dulu ia pernah diundang ke acara ulang tahun Mirella, puteri Mr. Guilarmo yang satunya, tapi tidak bisa datang.”

“Kau tidak pernah melihatnya di majalah atau tivi atau apa gitu.”

“Mungkin pernah. Tapi aku lupa dengan wajahnya.”

“Terus kenapa kau stress begini.”

“Ya, ampun aku tidak stress. Aku Cuma shock.”

Shock karena wanita itu sangat cantik? Atau..”

“Bukan, bukan itu, aku membayangkan ibu Maddy adalah wanita manja yang menyebalkan, tapi kelihatannya dia baik dan tidak seperti yang kubayangkan. Lalu, kenapa ia dan Mr. Guilarmo harus berpisah? Kasihan Maddy. Maddy kan masih kecil, ia masih sangat membutuhkan kasih sayang ibunya.”

“Aku benar benar tidak mengerti jalan pikiranmu Katherine, sungguh. Kupikir kau cemburu atau apa.”

“Aku merasa sedih Isamar. Aku hanya tidak mengerti dengan para orangtua yang egois yang menelantarkan anak anak mereka karena keegosian mereka.”

“Kupikir Maddy tidak ditelantarkan. Ia mendapatkan kasih sayang dari ayah dan ibunya dengan caranya sendiri. Mereka pasti menyayanginya.”

“Iya sih, tapi kau tak tahu Maddy. Dia sering ketakutan kalau bertemu orang orang. Hanya orang orang tertentu yang boleh mendekati dirinya. Pamela saja bahkan tak pernah berhasil mendekati Maddy. Kau tahu apa artinya? Secara psikologis, ia tak percaya pada orang lain, ia membuat batasan. Padahal ia masih kecil. Dan rasa tak percaya itu timbul mungkin akibat trauma karena orangtuanya berpisah. Ibunya tidak ada untuknya lagi, ibunya selalu meninggalkannya, ibunya jauh dari sisinya.”

“Tapi sekarang kalau situasinya dibalik. Maddy yang tinggal bersama ibunya. Mungkin dia juga menjadi ibu yang baik untuk Maddy, selalu ada untuk Maddy. Kita tidak bisa menghakimi atau menilai orang lain menurut sudut pandang kita Khaterine, karena apa yang kita duga belum tentu benar. Belum tentu ibu Maddy seburuk yang kita duga. Dan lepas dari itu, setiap orang itu punya persoalan sendiri sendiri dalam hidupnya. Mungkin ibu Maddy dan ayahnya punya persoalan yang memang benar benar tak bisa mereka pecahkan, yang tidak ada titik temunya.”

“Ya, mungkin kau benar.”

“Tapi yang ideal sih orangtua Maddy terus bersama.”

“Itu yang aku maksud dari tadi.”

“Tapi ya sudahlah, sebaiknya kita lupakan persoalan mereka. Ibu Maddy kan hanya masa lalu bagi ayah Maddy, kau masa depannya.”

Untuk sejenak Katherine kehilangan kata kata, tapi kemudian ia menjerit.

“Isamar! Itu tidak lucu.”

“Ya memang tidak lucu, yang bilang lucu itu siapa! Tapi itu kenyataan. Kau masa depannya. Mr. Guilarmo sangat mencintaimu, itu terlihat dari tatapan matanya setiap kali ia memandangmu.”

~

“Katherine, betisku sakit,” bisik Ursula pada Kahterine yang duduk di sampingnya. “Aku tidak biasa pakai hak tinggi seperti ini.”

“Sudahlah Ursula, kau harus sabar. Ini latihan terakhir, besok hari H-nya dan kau tidak harus memakai sepatu hak tinggi lagi.” Katherine balas berbisik. Ia dan Ursula duduk di pinggir stage. Mereka sedang gladi bersih, semua model hadir di sana. Cecil juga hadir. Ia ternyata mencari Pamela tiga minggu yang lalu untuk membantu Pamela. Bagi Cecil, Pamela tetap adik sepupunya yang ia sayangi walau ia sudah bercerai dengan Marvin.

Pamela sempat menolak tawaran Cecil karena ia tak akan mampu membayar Cecil, tapi Cecil malah tertawa mendengar itu, ia bilang ia tak perlu dibayar, ia hanya minta Pamela memberikan beberapa buah baju label miliknya untuk ia promosikan pada teman temannya.

Cecil datang membantu Pamela bukan hanya sebagai salah satu model tapi juga sebagai instruktur bagi model model lain yang belum berpengalaman. Cecil mengajarkan mereka cara berjalan di atas catwalk.

“Istirahat selesai, ayo bangun semuanya. Kita mulai lagi.” Cecil naik lagi ke atas stage.

“Aduh,” Ursula mengeluh lagi, “aku kan baru duduk selama lima menit.”

“Ayolah Ursula, semangat, nanti setelah pagelaran selesai, aku akan mentraktir kau, Deborah dan Jane ke tempat spa. Kita luluran, dipijit, dan santai santai disana.”

“Sungguh?”

“Iya.”

“Asiik,” Ursula akhirnya berjalan lagi ke atas stage. Dan Katherine tersenyum memperhatikan dirinya.

“Pam kelihatannya panik,” Marvin tiba tiba duduk di samping Katherine dan memberikan satu cup mochacinno panas pada Katherine. Udara di tempat pagelaran itu akan diadakan sangat dingin. Air conditioner nya central dan tidak bisa dikecilkan. Katherine sampai harus memakai jaket saking dinginnya. Pagelaran itu diadakan di suatu hotel terkenal.

“Terimakasih,” Katherine menerima minuman dari Marvin sambil tersenyum. “Kurasa itu hanya sementara, nanti juga Pamela biasa lagi” ujar Katherine, “ia hanya merasa cemas semua tidak berjalan sesuai rencana.”

“Ya. Aku sebenarnya ingin membantu Pam tapi ia menolakku terus.”

“Membantu apa?” Katherine heran, “sejauh ini semua bisa dihandle dengan baik.”

“Tentang promosi lewat media massa, aku kenal beberapa pimpinan media massa, kalau Pam mau, ia bisa bekerja sama dengan salah satu televisi swasta dan menayangkan langsung pagelaran ini. Itu akan sangat baik untuk mempromosikan bajunya.”

“Pam menolak usulanmu?”

“Ya.”

“Aku tidak bisa bertindak apa apa karena aku disini juga hanya membantunya. Tapi kupikir kau memang harus memberi kesempatan pada Pam dulu. Biarkan ia berusaha dengan caranya sendiri.”

“Kau benar,” Marvin tersenyum menatap Katherine, “terimakasih sudah membantu Pam selama proses ini. Dari mulai awal hingga pagelaran busana Pamela yang pertama. Pam banyak berubah. Ia tidak manja lagi seperti dulu. Ia sangat antusias dengan semuanya.”

“Sama sama,” Katherine balas tersenyum, “aku senang bisa membantunya.”

“Pam bilang setelah pagelaran besok selesai, kau tidak akan membantunya lagi.”

“Ya,” Katherine tertawa, “kupikir, aku perlu waktu untuk diriku sendiri sekarang.”

“Begitu?”

“Ya, aku ingin membuka toko roti.”

“Toko roti?”

“Iya.”

“Di Seville atau..”

“Kampung halamanku,” Katherine tersenyum menatap Marvin. Dia memutuskan harus pergi dari kehidupan Marvin sekarang, karena semakin lama ia tinggal di de Cartijo ia akan semakin terikat pada Marvin, tergantung pada dirinya dan nanti akan semakin sulit bagi dirinya untuk meninggalkan Marvin. Sekarang ia masih bisa menahan rasa sedih dan kecewanya saat ingat Marvin punya kekasih. Tapi nanti ketika perasaannya pada Marvin semakin dalam, ia pasti tidak akan bisa menghandle perasaannya dengan baik lagi seperti sekarang. Ia pasti akan merasa cemburu sekali pada Samantha. Katherine sering tak mengerti pada anggapan teman temannya bahwa Marvin menyukai dirinya padahal ia punya kekasih.

“Membuka toko roti tapi bukan di Seville,” ujar Marvin lambat lambat, “kampung halamanmu pasti indah sekali.”

“Ehm...” Katherine berpikir sebentar. Ia tak melihat keindahan apapun di sekitar rumah danau. Lebih indah de Cartijo kemana mana daripada rumah danau. “Yah, lumayan indah.” Ujar Katherine akhirnya.

“Boleh kapan kapan aku main ke rumahmu?” tanya Marvin membuat Katherine terkejut.

“Main ke rumah danau?” Katherine balik bertanya.

“Rumah danau? Rumahmu di atas danau atau..”

“Di pinggir danau,” sahut Katherine, “itu cuma julukan.”

“Ooh.. Apakah di sekitar rumahmu bisa memancing ikan?”

Untuk kedua kalinya Katherine terkejut, ini maksud pembicaraan Marvin apa sih, pake acara mancing ikan segala.

“Maksudku danau di sekitar rumahmu, apakah banyak ikannya?” kata Marvin lagi.

“Kurasa banyak. Ayah dan Mr. Philips sesekali suka memancing. Dan membawa ikan pulang untuk dimasak. Memang kau suka memancing?”

“Tidak, tapi aku bisa belajar menyukainya. Aku akan belajar memancing ikan pada ayahmu.”

Katherine terdiam. Marvin ingin pergi ke rumah danau belajar mancing ikan pada ayahnya? Di negaranya tidak ada danau apa!

“Mr. Guilarmo, maaf,” Isamar tiba tiba mendekati mereka, “aku perlu Katherine, aku perlu bantuannya.”

“Ada apa Isamar?” tanya Katherine.

“Ada beberapa media massa yang ingin wawancara.”

“Kan ada Pamela.”

“Sudah, Pamela juga sedang diwawancara. Tapi mereka banyak. Dan Pamela tidak bisa melayani mereka satu per satu. Kupikir kau bisa membantu Pamela karena pertanyaan mereka sebenarnya sederhana, hanya seputar gaya baju, tema pagelaran atau semacam itu.”

“Baiklah,” Katherine akhirnya bangun dari kursinya dan pamit pada Marvin untuk menemui wartawan.

~

Jangan menangis, kumohon jangan menangis lagi, Katherine terus terusan mengusap air matanya agar jangan turun, tapi ia tetap menangis. Ia sekarang sedang berada di toilet wanita, di tempat pagelaran busana Pamela diadakan.

Pagelaran busana Pamela baru saja selesai dan ternyata berakhir dengan sukses. Semua model yang bertugas memperagakan baju menyelesaikan pekerjaan mereka dengan baik.

Beberapa tamu undangan yang hadir bertepuk tangan sangat meriah untuk Pamela. Dan seperti dirinya yang menangis, nyonya Laurie juga ikut menangis terharu menyaksikan puteri semata wayangnya berjalan di atas catwalk sambil membawa bunga.

Katherine langsung pergi ke toilet saat tak bisa menghentikan tangisnya. Tapi ternyata air matanya tetap turun dan tak bisa berhenti. Katherine merasa sangat bahagia kerja kerasnya dengan Pamela tidak sia sia karena pesanan baju dari tamu undangan yang hadir langsung berdatangan. Tanpa sepengetahuan Katherine dan Pamela, teman teman Pamela ternyata melakukan promosi terus menerus baju baju Pamela di akun sosial mereka.

Teman teman Pamela kebanyakan adalah anak anak orang kaya seperti Pamela. Bahkan ada beberapa diantaranya selebritis, jadi cukup mudah bagi para selebritis itu mempromosikan baju Pamela pada para fansnya.

Isamar tadi kelihatan sibuk sekali. Ia kebanjiran pesanan. Tamu yang hadir antri untuk menuliskan pesanan mereka. Beberapa diantaranya ada juga yang memesan secara online. Dan Audrey, yang bertugas menerima pesanan secara online juga sibuk di depan laptopnya di meja depan mendata pesanan itu satu satu. Mereka tidak berada di kantor mereka, tapi bekerja seperti sedang berada di kantor.

Selain merasa gembira karena pagelaran busana Pamela yang pertama sukses, Katherine juga merasa sedih karena harus meninggalkan Marvin dan anak anaknya yang cantik. Itulah sebabnya kenapa ia terus terusan menangis.

“Katherine, kita sukses,” Pamela tiba tiba masuk ke kamar mandi dan memeluk Katherine erat. Seperti Katherine, Pamela juga menangis. Saat turun dari stage tadi setelah menerima bunga, yang Pamela cari pertama kali adalah Katherine. Pamela bahkan belum sempat menemui ibunya.

“Ya, kita sukses Pamela, kita berhasil.”

“Terimakasih untuk semuanya Katherine. Aku tidak akan pernah melupakan semua kebaikanmu.”

“Aku juga. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian. Kalian sudah menerimaku dengan baik di sini. Di La Amaryllis, di de Cartijo.”

“Jangan bilang kau mau pulang ke kampung halamanmu cepat cepat Katherine.”

“Tentu saja aku akan pulang secepatnya.”

“Tidak secepat ini. Ayolah. Kita bahkan belum merayakan keberhasilan kita.”

“Aku pergi terlalu lama Pamela. Ibuku merindukanku.”

“Marvin tahu kau mau pulang?”

“Ya. Aku sudah memberitahunya.”

“Dan dia tidak menahanmu agar jangan pulang?”

“Untuk apa dia menahanku?”

“O, ayolah Katherine, semua orang tahu dia tergila gila padamu.”

~ ~


Katherine sedang duduk di dapur de Cartijo sambil makan casserole kentang yang dicampur keju, bawang bombai yang dicacah dan daging cincang bakar waktu Marvin tiba tiba duduk di hadapannya.

“Aku mencarimu di luar. Tapi kau tak ada diantara teman temanmu yang sedang barbequ.”

“Diluar agak dingin,” Katherine tersenyum. “Angin malam ini bertiup agak kencang.”

“Ya, aku setuju. Ini apa?” tunjuk Marvin pada mangkuk casserole Katherine.

Casserole kentang. Mau? Biar aku ambilkan.”

“Tidak usah, aku nyicip saja.” Marvin lalu mencari sendok dan kembali duduk di hadapan Katherine. Ia mulai menyendok casserole kentang Katherine dan memasukkan casserole itu ke mulutnya. “Ini enak sekali,” komentarnya,  “kau yang membuatnya?”

“Ya. Barusan aku membuatnya jadi masih hangat. Kau yakin tidak mau kuambilkan?”

“Ehm.. nanti saja. Ngomong ngomong Pam barusan meneleponku, ia menangis, katanya aku harus membujukmu untuk tinggal lebih lama lagi.”

“Aku tidak bisa, karena...”

“Karena ingin cepat cepat membuka toko roti?” potong Marvin.

Karena dari hari ke hari aku semakin mencintaimu.  Ujar Katherine dalam hati, “salah satunya itu, tapi ibuku meneleponku terus, ia bertanya kapan aku pulang, jadi aku harus pulang.”

“Baiklah, aku ikut denganmu.”

“Ikut denganku?” teriak Katherine kaget.

“Ya, aku ingin mengenal keluargamu. Dan juga ingin belajar memancing ikan pada ayahmu.”

“Tapi...”

“Aku akan packing sekarang.”

“Marvin tunggu, kau jangan packing dulu, Marvin!”

“O, ya, satu lagi,” Marvin menghentikan langkahnya, “aku juga akan berdiskusi dengan ayah dan ibumu tentang tanggal pernikahan kita.”

“Ta.. tanggal APA?”
~ ~



BAB DUA BELAS
THE WEDDING

Candy memperhatikan halaman La Rose dari jendela kamar tamu di lantai dua yang baru ia tempati beberapa menit yang lalu. Ia suka dengan air mancur dan bunga rose di sekelilingnya.

“Bu,” serunya pada ibunya yang sedang mengeluarkan baju baju dari koper.

“Ya?”

“Ibu yakin kita tidak salah rumah?”

“Salah rumah?”

“Iya. Tidak mungkin calon suami Katherine sekaya ini. Ibu lihat tidak diantara mobil mobil yang berjejer rapi di garasi tadi?”

“Tidak, ibu tidak sempat memperhatikan. Memang kenapa dengan mobil mobil itu?”

“Ada dua mobil yang diproduksi dengan edisi terbatas bu. Yang satu hanya diproduksi sebanyak tujuh mobil di dunia, yang satunya diproduksi hanya sepuluh mobil di dunia. Ibu tahu dong berapa harga mobil mobil itu?”

“Tidak, Ibu tidak tahu harganya.”

“Mahal sekali bu harganya, amat sangat mahal.”

“Candy,” teriak Cheryl.

“Ya?”

“Bisa diam tidak, aku mau tidur, kepalaku pusing, masih banyak acara yang harus kita ikuti, nanti malam makan malam bersama, besok acara weddingnya dan kata Katherine tempat untuk acaranya dua jam perjalanan dari sini, kita harus banyak istirahat.”

“Jangan tidur dulu Cheryl siapa tahu kita benar benar salah rumah. Aku yakin orang yang menjemput kita di bandara tadi salah orang dan...”

Kata kata Candy terhenti ketika Katherine tiba tiba masuk ke dalam kamar.

“Ibu, candy, semuanya, aku senang kalian sudah datang. Aku tidak bisa menjemput kalian di bandara karena harus mengurus sesuatu. Maafkan aku.”

“Ya ampun Katherine, akhirnya kau muncul juga.” Seru Cheryl lega. “kata Candy kita salah rumah.”

“Salah rumah?” Katherine heran.

“Jangan didengarkan,” komentar ibunya. “Mereka sedang jetlag.

~


Pernikahan Katherine dan Marvin dilakukan di halaman de Cartijo yang luas. De Cartijo dihias sedemikian rupa hingga terlihat sangat cantik.

Kursi kursi untuk tamu undangan disusun rapi. Sementara makanan dan minuman ditata di meja cantik yang dihiasi pahatan bunga yang terbuat dari es.

Lupita, Amanda, Jane, Ursula, Deborah dan ketiga adik perempuan Katherine jadi pendamping pengantin perempuan. Sahabat sahabat Marvin menjadi pendamping pengantin laki laki.

Mirella, Maddy, dan Eric, keponakan Katherine bertugas untuk membawa cincin dan menabur bunga ketika Katherine berjalan di altar nanti.

Pamela dan teman temannya jadi seksi sibuk. Teman Pamela yang jadi Wedding Organizer di acara itu. Baju pengantin Katherine bahkan Pamela yang merancangnya. Tapi karena keterbatasan waktu dan karena produksi baju Pamela sedang banyak banyaknya, Pamela hanya mampu bikin satu baju pengantin saja untuk Katherine. Baju pendamping pengantin perempuan ia serahkan pada kenalannya yang memproduksi baju seperti dirinya.

Pamela sempat mengeluh kenapa acara pernikahan Katherine dadakan seperti itu, sehingga ia tak bisa membantu banyak.

Tamu yang diundang hanya keluarga dan kenalan dekat dari kedua belah pihak. Sehingga sifatnya sangat privasi.

Selain seluruh keluarga Katherine yang hadir (kecuali Chayenne dan Jack), seluruh keluarga Williams juga hadir. Bibi Alice sangat bahagia karena Katherine akhirnya mengundang dirinya untuk menghadiri pernikahannya. Brooke juga hadir dengan Brandon. Menurut Brooke proses perceraian dirinya dan Brian sudah beres. Brooke merasa lega dengan hal itu. Ia akan memulai kehidupan barunya bersama anak laki laki tampannya dengan semangat. Katherine hanya sempat ngobrol sebentar dengan Brooke karena banyak yang harus Katherine lakukan.

Acara pernikahan itu dimulai jam sembilan pagi. Cuaca sangat cerah dan bersahabat. Semua tamu menahan nafas takjub saat Katherine memasuki altar didampingi ayahnya. Katherine tampak cantik sekali. Ramos memperhatikan Katherine sambil tersenyum lebar. Sampai kapanpun ia selalu menyayangi Katherine. Ia ikut bahagia melihat Katherine bahagia seperti itu.

Katherine tersenyum melihat Marvin yang menunggunya di depan altar. Marvin tampan sekalli. Pesonanya masih membuat Katherine meleleh hingga detik ini. Bersama dengan Marvin adalah apa yang Katherine inginkan lebih dari apapun di dunia ini, Katherine tidak ingin yang lainnya termasuk punya toko roti sendiri. Punya toko roti bukan prioritas lagi buat Katherine. Mungkin suatu saat ia bisa mewujudkan cita citanya punya toko roti, mungkin juga tidak.

Ketika Katherine tiba di depan altar dan mengulurkan tangannya ke arah Marvin, Marvin langsung menyambut tangan Katherine dan menggenggamnya erat.

~ ~

“Kau tak akan percaya Kath,” teriak Pamela di telepon.

“Apa yang tidak kupercaya?” Katherine ikut ikutan teriak. Ia sedang berada di kamarnya, di rumah orangtuanya di rumah danau. Marvin, Mirella dan Maddy ikut dengannya. Marvin sudah pernah datang ke rumah danau sebelumnya bersama dirinya, tapi Mirella dan Maddy baru sekarang ini datang ke rumah danau.

“Pesanan baju pengantinmu membludak.” ujar Pamela lagi, “banyak gadis gadis di seluruh dunia yang ingin menikah ingin memakai baju pengantin seperti yang kau pakai. Aku kebanjiran pesanan. Aku harus bagaimana.” Suara Pamela jadi panik.

“Ya sudah terima saja, Pam, kau ini gimana sih, rejeki tidak boleh ditolak.”

“Tapi aku kan memproduksi baju santai, bukan baju pengantin. Baju pengantin yang kubuat khusus untukmu.”

“Kalau baju pengantinmu yang lebih laris dari baju santaimu, apa salahnya. Kau ini gimana sih.”

“Ya, kau benar juga. Baiklah, aku sepertinya harus berbelanja bahan sekarang.”

“Oke.”

“Kath,”

“Apa?”

“Bilang Candy, lulus kuliah fashion nanti jangan kemana mana ya, langsung kerja denganku.”

“Itu masih tiga tahun Pamela.”

“Tidak apa apa, aku sudah membookingnya dari sekarang.”

Katherine tertawa, “baiklah.”

Katherine lalu meletakkan handphonenya sambil memandang ke luar jendela yang menghadap ke halaman belakang rumahnya, ke arah kolam renang. Marvin dan anak anak sedang berenang. Adam dan Eric juga ikut berenang.

Berada di rumahnya seperti ini Katherine merasa sedikit tenang karena paparazi yang mengikutinya tidak sebanyak di Seville.

Sejak Katherine menjadi Mrs. Guilarmo kemanapun ia melangkah, ia selalu diikuti paparazi. Konon, kabarnya, foto dirinya sangat laku dengan harga yang sangat fantastis alias sangat mahal dan sangat dicari karena semua orang ingin tahu apa yang dilakukannya.

Pakaian yang Katherine kenakanpun, sesederhana apapun itu tetap jadi perbincangan. Amanda Reeve, adik Katherine yang punya hobi fotographi - sejak Katherine pulang ke rumah danau tiga hari yang lalu terus terusan memoto diri Katherine. Katanya kalau ia tak punya uang, ia akan menjual foto Katherine. Katherine nyaris mau menghancurkan camera mahal Amanda saking kesalnya.

Katherine akhirnya mengganti bajunya dengan baju renang, dan keluar dari kamarnya untuk berenang bersama Marvin dan anak anak.

~ ~

Setahun kemudian.

Katherine tersenyum lebar saat menggendong bayi tampannya.

Jose Luis Guilarmo adalah bayi laki laki pertama yang hadir di keluarga Guilarmo. Kehadirannya disambut gembira oleh semua orang. Maddy merasa senang sekali karena di rumah ada bayi mungil yang bisa jadi temannya. Ia sering menciumi Jose dengan gemas. Pamela bahkan merancang baju khusus untuk Jose.

Ketika dua tahun kemudian Xavier Antonio Guilarmo lahir, Nyonya Laurie memeluk Katherine dengan perasaan sayang. “Kau punya dua anak laki laki yang tampan Katherine. Kukira dua cukup untukmu?”

“Tidak aunty, aku ingin punya anak perempuan. Mereka pasti lucu dan menggemaskan seperti Mirella dan Maddy.”

Tapi dua tahun kemudian, yang lahir adalah Kevin Juan Guilarmo. Camilla, kakak perempuan Katherine, ingin menculik Kevin dan membawanya ke Amerika.

“Kau sudah punya dua anak laki laki, yeah tiga sih sama Kevin, biar Kevin untukku saja ya?” harap Camille. Camille sudah lama menikah dan belum punya anak.

“Kau gila,” teriak Katherine kaget.

“Ayolah Kath, aku tak punya anak.”

“Ya sudah, adopsi saja. Kenapa dari dulu kau tidak mengadopsi anak?”

“Dulu belum kepikiran. Tapi sekarang mulai kepikiran. Aku mau Kevin. Aku mau mengadopsi Kevin.”

“KAU PIKIR AYAHNYA MENGIJINKAN?”

Katherine akhirnya menyerah dan tidak mengharapkan bayi perempuan lagi. Tiga anak laki laki tampan sudah cukup untuknya. Dan dia sudah sangat berbahagia dengan hal itu.

Tapi ketika dua tahun kemudian Carmelita Annabel Guilarmo lahir, itu bonus besar bagi Katherine. Dan seperti kakak  kakak perempuannya yang lain, Carmelita punya rambut cokelat dan mata hijau gelap seperti Marvin.


 ~ SELESAI ~

























































































1 comment:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete